Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer
Allah Swt berfirman : "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang di beri ilmu pengetahuan beberapa derajat." (Q.S. Al-Mujadalah : 11). Rasulullah Saw bersabda : "Barang siapa yang menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia, wajiblah ia memiliki ilmu, barang siapa yang ingin selamat dan berbahagia di akhirat, wajiblah ia mengetahui ilmu dan barangsiapa yang menginginkan kedua-duanya, wajiblah ia memiliki ilmu kedua-duanya pula." (H.R. Bukhari dan Muslim).

KEBEBASAN DALAM AL-QUR'AN

Kebebasan mengandung sejenis konsepsi, yang mana manusia di lingkupi oleh benTuk perasaan tertentu ketika mendengar kata ini, penisbatan sentimental kepada kebebasan, yaitu bahwa manusia merasa kebebasan ada dalam dirinya sendiri, bukanlah suatu fenomena baru dalam sejarah manusia, ataupun ia bukan suatu bagian dan kemajuan kapitalis modern maupun masyarakat komunis. Eksploitasi konsep kebebasan ini oleh kebudayaan modern tertentu yang telah menyelewengkan penisbatan sentimental manusia kepada kebebasan, dengan sendirinya rnemperlihatkan betapa eratnya hubungan antara manusia dengan kebebasan, melalui sejarah, keeratan hubungan ini telah mengejawantahkan dirinya sendiri dalam berbagai cara.
Jika kita mernpelajari asal usul manusia melalui sejarah, kita akan rnenyaksikan bahwa kendatipun terdapat berbagai perbedaan dan keragaman dalam metode dan tujuan peperangan yang berkelanjutan, di teruskan oleh para pendukung dari berbagai jenis ideologi dengan berpijak pada doktrin-doktrin mereka, maka senantiasa ada satu faktor umum di balik setiap perjuangan manusia.

