Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer
Allah Swt berfirman : "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang di beri ilmu pengetahuan beberapa derajat." (Q.S. Al-Mujadalah : 11). Rasulullah Saw bersabda : "Barang siapa yang menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia, wajiblah ia memiliki ilmu, barang siapa yang ingin selamat dan berbahagia di akhirat, wajiblah ia mengetahui ilmu dan barangsiapa yang menginginkan kedua-duanya, wajiblah ia memiliki ilmu kedua-duanya pula." (H.R. Bukhari dan Muslim).

USMAN BIN AFFAN RA, CIPTAAN BARU DALAM WUDHU'

Usman melihat dirinya memiliki kelayakan untuk mernbuat syari'at, sebagaimana yang di miliki oleh kedua pendahulunya, yakni Abu Bakar Ra dan Umar Ra, karena sesungguhnya dari segi kedudukan dia tidak lebih rendah dari mereka berdua, mengapa mereka berdua dapat berfatwa menurut pendapat pribadi, sementara dia tidak? Padahal mereka semua berasal dari satu madrasah, yaitu madrasah ijtihad dan masing-masing juga seorang khalifah! Dia termasuk orang yang berpendirian teguh dalam menjalankan segala sisi lahiriah agama, keteguhan itu justru dalam ha yang di larang oleh agama, bahkan ketika Masjid Nabawi di bangun, dia hanya mengangkat sebongkah batu sambil menjauhkan itu dari bajunya, setelah meletakkan itu, Iangsung pula menepukkan kedua tangannya sambil memandangi bajunya, jika bajunya terkena sedikit tanah, maka dia pun langsung mengibaskannya, semua itu dia lakukan karena dia seorang yang bersih dan selalu membersihkan diri, padahal Ammar Bin Yasir yang bertubuh lemah itu dengan ringan membawa dua bongkah batu sekaligus.
Setiap hari, Usman selalu mandi satu kali? Telah terbukti dengan sanad paling shahih, bahwa Usman setiap hari selalu mandi, tidak di ragukan lagi, bahwa hari Jumat adalah salah satu hari." Tertera dalam kitab riwayat Muslim, bahwa setiap hari dia mandi lima kali, pada bagian awal riwayatnya di sebutkan : Himran berkata : "Aku selalu meletakkan air untuk Usman. tiada hari melainkan dia selalu menambah bicaranya.,." Para periwayat menafsirkan bahwa, setiap hari dia selalu mandi. An-Nawawi berkata dalam Syarhnya atas Shahih Muslim, “Maksud ucapannya itu adalah tiada hari yang berlalu kecuali di hari itu dia mandi dan seringnya dia mandi menunjukkan, bahwa dia selalu menjaga kebersihan." Seandainya makna permulaan hadist itu mandi, maka kata-kata terakhir hadist tersebut rnenekankan kebersihannya dan mandinya Usman sebanyak lima kali itu di landasi oleh sabda Rasulullah Saw,“Tidaklah seorang muslim yang membersihkan diri kemudian dia menyempurnakan kebersihan yang telah di wajibkan Allah atasnya, kemudian dia mengerjakan lima shalat fardhu, melainkan shalat itu menjadi kafarah bagi dosa-dosanya," Sebab, dengan menyatukan kata-kata yang ada di permulaan hadist dengan yang ada di bagian akhirnya, mereka berhak mengatakan bahwa Usman dalam sehari telah mandi hingga lima kali, namun mereka justru mengartikan kala-kata terakhir dalam hadist itu dengan wudhu' dan permulaan hadistnya dengan mandi dan tidak menjawab salam orang mukmin apabila dia dalam keadaan berwudhu.” Dia sendiri pernah berkata tentang dirinya, bahwa dia tidak pernah memegang kemaluannya dengan tangan kanannya semenjak dia berbaiat kepada Rasulullah Saw dan masih banyak lagi hal Iain yang berkaitan dengan sisi kejiwaan yang siap untuk melakukan sesuatu secara berlebihan dan keterlaluan dalam persoalan kebersihan. Usman menggunakan wudhu' sebagai sarana kebersihan dan kesucian, oleh karena itu, dia menganggap bahwa membasuh anggota wudhu' dengan tiga basuhan serta membasuh anggota-anggota wudhu' yang seharusnya di usap lebih bersih dan suci, menurutnya, hal itu tidaklah tercela meski bertentangan dengan sunnah Nabi Saw, adanya hadist-hadist Nabi Saw yang dapat di manfaatkannya dalam memaparkan wudhu' ghasli, misalnya dia menggunakan kata-kata lhsanul Wudhu’, sebab, setelah wudhu ghasli-nya, dia berkata : “Demi Allah, aku akan menyampaikan sebuah hadist kepada kalian, Demi Allah, kalau bukan karena sebuah ayat yang tertera dalam Kitabullah (Al-Qur'an), tentu aku tidak akan menyampaikan hadist ini kepada kalian...Sesungguhnya aku pernah mendengar Rasulullah Saw bersabda : "Tidaklah seseorang berwudhu' dan benar wudhu'nya, kemudian dia shalat melainkan dosa-dosanya akan di ampuni di antara wudhu' dan shalat yang di kerjakannya.“ Dan dari hadist seperti Asbighul Wudhu’(sempurnakanlah wudhu') dan hadist Wailun Lil A’qab Minannar, di gunakan sebagai dalil membasuh (kedua kaki).
