Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer
Allah Swt berfirman : "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang di beri ilmu pengetahuan beberapa derajat." (Q.S. Al-Mujadalah : 11). Rasulullah Saw bersabda : "Barang siapa yang menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia, wajiblah ia memiliki ilmu, barang siapa yang ingin selamat dan berbahagia di akhirat, wajiblah ia mengetahui ilmu dan barangsiapa yang menginginkan kedua-duanya, wajiblah ia memiliki ilmu kedua-duanya pula." (H.R. Bukhari dan Muslim).

TENTANG WUDHU' YANG DI KATAKAN ALI BIN ABI THALIB RA

Ketika Imam Ali duduk di tampuk kepemimpinan kaum muslimin, mulailah beliau menjelaskan wudhu' Nabi Saw kepada kaum muslimin serta menjelaskan dan mengungkap bid’ah Usman dalam hal wudhu', di sini kita dapat merunut langkah-langkah beliau dalam menjelaskan wudhu' Rasulullah Saw sebagai berikut :
1. Wudhu' menurut Imam Ali, yang tercantum dalam kitab-kitab fiqh, misalnya Fathul Bari (Ibnu Hajar) adalah wudhu' dengan cara dua usapan, cara ini di ikuti oleh banyak sahabat dan yang menonjol adalah Ibnu Abbas Ra, keluarga besar Thalib dan Anas Bin Malik.