Melalui sejara dan sampai sekarang, manusia telah berjuang sejak lama untuk memperoleh kebebasan.Sejak awal penciptaan perasaan sentimental ini (yakni kebebasan), yang bersifal konstruktif dan memotivasi, senantiasa ada dalam hati manusia, yang membimbing kehendaknya, selain mempunyai organ-organ tubuh dan sistem-sistem fisik, manusia pun di lengkapi dengan kekuatan berkehendak, itulah mengapa ia mencintai kebebasan. Kebebasan merupakan demonstrasi aktual dan praktis dari kehendak manusia, serta kemampuannya untuk menggunakan kekuatan ini. Sejak awal, manusia percaya bahwa kekuatan mutlak adalah tidak mungkin bagi orang yang tinggal di tengah-tengah masyarakat, karena kekuatan mutlak dari semua individu akan berefek pada hilangnya kebebasan bagi semua orang dan akan berpuncak pada chaos serta kesemrawutan. Fakta ini menjelaskan bahwa konsepsi kebebasan mutlak tidak lebih daripada sebuah ide, dari awal kehidupan sosial manusia, persoalan penting yang telah mengkonfrontasinya adalah peniadaan batasan kebebasan seorang individu pada masyarakat, dengan cara itu, masyarakat tidak bisa menekan kebebasan orang lain. Kebudayaan Barat telah menciptakan ukuran standar terhadap masalah ini dan mencoba menawarkan kebebasan maksimal kepada para individu, meskipun tentu saja, sampai kepada tingkat yang tidak memperlemah kebebasan orang lain. Kebebasan seorang individu mencapai puncak tertingginya ketika beranjak untuk melangggar batas-batas kebebasan orang Iain, bagaimanapun, setelah memberikan kebebasan jenis ini, kebudayaan barat jarang mengemukakan pertanyaan penting semacam ini, bagaimanakah cara memanfaatkan kebebasan? Efek apa yang akan terjadi pada masyarakat? Reaksi intelektual dan psikologis apa yang akan muncul? Berdasarkan tolok ukur barat, stempel kebebasan manusia adalah bebas berkaitan dengan perbuatannya, perilakunya dan akhlaknya bisa memberikan bentuk praktis kepada keinginannya, umpamanya, seorang pemabuk yang telah minum minuman keras sebanyak yang ia suka dan bisa kehilangan kesadaran serta kontrol-diri secara mutlak. Berdasarkan interpretasi terhadap kebebasan jenis ini, manusia mempunyai hak untuk menggunakan kebebasannya sepanjang kebebasan orang tidak terganggu, kepuasan yang di berikan oleh jenis kebebasan ini meracuni manusia sejak lama, ia mengira bahwa kebebasan itu adalah unluk pertama kalinya bagi dirinya. Kini ia lelah mencapai kebebasan dari semua penindasan yang telah ia perjuangkan bertahun-tahun dalam menggapainya. Ia bahagia karena bisa melakukan apa pun yang ia sukai sccara terang-terangan dan tanpa rasa takut, kendati demikian, mimpi indah ini tidak berusia lama.
Perlahan-lahan manusia bangun dari mimpinya dan meraih kesadarannya, ia menyadari kebebasan yang demikian itu sebenarnya telah memukau manusia, mengubah kepribadiannya dan menempatkannya pada jalan yang salah. Bagaimana caranya agar manusia mengetahui kebenaran yang pahit ini? Bagaimana ia bisa memperoleh kebebasan hakikinya? Ini merupakan pertanyaan mendasar di mana Islam telah mengidentifikasinya 14 abad yang silam. Islam tidak memiliki kandungan kebebasan dengan makna yang siksi yang berlangsung di alam eksperimental manusia telah terjadi. Islam telah jauh melampaui barat dan melukiskan kebebasan dengan makna yang lebih dalam serta lebih ekstensif.
Hal ini bisa di sebut “suatu revolusi besar dalam konsepsi kebebasan manusia”. Melalui revolusi ini, Islam tidak melakukan kontrol aspirasi manusia melalui batasan-batasan dan tekanan-tekanan ekstemal, revolusi ini bertujuan pada perubahan spiritual dan mental yang berpuncak pada pencapaian kebebasan manusia yang hakiki, dengan demikian, ia memberikan kepada manusia jenis kebebasan tertinggi dan paling baik yang tidak pemah ia ketahui melalui sejarah. Kebebasan yang di berikan kepada manusia oleh kebudayaan barat berawal dari pembebasan dan bermuara pada, seperti akan kami jelaskan, berbagai jenis ikatan dan kepatuhan. Di sisi lain, menurut konsepsi Islam yang secara diametris bertolak belakang dengan kebebasan barat, kebebasan berawal dari penghambaan manusia kepada Allah dan penyembahan kepada-Nya dan berakhir kepada penolakan terhadap setiap ikatan-ikatan dan ketundukan duniawi, Al-Qur’an mengatakan : “Marilah kepada suatu kalimat yang tidak ada perselisihan antara kami dan kalian, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatu pun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian Iain sebagai tuhan selain Allah.” (Q.S. Ali lmran : 64).

Islam mengawali kebebasan manusia dengan suatu perubahan pada kandungan individual, sebagaimana di ketahui, kebebasan tidak berarti bahwa seorang manusia di beri tangan yang bebas dan berkata : “Cara ini terbuka bagi anda, anda berjalan bersamanya" dan kcmudian ia di tinggal sendirian, Islam hanya mengakui bahwa kebebasan adalah penting dan berguna. Dengan kebebasan, manusia dapat menjaga nilai kemanusiaan dan kepribadiannya sepanjang kehidupannya. Semua hal ini tergantung pada satu poin: pertama-tama manusia harus mernbebaskan dirinya sendiri dari ikatan nafsu dan hasrat-hasratnya yang buruk. Ia mesti bertindak dengan sedemikian rupa sampai nafsunya harus patuh kepadanya sebagai suatu nasihat, akan tetapi, nafsu tidak mendominasi kehendaknya dan membiarkan perbuatan individualnya selama hidup dalam keadaan tak berdaya. Jelasnya, jika kehendak manusia di dominasi oleh nafsunya dan hasrat-hasrat buruknya, sejak permulaan ia adalah pecundang. Ia mungkin mengira bahwa ia mempunyai “kebebasan mutlak”, akan tetapi, jika akal dan sifat utama lainnya yang membedakannya dari binatang dalam keadaan terbelenggu, maka tak pelak lagi ia tidak akan bisa melakukan kewajibannya secara benar dan lepat.

