Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer
Allah Swt berfirman : "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang di beri ilmu pengetahuan beberapa derajat." (Q.S. Al-Mujadalah : 11). Rasulullah Saw bersabda : "Barang siapa yang menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia, wajiblah ia memiliki ilmu, barang siapa yang ingin selamat dan berbahagia di akhirat, wajiblah ia mengetahui ilmu dan barangsiapa yang menginginkan kedua-duanya, wajiblah ia memiliki ilmu kedua-duanya pula." (H.R. Bukhari dan Muslim).

SYUF'AH (HAK PRIORITAS)

Definisi Syuf'ah
Syuf'ah berasal dari kata syaf', yang secara bahasa berarti ”memadukan", maksudnya adalah memadukan kepemilikan menjadi satu melalui akad jual beli, sedangkan secara terminology, pengertian syuf'ah adalah : ”Akad yang objeknya rnemindahkan hak milik kepada rekan syirkah sesuai harga pembelian untuk mencegah kemudharatan.”
Hak syuf’ah dapat di berikan kepada pihak-pihak tertentu atas dasar kepercayaan, menurut hukum negara pada Pasal 1009 KUH Perdata Islam (Majalla Al-Ahkam AI-'AdaIiyah), hak syuf'ah itu di miliki oleh (1) orang yang menjadi anggota pemilik bersama suatu barang, (2) orang yang memiIiki percampuran hak atas harta yang di jual, (3) orang yang bertetangga langsung.

Pada zaman jahiliyah, seseorang yang akan menjual rumah atau kebun mereka, selalu di datangi oleh tetangga, teman atau sahabatnya untuk meminta syuf’ah dari apa yang akad jualnya, kemudian pemilik menjual dengan memprioritaskan yang lebih dekat daripada yang jauh, terlebih Iagi pihak yang belum di kenal.
Hikmahnya di bolehkannya syuf'ah adalah untuk mencegah terjadinya kemudharatan, karena hak pemilikan oleh syafi' dapat menghindari pembelian pihak asing (ajnabi) yang keberadaannya belum di kenal.

Landasan Syariah
Para Fuqaha sepakat, bahwa syuf’ah di syaratkan untuk tujuan kemaslahatan, mengamalkan syuf’ah hukumnya adalah mubah, bahkan ada sunnah, dalil-dalil syariah yang menjadi dasar hukum berlakunya akad syuf’ah adalah : Dari Jabir Ra, bahwa Rasulullah Saw menetapkan : "Syuf’ah untuk segala sesuatu yang belum di bagi, maka ketika ada pembatasan dan sudah ada pembagian secara jelas, maka syuf’ah menjadi tidak ada." (H.R. Bukhari). "Barang siapa yang bermitra dalam kepemilikan kebun kurma atau rumah, maka dia tidak boleh menjualnya sebelum mitranya mengizinkannya, apabila mitranya itu menghendaki, maka dia boleh memperjual belikannya dan jika tidak menghendaki, dia pun boleh membiarkannya." Dalam riwayat Iainnya, Rasulullah Saw menetapkan syuf’ah untuk semua persekutuan yang belum di bagi, baik berbentuk rumah maupun kebun, karena itu, tidak di halalkan menjual sebelum meminta izin mitranya, jika mitranya menghendaki, maka dia boleh membelinya dan jika tidak menghendaki, dia boleh meninggalkannya, apabila penjualan berlangsung tanpa izin, maka mitra itulah yang paling berhak membelinya." (H.R.Muslim).
Dari hadits tersebut di ketahui, bahwa sebelum seseorang menjual aset tertentu kepada pihak lain yang tidak di kenal, maka sebelumnya di anjurkan untuk menawarkan kepada mitranya yang telah di kenal terlebih dahulu.
lbnu Hazm berkata : "Tidak di halalkan bagi orang yang berkongsi menjual barang kepada orang lain sebelum di tawarkan kepada mitranya dalam perkongsiannya, jika mitra itu akan membelinya, maka harus membayar kepada rekan pemiliknya sesuai dengan harga yang di berlakukan pada pembeli Iain, karena dalam hal ini mitranya lah yang lebih berhak membelinya."
Menurut Imam Nawawi (dalam syuf’ah) memberitahukan kepada mitra kongsi hukumnya adalah sunnah, begitupun sebaliknya, melakukan penjualan sebelum adanya pemberitahuan, hukumnya menjadi makruh, bukan di haramkan.

