Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer
Allah Swt berfirman : "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang di beri ilmu pengetahuan beberapa derajat." (Q.S. Al-Mujadalah : 11). Rasulullah Saw bersabda : "Barang siapa yang menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia, wajiblah ia memiliki ilmu, barang siapa yang ingin selamat dan berbahagia di akhirat, wajiblah ia mengetahui ilmu dan barangsiapa yang menginginkan kedua-duanya, wajiblah ia memiliki ilmu kedua-duanya pula." (H.R. Bukhari dan Muslim).

TENTANG IMAN KEPADA QADHA' DAN QADAR

Iman kepada Qadar adalah salah satu dari enam rukun iman yang telah di jelaskan Rasulullah Saw kepada malaikat Jibril ketika bertanya tentang iman, iman kepada Qadar adalah masalah yang sangat penting, banyak orang yang telah memperdebatkan tentang Qadar sejak zaman dahulu, sampai hari inipun mereka masih memperdebatkan, akan tetapi kebenaran masalah tersebut, tentunya sudah sangat jelas dan tidak perlu di perdebatkan Iagi, yang di maksud dengan iman kepada Qadar adalah kita mempercayai sepenuhnya bahwa Allah telah menetapkan segala sesuatu, sebagaimana firman-Nya, yaitu "Dia (Allah) telah menciptakan segala sesuatu dan sungguh telah menetapkannya." (Q.S. Al-Furqaan Ayat 2).
Kemudian ketetapan yang telah di tetapkan Allah selalu sesuai dengan kebijakan-Nya dan tujuan mulia yang mengikutinya serta berbagai akibat yang bermanfaat bagi hamba-Nya, baik untuk kehidupan (dunia) maupun akhiratnya. lman kepada Qadar berkisar empat tingkat keimanan. 

llmu (Allah), yakni mempercayai dengan sepenuhnya bahwa ilmu Allah meliputi segala sesuatu, baik di masa lalu, sekarang maupun yang akan datang, baik yang berhubungan dengan perbuatan-Nya maupun perbuatan hamba-Nya. Dia (Allah) meliputi semuanya, baik secara global maupun rinci dengan ilmu-Nya yang menjadi salah satu sifat-Nya sejak azali dan selamanya dan tak ada akhirnya. Dalil-dalil tentang tingkatan ini banyak sekali. Allah telah berfirman : "Sesungguhnya Allah tidak ada rahasia Iagi bagi-Nya segala sesuatu yang ada di bumi dan di langit." (Q.S. Ali-lmran Ayat 5). Dia juga berfirman. "Bagi-Nya kunci-kunci segala sesuatu yang gaib yang tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia. Dia mengetahui apa yang di darat dan di Iaut dan tidak ada sehelai daunpun yang gugur kecuali Dia mengetahui-Nya dan tidak ada satu benihpun di kegelapan bumi dan tak ada sesuatupun yang kering dan basah kecuali ada di dalam kitab yang jelas." (Q.S. Al-An‘am Ayat 59). Dia juga berfirman "Sesungguhnya Aku telah menciptakan manusia dan Aku mengetahui apa yang di bisikkan hatinya." (Q.S. Qaf Ayat 16). Dia juga berfirman,"AIlah mengetahui segala sesuatu." (Q.S. Al-Baqarah Ayat 283). Dan masih banyak lagi ayat-ayat lain yang menunjukkan pengetahuan Allah pada segala sesuatu, baik secara global maupun rinci dalam tingkatan ini, barangsiapa yang mengingkari Qadar maka dia kafir, karena dia mendustakan Allah dan Rasul-Nya serta ijma' kaum muslimin dan meremehkan kesempurnaan Allah, karena kebalikan ilmu adalah mungkin bodoh atau alpa dan keduanya berupa aib (cacat). Allah telah berfirman tentang Nabi Musa As ketika dia di tanya oleh Fir'aun. "Maka apa saja yang telah terjadi di abad-abad terdahulu, dia (Musa) menjawab : Pengetahuan tentang itu di sisi Rabb-ku di dalam kitab yang Rabb-ku tidak akan salah dan alpa ( di dalamnya)." (Q.S. Thaha Ayat 51-51). Maka Allah tidak akan bodoh terhadap sesuatu yang akan datang dan tidak akan melupakan sesuatu yang telah lewat. 


