Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer
Allah Swt berfirman : "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang di beri ilmu pengetahuan beberapa derajat." (Q.S. Al-Mujadalah : 11). Rasulullah Saw bersabda : "Barang siapa yang menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia, wajiblah ia memiliki ilmu, barang siapa yang ingin selamat dan berbahagia di akhirat, wajiblah ia mengetahui ilmu dan barangsiapa yang menginginkan kedua-duanya, wajiblah ia memiliki ilmu kedua-duanya pula." (H.R. Bukhari dan Muslim).

AQIDAH KETUHANAN DAN PERKEMBANGANNYA

Orang-orang yang ingkar terhadap ayat-ayat Allah, berkata : ”Bahwa asas aqidah Ketuhanan” itu adalah merupakan satu macam ”kelemahan manusia” yang telah menguasai manusia pertama dahulu ketika mendapati dirinya kesepian di atas muka bumi ini, untuk semuanya itu maka di dirikanlah rumah-rumah penyembahan, kemudian datanglah Rasul-Rasul mengeksploitasi dan mengambil kesempatan dalam hidup manusia dengan menggunakan kepercayaan manusia yang tersebut itu lalu mengemukakan kepada manusia akan aqidah mengenai "Allah", sedangkan aqidah yang di kemukakannya itu hanyalah suatu perkara khayal yang tidak pun wujud dan tidak ada hakikat, hanya di percayai oleh orang-orang bodoh tepi jalan yang terpedaya dengan sangkaan-sangkaan yang subur dengan perkara-perkara dongeng.
Adapun orang-orang yang bijak dan pandai (mengikut pandangan orang-orang yang tidak bertuhan itu) yang berpendirian tegap di atas kuasa logika dan buah fikiran, yang bersuluh dengan hasil-hasil kajian akal, mereka itu sama sekali tidak menghargai dan menilai terhadap fikiran-fikiran dan kepercayaan tersebut, lebih-lebih lagi karena belum ada seorang manusia pun yang pernah melihat Tuhan dengan mata kepalanya dan ticlak pula dapat di jangkau dengan pancainderanya, sedangkan pancaindera itu adalah alat utama untuk ma’rifat dan mendapatkan pengetahuan yang tidak ada keraguan pun, mereka juga berkata : ”Sesungguhnya kepercayaan atau aqidah bertuhan ini mendatangkan keburukan dan keresakan kepada masyarakat, karena ia mengajar manusia menjadi malas dan bertawakkal, ridha dengan kedzaliman, sabar atas kehinaan dan memperdayakan orang ramai daripada mendapat hak mereka di dalam hidup dengan kesan-kesannya yang membawa kepada kelemahan dan menyerah kalah, hanya menunggu ketetapan qadha’ dan rnenyerah kepada takdir”, oleh sebab itulah setengah-setengah ahli falsafah kebendaan menamakan aqidah-aqidah dan agama-agama itu sebagai "Candu Rakyat”. Oleh sebab itu golongan tidak percayakan Tuhan, menjadikan program utama mereka untuk memperbaiki masyarakat adalah memerangi ”agama" dan membasmikan aqidah-aqidah agama dan dada para penganutnya dengan apa cara sekalipun, mereka dengan sangkaan-sangkaan palsu mereka itu mencoba hendak menghancurkan aqidah Ketuhanan yang betul dan terang nyata tempat terbitnya dan asal usulnya, mulia natijah dan besar kesannya itu. Sesungguhnya sekali-kali mereka tidak akan mampu untuk meruntuhkannya, karena kefahaman mereka yang palsu itu tidak dapat bertahan di hadapan kebenaran, sebagaimana firman Allah : "Sebenarnya Kami lontarkan yang hak kepada yang batil lalu yang hak itu menghancurkannya, maka dengan serta merta yang batil itu lenyap dan kecelakaanlah bagi kamu dan apa yang kamu sifatkan." (Q.S. Al-Anbiya' Ayat 18). lnilah undang-undang alam yang tidak pernah salah selama-lamanya. Allah menegaskan : "Adapun buih itu, akan hilang sebagai sesuatu yang tak ada harganya, adapun yang memberi manfaat kepada manusia, maka ia tetap di bumi." (Q.S. Ar-Ra'd Ayat 17). Ketenangan dan ketenteraman itu sebagai khayal, sebenarnya kita tidak mempunyai dalil untuk menguatkan pendapat itu, hanya semata-mata andaian dan keras kepala dan sengaja memutar belit dan memainkan kata-kata, mengapa tidak di katakan semua perasaan-perasaan itu adalah suatu ”Fitrah Manusia" yang telah di jadikan oleh Allah di dalam diri manusia, yaitu suatu hakikat yang tidak ada khayal bersamanya? Maka dengan sebab itu, manusia memerlukan kepada tuntutan-tuntutan kebendaan yang boleh menampung hidupnya dan segi jasmani dan begitulah juga ia memerlukan kepada tuntutan-tuntutan untuk kesempurnaan ruhaniahnya, perasaan-perasaan atau naluri-naluri seperti perasaan takut, gelisah, kasih sayang, belas kasihan, rasa senang dan gembira, semuanya merupakan jalan-jalan yang membawa kepada ketinggian jiwa dan ruhaniah manusia yang tidak boleh seseorang itu mencapai tangga kesempurnaan dalam hal tersebut kecuali apabila ia mengenal “Allah”. Allah berfirman : "Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah), (yaitu) fitrah Allah yang Ia ciptakan manusia di atasnya, tidak ada perubahan pada fitrah Allah. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. Dengan kembali bertaubat kepada-Nya dan bertaqwalah kepada-Nya, serta dirikanlah shalat dan janganlah kamu jadi golongan musyrikin, yaitu orang-orang yang rnemecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan berbangga dengan apa yang ada pada sisi mereka." (Q.S. Ar-Rum Ayat 30-32). Fitrah merupakan dalil pertama, sesungguhnya perasaan-perasaan ini yang di anggap oleh orang-orang yang tidak bertuhan itu sebagai dalil tenggelam dalam alam khayal, adalah sebaliknya bagi orang mu'min, mereka berpendapat fitrah yang di dalam jiwa itu adalah dalil utama atas wujudnya Allah dan atas kebesaran-Nya. Kepercayaan ini sebenarnya telah berakar umbi dalam jiwa umat manusia seluruhnya, kecuali mereka yang telah sungsang fitrahnya, sakit dan berpenyakit hatinya lalu mereka tersesat jalan. Orang-orang mu'min juga memandangnya sebagai sumber atau mata air yang jernih bersih bagi ma’rifatullah, manusia hanya berselisih dalam approach aqidah mengenali "Allah", tetapi mereka tidak berselisih dalam hal lainnya, baik di zaman lampau atau zaman modern ini tentang beriman dengan wujud-Nya Allah dan kebesaran-Nya serta juga wajib mengenal-Nya serta berhubung dengan-Nya. Kumpulan umat manusia yang sehingga hari ini telah mencapai bilangan ribuan juta jiwa tidak pernah sunyi dalam kehidupan suatu umat mana pun daripada upacara menyembah “Allah” walaupun bagaimana cara dan upacara yang di lakukan oleh mereka, sepanjang sejarah umat manusia seluruhnya, tidak sunyi barang sehari pun daripada ”Aqidah kepercayaan Wujud-Nya Tuhan”. Bahasa-bahasa dunia, sama ada di zaman purba ataupun zaman sekarang ini yang berbagai-bagai gaya tuturnya dan asal usulnya itu, tidak pernah lari daripada rnenggambarkan pergolakan dan perasaan jiwa manusia, berhubung dengan aqidah ketuhanan dan perasaan yang berhubung dengan Allah. Semuanya ini menunjukkan, bahwa aqidah kepercayaan kepada Allah itu adalah fitrah semula jadi yang telah berpadu dengan manusia sejak mereka di jadikan, Allah menerangkan dengan firman-Nya : "Dan ingatlah ketika Tuhan mu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman) : "Bukankah Aku ini Tuhan kamu?” Mereka menjawab : ”Betul” (Engkaulah Tuhan kami)." (Q.S. Al-A'raf Ayat 172).
Seorang lelaki pernah bertanya kepada Ja’far As-Sadiq berkenaan dengan tentang “Allah”, untuk menjawabnya, ia bertanya kembali :
”Tidak pemahkah anda belayar di laut?”
”Pernah”, jawab orang itu.
”Pernahkah anda di landa ribut taufan?"
“Ya, pernah”, jawabnya lagi.
”Pada ketika itu, adakah anda merasa putus harapan daripada kelasi-kelasi dan alat-alat penyelamat?"
“Ya”.
”Adakah terlintas di hati anda dan tercetus di dalam jiwa anda pada ketika itu, bahwa di sana ada yang Kuasa Menyelamatkan anda jika Ia mau?”
"Ya, ada”, jawab orang itu.
”ltulah Dia Allah Ta'ala.
Keadaan dan peristiwa yang seperti inilah yang di isyaratkan oleh Al-Quran : "Dan apabila kamu di timpa bahaya di lautan, niscaya hilanglah siapa yang kamu seru, kecuali Dia." (Q.S. Al-Isra’ Ayat 67). 
Dan firman Allah : "Dialah yang menjalankan kamu di daratan dan di lautan, sehingga apabila kamu berada dalam bahtera dan meluncurlah bahtera itu membawa orang-orang yang ada di dalamnya dengan tiupan angin yang baik dan mereka bergembira, datanglah angin badai dan gelombang dari segenap penjuru menimpa mereka dan mereka yakin bahwa mereka telah terkepung (bahaya), maka mereka berdo’a kepada Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya semata-rnata, (Mereka berkata) : ”Sesungguhnya jika Engkau menyelamatkan kami dari bahaya ini, pastilah kami akan termasuk orang-orang yang bersyukur.” (Q.S. Yunus Ayat 22).

Posting Komentar untuk "AQIDAH KETUHANAN DAN PERKEMBANGANNYA"