2. Imam Ali seringkali mengisyaratkan dan menegur pembaharuan (bid’ah) yang berterusan seputar wudhu', seperti ucapan beliau setelah melakukan wudhu' mashi dan meminum bekas air wudhu'nya. Banyak sekali orang yang tidak suka ini yakni meminum bekas air wudhu', padahal aku (Ali) pernah melihat Rasulullah Saw melakukan seperti ini dan inilah wudhu' orang yang tidak melakukan pembaharuan dalam hal wudhu'.
Ucapan beliau,"Dan inilah wudhu' (yang di lakukan) orang yang tidak melakukan pembaharuan (dalam hal wudhu'), serta “Aku pernah melihat Rasulullah Saw melakukan seperti ini." (Perkataan Ali ini bisa di lihat pada Musnad Ahmad), menguatkan fakta atas banyaknya orang yang menciptakan pembaharuan dalam persoalan wudhu' dan sebagaimana kita ketahui, sebelum beliau tidak ada orang yang melakukan pembaharuan dalam persoalan wudhu' selain Usman.
3. Beliau mengatakan,“Para penguasa sebelumku telah melakukan perbuatan-perbuatan yang menentang Rasulullah Saw, mereka sengaja menentang beliau...mengubah sunnahnya...bukankah kalian telah melihat bagaimana aku menolak memindahkan Maqam Ibrahim dari tempat yang telah di letakkan Rasulullah Saw?" Hingga kata-kata beliau,“Dan aku telah kembalikan persoalan wudhu' mandi dan shalat kepada waktu, syari'at serta tempat-tempatnya seperti sedia kala." Riwayat ini setelah terbukti para Syaikhain tak membuat bid’ah dalam wudhu', hampir dapat di pastikan (ia bermaksud) menjelaskan bid’ah Usman dalam hal wudhu' tiga basuhan, sebab Imam Ali dengan tegas mengatakan adanya bid’ah yang di lakukan para pemimpim sebelumnya dan tatkala Syaikhain terbebas dari bid'ah wudhu', maka yang tersisa adalah Usman, sebagai orang yang di maksud oleh ucapan Imam Ali.
4. Di antara isi surat Imam Ali kepada gubernur beliau, yaitu Muhammad Bin Abu Bakar, adalah penjelasan seputar cara wudhu'. Dalam suraf itu tertulis : "Berkumur-kumurlah tiga kali dan ber-istinsyaq-lah tiga kali dan basuhlah wajahmu, kemudian basuhlah tangan kananmu lalu tangan kirimu, setelah itu usaplah kepala dan kedua kakimu...karena sesungguhnya aku melihat Rasulullah Saw melakukan hal itu."
5. Peringatan serta isyarat Imam Ali dalam salah satu hadist beliau tentang wudhu', bahwa riwayat tersebut telah di tahrifkan dalam Kitab Al-Gharat, perlu di ketahui di sini, bahwa ada riwayat yang menekankan pen-tahrif-an (penyimpangan) riwayat-riwayat yang di lakukan Muawiyah, dalam Kitab Al-Gharat, pada bagian akhir riwayat itu di sebutkan, bahwa Muawiyah sering melihat tulisan ini dan merasa heran dengannya...kemudian Al-Walid berkata kepada Muawiyah,“Pendapat pribadimu tiadalah berguna, pendapat pribadi itu masih telap terjaga, sedangkan orang-orang tahu, bahwa hadist-hadist yang di riwayalkan Abu Turab (Imam Ali) ada padamu, sementara itu engkau belajar dari hadist-hadist itu dan memutuskan hukum sesuai dengan hukum yang di terapkan olehnya (Abu Turab)? Kalau begitu, mengapa engkau memeranginya?“ Muawiyah menjawab,“Kalau bukan karena Abu Turab telah membunuh Usman, kemudian dia memberikan fatwa kepada kami, sudah pasti kami mengambil darinya." Dia berhenti sejenak, lalu melihat orang-orang di sekitamya seraya berkata,"Kami tidak rnengatakan bahwa tulisan ini adalah salah satu di antara tulisan-tulisan Ali Bin Abi Thalib, tetapi kami berkata, bahwa ini adalah salah satu di antara tulisan-tulisan Abu Bakar As-Siiddiq, sebelumnya tulisan itu berasal darinya dan sekarang berada di penyebab munculnya bid’ah dalam wudhu' adalah ijtihad dan al-ra'yu, sementara wudhu' (bahkan agama itu sendiri) tidak dapat di reka-reka, beliau sering berkata,"Seandainya agama itu dapat di sisipi pendapat pribadi, maka telapak kaki lebih pantas di usap daripada bagian atasnya, tetapi aku melihat Rasulullah Saw mengusap bagian atas kaki." Beliau juga berkata,"Sebelumnya aku berpendapat, bahwa telapak kedua kaki itu lebih pantas di usap daripada bagian alas kedua kaki, hingga akhirnya aku melihat Rasulullah Saw mengusap bagian atas kedua kaki." Beliau menetapkan, bahwa persoalan agama di antaranya adalah wudhu' tidak dapat di kira-kira sebagaimana di gambarkan sebagian orang, seandainya agama dapat di rekayasa, maka telapak kaki lebih pantas di usap, lantas bagaimana mungkin pengusapan bagian atas kaki dapat berubah menjadi pembasuhan bagian atas dan bawah kaki, hanya karena Al-ra’yu dan Ijtihad.
6. Wudhu'-wudhu' yang di jelaskan Imam Ali Ra yang juga di jelaskan Ibnu Abbas Ra dan Anas Bin Malik Ra, mengacu pada dalil-dalil dari Kitab Al-Qur'an dan Sunnah, bukan hanya sekadar kIaim-klaim yang bersandar pada pengamatan mereka akan wudhu' Rasulullah Saw, sebab ucapan Imam Ali, sekiranya agama itu bisa di rekayasa di bangun dengan akal, niscaya telapak kaki lebih pantas di usap daripada bagian atasnya, tetapi aku (Ali) melihat Rasulullah Saw mengusap bagian atas kedua kaki beliau." Dan ucapan beliau lainnya mengandungi dalil dari Kitab tentang Al-Mashi (mengusap bagian atas kedua kaki), beliau menyampaikan persoalan mengusap bagian atas kedua kaki itu dengan argumentasi yang jelas, sesuai dengan dasar syari'atnya, yaitu ayat tentang wudhu' yang secara lahiriah mengarah pada pengusapan kedua kaki, kemudian beliau menyanggah argumentasi Al-Ra'yu, yang apabila argumentasi ini dapat di terima, maka keniscayaan yang muncul adalah telapak kaki lebih pantas di usap ketimbang bagian atasnya kaki, dari dua kemungkinan tersebut (mengusap bagian atas kedua kaki atau membasuh keduanya), mengusap bagian atas kakilah yang di syari'atkan. Setelah itu, Imam Ali Bin Abi Thalib Ra menguatkan dalilnya dengan fakta, bahwa beliau melihat Rasulullah Saw kala itu membasuh bagian atas kedua kakinya, bagitu pula, Ibnu Abbas Ra sering berkata : "Aku tidak menemukan dalam Kitabullah (Al-Qur'an), kecuali dua basuhan dan dua usapan." Anas Bin Malik Ra, pembantu Rasulullah Saw juga sering menentang pendapat Hajjaj yang berpihak kepada membasuh kedua kaki dengan dalil bahwa membasuh itu lebih tepat untuk membersihkan kotoran dengan ucapannya “Maha Benar Allah dan Hajjaj telah berbohong." Allah telah berfirman : "Dan usaplah kepala-kepala serta kaki-kaki kalian." Anas Bin Malik Ra sering berkata,"Al-Qur'an telah di turunkan dengan penjelasan tentang mengusap bagian atas kedua kaki."
Tujuan utama kami di sini adalah menunjukkan tentang di jadikannya Al-Qur'an dan As-Sunnah sebagai dalil oleh Imam Ali serta sanggahan beliau atas argumentasi Al-Ra’yu, tentu ini berbeda dengan wudhu' ala Usman yang hanya bersandar pada Ru’yaI (melihat Rasulullah Saw berwudhu' seperti yang di katakannya). Wudhu' ala Usman Ra itu sama sekali tidak ada kaitannya dengan apa yang harus di lakukan dalam wudhu', tampaknya Imam Ali ingin mengisyaratkan pada Ijtihad Usman dalam persoalan wudhu' serta sanggahan beliau atas Ijtihad Usman Ra tersebut.
7. Setelah semua itu, kita tidak melihat adanya tawa dan senyum dalam semua wudhu' Imam Ali Ra, Ibnu Abbas Ra, Anas Bin Malik Ra dan mereka yang mengusap bagian atas kedua kakinya, kita juga tak melihat adanya pengakuan-pengakuan orang yang takut mengetengahkan pemikiran baru, pengajaran-pengajaran yang di berikan secara sukarela begitu mendengar suara kumur-kumur dan masih banyak lagi yang telah kami sebutkan dalam pembahasan Wudhu' ala Usman Ra, bahkan kita dapat melihat kondisi pengajaran wudhu' Rasulullah Saw sebagai wudhu' yang benar serta sanggahan atas wudhu' baru yang muncul dari hasil Al-Ra’yu dapat berjalan berdampingan secara normal, sebab, nash-nash mereka itu mengandungi penafian dan pembuktian secara bersamaan.

Posting Komentar untuk "TENTANG WUDHU' YANG DI KATAKAN ALI BIN ABI THALIB RA"