Beriman kepada Allah telah menulis ketetapan segala sesuatu sampai terjadi hari Qiyamat, karena ketika Dia menciptakan Qalam, Dia berfirman kepadanya : "TulisIah", kemudian dia (Qalam) berkata : "Hai Tuhanku, apa yang aku tulis?" Dia berfirman : ”TuIislah taqdir segala sesuatu hingga hari kiamat semuanya yang terjadi`" kemudian dia (Qalam) seketika berjalan menulis segala sesuatu yang terjadi sampai hari Qiyamat, maka Allah telah menulis di Lauh Mahfudz ketetapan segala sesuatu. Tingkatan ini telah di tunjukkan oleh firman Allah : "Apakah kamu tidak tahu bahwa Allah mengetahui segala sesuatu yang ada di langit dan bumi. Sesungguhnya itu semua telah ada dalam kitab, sesungguhnya itu sangat mudah bagi Allah." (Q.S. Al-Hajj Ayat 70). Allah juga berfirman : "Sesungguhnya itu semua berada dalam kitab", artinya telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfudz). Sesungguhnya semua itu sangat mudah bagi Allah, kemudian penulisan tersebut terkadang bersifat rinci, maka janin yang ada di perut ibunya bila melewati umur empat bulan, maka Allah mengutus malaikat kepadanya dan mengutusnya membawa empat kalimat, yaitu menulis rizqi, ajal, perbuatan, celaka atau bahagia, sebagaimana tertuang dalam hadits shahih Abdullah bin Mas'ud Ra dari Nabi Saw dan di tulis juga di dalam Qadar apa saja yang terjadi dalam tahun itu, sebagaimana Allah berfirman : "Sesungguhnya Aku telah menurunkan pada malam yang berkah, sesungguhnya Aku memberi peringatan di dalamnya tentang perbedaan sesuatu yang mengandung hikmah, sebagai perintah dari-Ku, sesungguhnya Aku Rabb Yang Mengutus." (Q.S. Ad-Dukhan Ayat 3-5). 


Beriman bahwa segala sesuatu yang ada di alam ini di sebabkan kehendak Allah, segala sesuatu yang ada di alam ini terjadi karena kehendak Allah, baik yang di lakukan oleh-Nya maupun oleh mahkhluk. Allah telah berfirman : "Dia (AIlah) melakukan apa yang Dia kehendaki." Q.S. Ibrahim Ayat 7). Allah juga berfirman : "Kalau Dia (Allah) menghendaki maka Dia memberi petunjuk kepadamu semuanya." (Q.S. Al-An‘am Ayat 149). Dia juga berfirman : "Kalau Rabb-mu menghendaki maka Dia menjadikan umat manusia menjadi umat yang satu." (Q.S. Hud Ayat 118). Dia juga berfirman : "Bila Dia (Allah) menghendaki maka Dia memusnahkanmu dan mengadakan penciptaan yang baru." (Q.S. Fathir Ayat 16). Dan masih banyak lagi ayat yang menunjukkan bahwa perbuatan-Nya terjadi karena kehendak-Nya, begitu juga segala perbuatan makhluk terjadi dengan kehendak-Nya, sebagaimana firman Allah : "Kalau Allah menghendaki, maka tidak terjadi saling bunuh di antara orang-orang setelah mereka datang penjelasan kepada mereka, akan tetapi mereka berselisih, sebagian mereka beriman dan sebagian kafir dan apabila Allah menghendaki maka mereka tidak saling membunuh, akan tetapi Allah melakukan apa saja yang Dia kehendaki." (Q.S. Al-Baqarah Ayat 53). 