Kita mengetahui bahwa kebebasan manusia secara total berbeda dcngan binatang, meskipun keduanya melakukan tindakan-tindakan mereka berdasar kehendak mereka sendiri, manusia memiliki kekuatan lain di samping kehendaknya. Kekuatan itu adalah kekuatan pengendalian hasrat-hasral sensualnya. Ia menggunakan kekuatan ini sesuai dengan penalaran logisnya. Oleh karenanya, jika kita mengambil kebebasan secara khusus pada makna eksternalnya dari kebebasan perbuatan dan memberikan kepada manusia semua kesempatan pemenuhan hasrat-hasrat sensual dan jahatnya sebagaimana telah di lakukan oleh kebudayaan barat, maka secara bertahap kebebasan berpikir dan kebebasan intelektual manusia akan di hambat serta di tunggangi oleh aspek kebebasan hewani, yang berarti pemuasan hasrat-hasrat hewani. Suatu zaman akan muncul, ketika di tengah-tengah jalan, manusia akan bangun dari tidurnya secara tiba-tiba, namun pada saat itu sia akan menjumpai dirinya sendiri di dominasi oleh kehendak dan hasratnya secara tak berdaya dan bukan pada posisi untuk mengendalikan keduanya. Sebaliknya, jika kita membentuk kembali manusia ini dan mengangkatnya pada jalur yang tepat, tentu kita akan menghasilkan sosok manusia yang sepenuhnya sempurna, merniliki kepribadian manusiawi dan tegar di tengah-tengah masyarakat. Manusia mesti menyadari, bahwa ia tidak di ciptakan hanya untuk memuaskan hasrat-hasrat sensualnya bagaikan seekor binatang, ia seyogyanya mendidik dirinya sendiri dari belenggu hasrat-hasral sensualnya dan akhirnya menjadi pemilik kehendaknya sendiri. Oleh karenanya, hanya manusia merdeka yang akan eksis. Seorang manusia yang sanggup mengatakan “ya” atau “tidak” kepada ajakan hasrat-hasratnya dan dorongan nafsunya dan yang tidak menjatuhkan dirinya dengan menjadi seorang yang terpenjara oleh hasrat-hasrat palsunya dan kenikmatan-kenikmatan sesaat.

Sebenarnya Islam telah mengambil langkah-langkah untuk menciptakan manusia seperti itu, sebagaimana Islam telah mengangkat manusia dari bumi, mengisolasinya dari objck-objek sementara dan membukakan baginya tujuan-tujuan yang lebih tinggi, Islam pun ingin mengelakkan manusia dan nafsunya yang mendorong kepada keburukan. Al-Qur’an mengatakan : “Di jadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang di ingini, yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (syurga). Katakanlah: “Sudikah kalian aku kabarkan tentang apa yang lebih baik dari yang demikian itu?" Untuk orang-orang yang bertaqwa (kepada Allah), pada sisi Tuhan mereka ada syurga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya dan (ada pula) isteri-isteri yang di sucikan serta keridhaan Allah dan Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya.” (Q.S. Ali Imran : 14-15). Ayat ini menyatakan haklkal perjuangan demi mencapai kebebasan manusia yang terkandung dalam dirinya. Ayat ini juga meletakkan pijakan kehidupan bebas sebagaimana di lukiskan oleh Islam, tanpa pijakan ini, kebebasan apa pun bersifat semu dan khayalan serta di ikat ke puncaknya yang tiada lain berupa tekanan. Kita menjumpai bahwa untuk membebaskan manusia dari belenggu-belenggu hasrat primitifnya dan paham kebebasan mutlaknya, Al-Qur’an secara bijak mengangkat metode yang sama yang dalam keseluruhannya, Islam selalu memanfaatkan metode tersebut untu

Posting Komentar untuk "KEBEBASAN DALAM AL-QUR'AN"