Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer
Allah Swt berfirman : "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang di beri ilmu pengetahuan beberapa derajat." (Q.S. Al-Mujadalah : 11). Rasulullah Saw bersabda : "Barang siapa yang menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia, wajiblah ia memiliki ilmu, barang siapa yang ingin selamat dan berbahagia di akhirat, wajiblah ia mengetahui ilmu dan barangsiapa yang menginginkan kedua-duanya, wajiblah ia memiliki ilmu kedua-duanya pula." (H.R. Bukhari dan Muslim).

Rukun dan Syarat Syuf'ah

Rukun dan Syarat Syuf’ah adalah meliputi sebagai berikut :

1. Masyfu' benda-benda yang di jadikan barang Al-Syuf’ah, ini syarat-syarat yang harus di penuhi oleh benda-benda yang di jadikan benda syuf’ah, barang yang di syuf'ahkan berbentuk barang tetap (’uqar), seperti tanah, rumah dan hal-hal yang berkaitan dengan keduanya, seperti tanaman, bangunan, pintu-pintu, pagar, atap rumah dan semua yang termasuk dalam penjualan pada saat di lepas.

Pendapat ini adalah pendapat jumhur ahli fiqh, sedangkan alasan yang di gunakan adalah sebuah hadist dari Jabir Ra, yaitu : ”Rasulullah Saw menetapkan, untuk setiap benda syirkah yang tidak dapat di bagi-bagi seperti rumah atau kebun.”

2. Syafi’, yaitu orang yang akan mengambil atau menerima Syuf’ah.

Syarat-syaratnya adalah sebagai berikut :

a. Orang yang membeli secara syuf'ah adalah partner dalam benda atau barang tersebut, per-partner-an mereka lebih dahulu terjalin sebelum penjualan, tidak adanya perbedaan batasan di antara keduanya, sehingga benda itu menjadi milik mereka berdua secara bersamaan. ”Rasulullah Saw menetupkan Syuf’ah untuk segala jenis yang tidak di pecah dan apabila terjadi batasan hak (had), kemudian perbedaan hak sudah jelus, maka tidak ada syuf’ah.” Ali, Usman, Umar, Syaid Al-Musayyab, Sulaiman bin Yasar, Umar bin Abdul Aziz, Rabi'ah Malik, Syafi’i, Audza'i, lshaq, Ubaidillah bin Hasan dan lmamiyah berpendapat, bahwa syuf'ah tidak berlaku terhadap barang yang apabila di bagi atau di pecah akan hilang manfaatnya, seperti kamar mandi dan wc.

b. Syarat yang kedua adalah bahwa Syafi’i meminta dengan segera, maksudnya, Syafi’i jika telah mengetahui penjualan, ia wajib meminta dengan segera jika hal itu memungkinkan, jika ia telah mengetahuinya, kemudian memperlambat permintaan tanpa adanya uzur, maka haknya gugur. Alasannya adalah jika Syafi’i memperlambat permintaannya, niscaya hal ini berbahaya buat pembeli, karena kepemilikannya terhadap barang yang di beli tidak mantap (labil) dan tidak memungkinkan ia bertindak untuk membangunnya karena takut tersia-sianya usaha dan takut di syuf’ah. Jika Syafi'i tidak ada atau belum mengetahui penjualan atau tidak mengetahui, bahwa memperlambat dapat menggugurkan syuf’ah, dalam keadaan seperti ini haknya tidak gugur. Salah satu riwayat dari Abu Hanifah bahwa permintaan tidak wajib dengan segera setelah mengetahui, karena syafi’i memerlukan pertimbangan dalam persoalan ini, maka ia berhak khiar seperti khiar dalam jual beli. lbnu Hazm berpendapat bahwa penetapan syuf’ah di wajibkan oleh Allah, maka ia tidak boleh gugur karena tertinggalnya delapan puluh tahun sekalipun, kecuali jika Syafi’i sendiri yang menggugurkannya.

c. Syafi'i memberikan kepada pembeli sejumlah harga yang telah di tentukan ketika akad, kemudian Syafi'i mengambil syuf’ah harga yang sama jika jual beli itu mitslian atau dengan suatu nilai jika di hargakan.

d. Syafi'i mengambil keseluruhan barang, maksudnya, jika syafi'i meminta untuk mengambil sebagian, maka semua haknya gugur apabila syuf’ah terjadi antara dua syafi'i atau lebih, sebagian syafi'i melepaskannya, maka syafi'i yang Iain harus menerima semuanya. Hal ini di maksudkan agar benda syuf’ah tidak terpilah-pilah atas pembeli.

3. Masyfu’ min hu, yaitu orang tempat mengambil syuf'ah.
Di syaratkan pada masyfu’ min hu bahwa ia memiliki benda terlebih dahulu secara syarikat.

Pewaris Syuf'ah
Jika seseorang berhak memperoleh syufah, kemudian meninggal dunia dan dia dalam keadaan tidak atau belum mengetahui atau ia tahu tetapi meninggal sebelum dapat melakukan pengambilan, maka haknya beralih kepada ahli waris, alasannya adalah bahwa syuf’ah di qiyaskan kepada irts.

Tindakan Pembeli
Tindakan pembeli terhadap harta sebelum Syafi’i menerima syuf’ah di nyatakan sah karena ia bertindak terhadap miliknya. Jika suatu ketika pembeli menjualnya lagi kepada orang lain, syafi’i berhak melakukan syuf’ah terhadap salah satu dari dua penjualan. Jika pembeli harta menghibahkannya, mewakafkannya, menshadaqahkannya atau yang sejenisnya, syafi’i kehilangan hak syuf'ahnya sebab pemilikan barang tersebut tanpa ganti.
Syuf'ah adalah pemilikan barang yang merupakan milik bersama oleh salah satu pihak, dengan jalan membayar harganya kepada mitranya sesuai dengan harga yang biasa di bayar oleh pembeli lain. 
Dasar hukumnya adalah berdasar hadis Nabi Saw yang telah di sebutkan terdahulu, Nabi Saw menetapkan syuf'ah untuk barang yang belum di pecah dan jika ada batasannya (had) serta batasan-batasannya sudah dapat di bedakan, maka sudah tidak ada syuf’ah lagi.

Posting Komentar untuk "Rukun dan Syarat Syuf'ah"