Ketentuan Syuf'ah
Syuf'ah merupakan ketetapan Rasulullah Saw yang tidak ada alasan membantahnya, untuk mencapai tujuan Syuf'ah, beberapa ketentuan yang perlu di perhatikan adalah :


(1). Syafi’ sebagai pihak yang menerima hak syuf’ah harus memenuhi syarat sebagai subjek hukum. Syafi’ yang akan membeli melalui hak syuf’ah adalah partner syirkah yang terkait dengan objek (musya), berlakunya hak syuf’ah di tentukan berdasarkan kesediaan syafi'. Syuf'ah adalah berlaku bagi siapapun yang mengusulkannya, maksudnya, apabila syafi' mengetahui adanya penjualan benda yang termasuk kategori syuf’ah dan berminat untuk membelinya,maka wajib baginya untuk segera menggunakan haknya, karena apabila tidak menyegerakan, meskipun telah mengetahui, maka hak syuf’ahnya menjadi gugur. Ketentuan ini di buat untuk mencegah terjadinya kemudharatan bagi pihak yang akan menjual, di katakan demikian, karena kepemilikannya terhadap barang yang akan di jual belum bersifat tetap, sehingga tidak memungkinkan untuk di kelola dan di kembangkan. Dalam suatu akad yang terkait objek tertentu, maka janganlah menjual kepada orang Iain yang tidak di kenal, terutama sebelum di tawarkan kepada mitranya yang Iebih dulu di kenal. Jika syuf’ah terjadi untuk Iebih dari satu orang syafi’ dan masing-masing merupakan pemilik saham secara terpisah, maka setiap syafi’ mengambil barang jual beli tersebut sebatas jumlah sahamnya saja, karena suatu hak yang dapat mendatangkan faedah hanya bergantung pada"sebab kepemilikan" sehingga harus di sesuaikan dengan batas kepemilikannya, kalau yang berhak untuk syuf’ah itu ada beberapa orang, mereka berhak mengambil sekadar bagian masing-masing. Mengambil Syuf'ah hendaklah dengan segera, berarti apabila ia mengetahui bahwa serikatnya sudah menjual bagiannya, hendaklah ia segera menuntut syuf'ah, maka apabila di lalaikannya, hilanglah haknya untuk mengambil barang itu dengan paksa, namun di samping untuk mitra syirkah, hak syuf'ah juga dapat berlaku terhadap tetangga. Dalam kehidupan bertetangga, apabila mereka mempunyai hak milik bersama (saling berdekatan), misalnya berupa tanah pekarangan, maka bagi masing-masing berlaku hak syuf’ah ketika salah satu pihak akan menjualnya. Dalam suatu riwayat, Jabir Ra menyatakan, bahwa Rasulullah Saw bersabda : 

”Tetangga itu lebih berhak mendapatkan hak syuf'ah tetangganya, jika ia sedang bepergian, harus di tunggu untuk menerima syuf'ah, apabila jalan keduanya satu, hak syuf'ah itu tetap berlaku, meskipun tidak ada di tempat." (H.R.Ibnu Majah dan At-Tirmidzi).
Hak syuf'ah bagaikan ikatan yang mudah di lepas, melalui transaksi dengan pihak tertentu, hak syuf'ah bisa menjadi tidak berlaku, kemungkinan transaksi bisa terjadi, ketika pemilik hak syuf'ah sendiri tidak memanfaatkan haknya untuk mengambil alih kepemilikan objek yang akan di jual. Hak syuf’ah di larang untuk di alihkan kepada pihak Iain, kecuali telah memenuhi syarat untuk mendapatkan hak syuf'ah, sebab pengalihan hak syuf'ah kepada pihak Iain (asing) yang tidak memenuhi syarat, akan bertentangan dengan tujuan di syari'atkannya syuf'ah dari pemilik pertama, tujuan syuf'ah adalah untuk menghindari kemudharatan akibat jatuhnya kepemilikan objek tertentu ke tangan orang Iain yang belum di kenal.
 

