Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer
Allah Swt berfirman : "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang di beri ilmu pengetahuan beberapa derajat." (Q.S. Al-Mujadalah : 11). Rasulullah Saw bersabda : "Barang siapa yang menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia, wajiblah ia memiliki ilmu, barang siapa yang ingin selamat dan berbahagia di akhirat, wajiblah ia mengetahui ilmu dan barangsiapa yang menginginkan kedua-duanya, wajiblah ia memiliki ilmu kedua-duanya pula." (H.R. Bukhari dan Muslim).

PEMBAGIAN HUKUM SYARl'AT

Hukum syari'at di bagi menjadi dua bagian, yaitu Taklifiyyah (pembebanan) dan Wadh'iyyah (peletakan), selanjutnya Al-Ahkam At-Taklifiyyah ada pula lima, yaitu : wajib, mandub (sunnah), harom, makruh dan mubah.
1. Wajib, secara bahasa adalah "yang jatuh dan harus", secara istilah adalah "Apa-apa yang di perintahkan oleh pembuat syari'at dengan bentuk keharusan", seperti shalat, puasa, puasa, zakat dan haji. Sesuatu yang wajib itu bagi pelakunya di ganjar jika ia melakukannya untuk mendapatkan pahala (ikhlas) dan orang yang meninggalkannya mendapatkan adzab kecuali bertaubat.
2. Mandub (sunnah), secara bahasa adalah "yang di seru", secara istilah adalah "Apa-apa yang di perintahkan oleh syari'at tidak dalam bentuk keharusan", seperti shalat-shalat sunnah. Segala sesuatu yang di perintahkan oleh syari'at berupa tambahan perbuatan", namun tidak dengan bentuk keharusan atau yang wajib dan sesuatu yang mandub (sunnah) itu pelakunya di ganjar jika ia melakukannya untuk mendapatkan pahala (ikhlas) dan orang yang meninggalkannya tidak mendapatkan adzab.

3. Haram, secara bahasa "yang di larang", secara istilah adalah "Apa-apa yang di larang oleh syari'at dalam bentuk keharusan untuk di tinggalkan”, seperti durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya juga pada orang tua. ini adalah dalam bentuk perbuatan dan perkataan yang suatu keharusan untuk di tinggalkan, sesuatu yang haram itu pelakunya di ganjar jika ia meninggalkannya untuk mendapatkan pahala (ikhlas) dan orang yang melakukannya akan mendapatkan adzab kecuali bertaubat.
4. Makruh, secara bahasa adalah "yang di murkai", secara istilah yaitu "Apa-apa yang di larang oleh syari'at tidak dalam bentuk keharusun untuk di tinggalkan”, seperti mengambil sesuatu dengan tangan kiri dan memberi dengan tangan kiri dan tidak dalam bentuk keharusan untuk di tinggalkan dan sesuatu yang makruh itu pelakunya di ganjar jika ia meninggalkannya untuk mendapatkan pahala (ikhlas) dan orang yang melakukannya tidak mendapatkan adzab.
5. Mubah, secara bahasa adalah "yang di umumkan dan di izinkan dengannya", secara istilah yaitu "Apa-apa yang tidak berhubungan dengan perintah dan larangan secara asalnya", seperti makan pada malam hari di bulan Ramadhan, mubah adalah perbuatan yang senantiasa berada pada sifat boleh (mubah), maka ia tidak mengakibatkan ganjaran dan tidak pula adzab, namun sebagai contoh di atas tadi, alangkah lebih bagus membanyakkan dzikir dan ibadah lainnya pada malam ramadhan daripada membanyakkan makan-makan, walaupun di bolehkan tapi tidak menjadikan amal shaleh.

AL-AHKAM AL-WADH'IYYAH
Apa-apa yang di letakkan oleh syari'at dari tanda-tanda untuk menetapkan atau menolak, melaksanakan atau membatalkan dan di antaranya adalah sah dan rusak, tidak sah-nya sesuatu.
1. Sah, secara bahasa adalah yang selamat dari penyakit, secara istilah yaitu apa-apa yang pengaruh perbuatannya berakibat padanya, baik itu ibadah ataupun akad, maka sah dalam ibadah adalah apa-apa beban yang terlepas dengannya, yakni ibadah yang sah dan tuntutan gugur dengannya. Dan sah dalam akad adalah apa-apa yang pengaruh adanya akad tersebut yang berakibat pada keberadaannya, seperti pada suatu akad jual beli yang berakibatkan kepada kepemilikan sesuatu setelah jual beli. Dan tidaklah sesuatu itu menjadi sah kecuali dengan menyempurnakan syarat-syaratnya dan tidak ada penghalang-penghalangnya, contohnya dalam ibadah, yakni seseorang mendatangi shalat pada waktunya dengan menyempurnakan syarat-syaratnya, rukun-rukunnya dan kewajiban-kewajibannya. 


Selanjutnya yang perlu di ingat adalah :
1. Fasid dalam ibadah, yaitu apa-apa beban yang tidak terlepas darinya dan tuntutan tidak gugur dengannya, misalnya melaksanakan shalat sebelum waktunya.
2. Fasid dalam akad, yaitu apa-apa pengaruh akad tersebut yang tidak berakibat padanya, tidak memiliki dampak, misalnya menjual sesuatu yang belum di tentukan apa itu yang di jual. Dan semua yang fasid (rusak) dalam ibadah, akad dan syarat-syarat maka itu adalah haram, karena yang demikian termasuk melampaui batasan-batasan Allah dan menjadikan ayat-ayat-Nya sebagai olok-olokan dan karena Nabi Saw mengingkari orang yang mensyaratkan syarat-syarat yang tidak ada dalam kitabullah (Al-Qur'an). Fasid dan batil memiliki makna yang sama kecuali dalam dua tempat, yaitu :
1. Dalam ihram, para ulama membedakan keduanya, bahwa yang fasid adalah apabila seorang yang ihram menyetubuhi istrinya sebelum tahallul awal dan yang batil adalah apabila seseorang murtad dari Islam.
2. Dalam nikah, para ulama membedakan keduanya, bahwa yang fasid adalah apa-apa yang di perselisihkan para ulama dalam kerusakannya, seperti nikah tanpa wali dan batil adalah apa-apa yang di sepakati kebatilannya, misalnya menikahi wanita yang masih dalam ‘iddah-nya.