Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer
Allah Swt berfirman : "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang di beri ilmu pengetahuan beberapa derajat." (Q.S. Al-Mujadalah : 11). Rasulullah Saw bersabda : "Barang siapa yang menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia, wajiblah ia memiliki ilmu, barang siapa yang ingin selamat dan berbahagia di akhirat, wajiblah ia mengetahui ilmu dan barangsiapa yang menginginkan kedua-duanya, wajiblah ia memiliki ilmu kedua-duanya pula." (H.R. Bukhari dan Muslim).

TASAWUF SARANA PENDEKATAN DAKWAH

Dakwah yang efektif membutuhkan pendekatan yang berubah-ubah sesuai dengan kondisi sosial dan budaya masyarakat guna mencapai sasaran, memahami arus mendasar dalam masyarakat tertentu merupakan modal dalam menyampaikan pesan-pesan dakwah. Kisah sukses para da’i yang menyebarkan Islam di Nusantara, khususnya di Jawa, yang biasa di sebut walisongo, itu pun tidak terlepas dari kebijakan mereka dalam mengapresiasi tradisi atau budaya asli yang sudah mengakar di masyarakat, tidak menghancurkannya dan menggantikannya dengan budaya Arab.
Islam yang di bawa para wali itu Islam sufi, Islam tasawuf dan mistik, penyebaran Islam yang berkembang secara spektakuler di Asia Tenggara, berkat peranan dan kontribusi da'i-da’i tasawuf dan itu di akui oleh sebagian besar sejarawan dan peneliti, hal itu di sebabkan oleh sifat-sifat dan sikap kaum sufi yang lebih kompromis dan penuh kasih sayang.
Tasawuf memang memiliki kecenderungan membentuk manusia yang terbuka dan berorientasi kosmopolitan, jika pada hakikatnya Islam adalah agama terbuka dan tidak mempersoalkan perbedaan etnis, ras, bahasa dan letak greografis, tasawuf Islam telah membuka wawasan lebih luas bagi keterbukaan meliputi keyakinan dan agama-agama lain, oleh karena itu, kita dapat menyaksikan peran mereka dalam penyiaran dakwah Islam di negeri-negeri yang mereka singgahi, termasuk di Nusantara, penyiaran Islam yang mereka lakukan berkembang tanpa perang. Para sufi yang memiliki sifat-sifat pemberi tanpa mengharap imbalan, mereka adalah seperti yang di gambarkan Al-Qur’an,"Orang-orang yang tidak terhalang olleh perdagangan dan jual beli untuk tetap menjalin hubungan dengan Allah." (Q.S. 24 : 37).
Keberhasilan mereka terutama di tentukan oleh pergaulan dengan kelompok masyarakat dari rakyat kecil dan keteladanan yang melambangkan puncak keshalehan dan ketaqwaan dengan memberikan pelayanan-pelayanan sosial dan bantuan dalam rangka kebersamaan dan rasa persaudaraan murni, dengan keteladanan ini, penduduk menjadi simpafi dan memeluk Islam serta mengakibatkan tersebarnya Islam di seluruh penjuru Indonesia sehingga negeri ini terbebas dari animisme dan syirik.
Suatu cara penyiaran agama yang masih tetap relevan dan patut menjadi percontohan hingga kini adalah kepulauan Indonesia ini merupakan tempat paling layak unkuk membuktikan kenyataan bahwa Islam di terima dan berkembang di tengah-tengah penduduknya yang memeluk agama lain, di setiap sudut negeri terdapat bukti nyata betapa keteladanan yang baik berperan dalam penyebarannya tanpa menggunakan kekerasan.
Itulah etika dakwah yang di ajarkan oleh para wali dalam menyebarkan Islam di tanah air ini, yang lebih menekankan budi pekerti yang baik (akhlakul karimah), di atas cara-cara lain yang tidak terpuji, seperti menakut-nakuti dan mcngintimidasi masyarakat.
Islam tidak mengenal cara-cara kekerasan untuk mengajak orang lain masuk dalam sistem keyakinan ini, cara-cara yang mengedepankan keluhuran budi, rnenghargai harkat dan martabat manusia serta menghargai tradisi yang di miliki oleh masyarakat, itulah model dakwah para sufi. Dengan kata lain, dakwah yang lebih menekankan pada aspek akhlak dan aspek batiniah yang di sebut dengan dakwah cara pendekatan ala tasawuf, karena inti dari tasawuf membangun adalah akhlak, di samping dakwah yang lebih mengedepankan aspek bafininiah, ada juga dakwah yang hanya menekankan pada aspek ketaatan kepada hukum-hukum agama secara formal atau tepatnya ketaatan secara fiqhiyah saja, misalnya, syahadat, shalat, puasa, zakat dan haji, artinya, kalau orang sudah melaksanakan tuntunan syari'at seperti syahadat, shalat, puasa, zakat dan pergi haji sudah di anggap orang Islam yang sempurna, padahal bisa saja orang yang sudah melaksanakan tuntunan fiqih itu perilakunya jelek, koruptor, tukang makan harta rakyat, memeras masyarakat, tetapi ia merasa sudah sempurna Islamnya, padahal ajaran Islam bukan fiqih saja, tetapi juga ada akidah dan akhlak.
Adapun materi dakwah yang di ajarkan oleh para wali, adalah meliputi pada aqidah, syari'ah dan tasawuf, bidang aqidah berisi pandangan dan pemikiran yang mengajak kepada tauhid, menjauhj syirik dan meninggalkan kesesatan yang terdapat dalam kepercayaan-kepercayaan kebatinan dan kepercayaan lainnya yang terbilang sesat dam kafir,
Tauhid yang secara murni, sifat-sifat Allah dan nama-nama-Nya, kemudian menegaskan bahwa manusia memiliki kebebasan berusaha, persis seperti konsep Asy’ariyah, seharusnya manusia selalu berusaha agar perilakunya sesuai lahir batin dengan ketentuan-ketentuan syariat Allah dan berbuat berdasarkan cinta kepada Rasulullah Saw, dengan di dorong hasrat ingin rnengikuti sunnahnya.
Walisongo adalah pengikut mazhab Asy-Syafi’i dalam bidang syariah dan Al-Ghazali dalam bidang Thariqat, maka tak heran jika mereka menjadikan Kitab Ihya 'Ulumuddin Al-Ghazali sebagai sumber inspirasi dalam materi dakwahnya di samping kitab-kitab andalan ahlu sunnah lainnya, seperti Qut Al-Qulub karya Abu Thalib Al-Makki, Al-Washaya karya Al-Muhasibi dan Bidayah Al-Hidayah dan Minjahd Al-Abidin karya Al-Ghazali.
Kitab-kitab tersebut sampai saat ini masih menjadi pegangan para kiai di pesantren dan menjadi kajian para santri, terutama pesantren-pesantren dalam kategori salaf (tradisional), maka tidak aneh kalau para alumni pondok pesantren salaf ketika menjadi da'i dan mubaligh, pesan-pesan dakwah mereka banyak merujuk pada Al-Ghazali, Al-Muhasibi dan ulama-ulama sufi lainnya.

Posting Komentar untuk "TASAWUF SARANA PENDEKATAN DAKWAH"