(2). Adanya objek yang di-syuf'ahkan(masyfu’), pada prinsipnya, objek syuf’ah berlaku terhadap segala sesuatu, berlakunya objek syuf'ah pada harta benda, ada yang bersifat bergerak maupun tidak bergerak, dalam hal ini, kalangan ulama ada dua pendapat, menurut jumhur fuqaha, objek syuf'ah adalah benda yang tidak bergerak (mal al-’uqar). Menjadikan benda tidak bergerak sebagai objek syuf'ah merupakan keutamaan, di katakan demikian, karena ada pendapat lain yang menyatakan, syuf'ah boleh berlaku pada harta yang bergerak (mal al-manqul), dengan syarat selama harta tersebut dapat menimbulkan kemudharatan apabila berada dalam penguasaan pihak lain, dalil hukum menjadikan segala sesuatu sebagai objek syuf’ah adalah hadits riwayat lbnu Abbas Ra yang menyatakan : "Rasulullah Saw menetapkan ketentuan Syuf’ah adalah berlaku untuk segala sesuatu.” Alasan syuf'ah dapat berlaku pada semua benda adalah karena kemudharatan yang juga mungkin terjadi pada benda yang bersifat tidak bergerak dapat pula terjadi pada benda yang dapat di pindahkan.
 

(3). Objek syuf’ah berlaku terhadap kepemilikan bersama (al-mal al-musytarak) yang belum di bagi, syarat di bolehkannya pembagian harta benda dalam syuf’ah adalah selama tidak mengurangi nilai kemanfaatan benda tersebut, karenanya, apabila dalam pembagiannya ternyata tidak mendatangkan manfaat, maka syuf'ah itu menjadi tidak berlaku.”RasuIuIlah Saw menetapkan syuf’ah untuk segala jenis (harta bersama) yang belum di bagi, apabila terjadi batasan hak dan telah jelas tindakannya, maka tidak ada syuf’ah.”
 

(4). Pengalihan barang syuf’ah melalui akad jual beli.
Menurut Mazhab Hanafi, hak syufah hanya boleh berlaku pada barang tertentu melalui jual beli, dengan demikian, berarti tidak ada syuf'ah yang berpindah kepemilikan selain akad jual beli. Syufah merupakan bentuk kepemilikan harta tertentu oleh syafi' dari hasil pembelian dengan harga sesuai dengan nilai yang biasa (berlaku) di bayar oleh pembeli Iain, untuk memiliki barang syuf'ah, syafi’ di syaratkan mengambil barang secara keseluruhan, apabila syafi’ hanya mengambil sebagian saja, maka hak syuf'ah gugur secara keseluruhan, setelah barang di ambil alih, syafi’ menyerahkan kepada pihak pembeli sebagai pemilik hak syuf'ah sejumlah harga sesuai yang telah di akadkan. ”Syaff’ lebih berhak dengan harga yang di tawarkan (H.R.Al-Jauzjani). Berdasarkan hadits tersebut, syafi’ mendapatkan hak prioritas untuk menerima harga di tawarkan, pembayaran dapat di lakukan secara tunai maupun tangguh sesuai kesepakatan, apabila harga di tangguhkan, maka pihak syafi' di bolehkan melakukan pembayaran secara bertahap dalam jangka waktu tertentu. Imam Syafi'i dan kalangan mazhab Hanafi berpendapat, bahwa syafi' boleh menentukan pilihan, jika pembayarannya di segerakan (tunai), maka syuf’ah di segerakan, jika tidak tunai, maka di tangguhkan sampai waktu tertentu.

Posting Komentar untuk "SYUF'AH (HAK PRIORITAS)"