Ketika mengalami pemberontakan kaum muslimin, dia selalu berusaha menonjolkan sisi kesucian dirinya agar para pemberontak itu tak membunuhnya, dia selalu mengingatkan mereka tentang sikap-sikapnya, sumur Rauma yang di belinya dan sebagainya, semua itu di lakukannya untuk membuktikan bahwa dirinya tetap berada dalam keimanan, tak luput dari semua itu adalah wudhu' baru yang di buatnya yang di tujukan untuk mengobati situasi, namun, dia malah mengobati luka dengan luka, bukan dengan obat!
Usman selalu berusaha menyibukkan orang-orang dengan perselisihan dan perdebatan seputar persoalan fiqh, dengan tujuan menahan mereka untuk tidak membunuhnya serta tidak terlibat jauh ke dalam kekacauan politik uang dan administrasinya, pandangan-pandangan seperti inilah yang sering di tonjolkannya, sayang, hasil yang di perolehnya tak berkesudahan dengan baik, karena itulah, Imam Ali Ra berkata, bahwa perbuatan-perbuatannya telah mengakhiri dirinya sendiri.
Di antara faktor terpenting munculnya semua bid’ah yang di tebar Usman adalah berkerumunnya Bani Umayyah di sekelilingnya, sambil berusaha membangun kehormatan fiqh dan politik barunya. Faktor inilah yang membuat sebagian sahabat besar Rasulullah Saw seperti Abdullah Bin Mas’ud, Ibnu Abbas dan sahabat-sahabat lain tidak mau bekerja sama dengannya, sebab, dia telah membuat suatu ruang kosong fiqh yang pada akhirnya di isi oleh kelicikan Umawi (Bani Umayyah).
Adanya kondisi pasrah pada kebanyakan sahabat, kondisi ini membuat Usman tak segan-segan mengetengahkan pendapat pribadinya, sebab, puncak perlawanan mereka itu berakhir hanya dengan ucapannya, "Ini adalah pendapat pribadiku." Atau ucapan mereka yang mengatakan, “Perselisihan itu adalah sesuatu yang tidak baik” juga, ucapan yang menyebutkan, “Sesungguhnya Usman adalah imam“ maka dari itu aku tidak akan menentangnya."‘ Pada akhirnya semua perkataan tersebut justru memberikan kekuatan tersendiri kepada apa yang diusung Usman Bin Affan Ra.
Tersebarnya kondisi ijtihad dan di terimanya kondisi tersebut oleh kebanyakan sahabat, merupakan salah satu faktor di terimanya apa saja yang di ketengahkan Usman, kondisi ini tercipta sebagai hasil dari semua ijtihad dan pendapat pribadi Umar Bin Khathab dalam skala yang sangat besar yang sebelumnya telah di awali oleh pendapat-pendapat pribadi Abu Bakar. Dari semua hal ini, juga hal-hal lain yang bersifat khusus, yang dapat di pahami dengan jelas oleh orang yang mengetahui sejarah kehidupan Usman, dappat di lihat bahwa alasan-alasan inilah yang mendorong Usman menciptakan wudhu' baru dengan cara membasuh tiga anggota wudhu', cara wudhu' tersebut tak di setujui oleh para sahabat yang patuh menjalankan semua yang di ajarkan Rasulullah Saw, sementara misalnya, tatkala para sahabat menyanggahnya dan menutup semua pintu alasan baginya dalam hal pembaharuan di seputar menyempumakan shalat di Mina, dia merasa cukup hanya dengan mengatakan kepada mereka, “Ini adalah pendapat pribadiku." Abdullah Bin Umar di tanya, “Engkau tidak suka dengan apa yang telah di perbuat Usman (bahwa dia telah mengerjakan shalat empat raka'at di Mina), tetapi kemudian yang sebelumnya telah engkau sendiri mengerjakannya empat raka'at (di Mina)?" Abdullah Bin Umar menjawab, “Perselisihan adalah sesuatu yang tidak baik!" Abdullah Bin Mas'ud di tanya,“Bukankah engkau pernah menyampaikan sebuah hadist kepada kami bahwa Nabi (Muhammad ) shalat dua raka'at dan Abu Bakar juga shalat dua raka'at (di Mina)?“ Abdullah Bin Mas‘ud menjawab,“Benar dan sekarang pun aku akan menyampaikan sebuah hadist kepada kalian, tetapi Usman adalah seorang imam, maka aku tidak akan menentangnya dan perselisihan itu adalah sesuatu yang tidak baik."
Di sarikan dari Kitab :
Al-Aqdul Farid
Musnad Ahmad
Khashaish Al-Shahabah
Al-Muhalla
Shahih Muslim
Sunan Ad-Daruquthni
Sunan Ibnu Majah
Sunan Al-Baihaqi
Tarikh Dimashq
Tarikh Thabari
Bidayah Wa Al-Nihayah
Nahj Al-Balaghah

Posting Komentar untuk "USMAN BIN AFFAN RA, CIPTAAN BARU DALAM WUDHU'"