Beriman bahwa Allah adalah Pencipta segala sesuatu, maka Allah adalah Maha Pencipta dan selain-Nya Dia adalah makhluk. Segala sesuatu, Allah-lah penciptanya dan semua makhluk adalah ciptaan-Nya. Jika segala perbuatan manusia dan ucapannya termasuk sifatnya, sedangkan manusia itu makhluk, maka sifat-sifatnya juga makhluk Allah.

Hal itu di tunjukkan oleh firman Allah : " Allah menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat." (Q.S. As-Safat Ayat 96). Dengan demikian, Allah telah menetapkan penciptaan manusia dan perbuatannya, Allah juga berfirman : "Wa ma ta'malun" (dan apa saja yang kamu perbuat). Para ulama berselisih pendapat tentang kata "ma"(apa saja), apakah dia berupa "ma masdhariyah" (sehingga tidak bermakna) atau "ma maushuIah“ (sehingga bermakna apa saja). 


Berdasarkan dua perkiraan di atas ( ma mashdariyah atau ma maushulah), maka ayat tersebut tetap saja menunjukkan bahwa perbuatan manusia adalah ciptaan Allah, inilah keempat tingkatan keimanan kepada Qadar yang harus di imani, tidak sempurna keimanan seseorang terhadap Qadar kecuali dengan mengimani keempat-empatnya.

Kemudian ketahuilah, bahwa iman kepada Qadar tidak berarti menghilangkan pelaksanaan sebab, bahkan melaksanakan berbagai sebab merupakan perintah syari‘ah, hal itu dapat tercapai karena Qadar, karena bebagai sebab akan melahirkan musabab (akibat), oleh karena itu, Amirul Mu'minin, Umar bin Khaththab Ra, ketika pergi menuju Syam, di tengah perjalan dia mengetahui bahwa telah menyebar wabah penyakit di sana, kemudian para sahabat bermusyawarah, apakah perjalanan ini di teruskan atau kembali pulang ke Madinah ? Maka terjadilah perselisihan pendapat di antara mereka dan kemudian beliau memutuskan untuk kembali ke Madinah, ketika beliau (Umar) sudah mantap pada pendapat tersebut, maka datanglah Abu Ubaidah Amir bin Al-Jarah sembari berkata : "Hai Amirul Mu'minin, mengapa anda kembali ke Madinah dan lari dari Qadar Allah ?" Umar menjawab : "Kami lari dari Qadar Allah menuju Qadar Allah." Kemudian setelah itu datang Abdurrahman bin Auf (dia sebelumnya tidak ada di situ untuk memenuhi kebutuhannya), kemudian dia menceritakan bahwa Nabi Saw pernah bersabda tentang wabah penyakit, yaitu : "Bila kamu sekalian mendengar terjadinya wabah penyakit di bumi tertentu, maka janganlah kamu mendatanginya.” 


Kesimpulan perkataan Umar "lari dari Qadar Allah menuju Qadar Allah.“ itu merupakan dalil bahwa melaksanakan sebab juga termasuk Qadar Allah. Kita tahu bahwa apabila seseorang mengatakan "saya beriman kepada Qadar Allah dan Allah akan memberiku seorang anak dengan tanpa istri." maka orang tersebut dapat di katakan gila, begitu juga bila dia mengatakan "saya beriman kepada Qadar Allah dan saya tidak akan berupaya mencari rizqi dan tidak melaksanakan sebab-sebab mendapatkan rizqi", maka dia adalah dungu, maka iman kepada Qadar tidak berarti menghilangkan sebab-sebab syar'iyah atau ikhtiar yang benar. Adapun sebab-sebab yang berupa prasangka yang di anggap pelakunya sebagai sebab padahal bukan, maka hal itu di luar perhitungan dan tidak perlu di perhatikan.

Kemudian ketahuilah, bahwa adanya kesulitan dalam mengimani Qadar (padahal sebenarnya tidak sulit), yaitu pertanyaan seseorang : "Apabila perbuatanku dari Qadar Allah, maka bagaimana saya harus menanggung akibatnya sementara semua itu dari Qadar Allah ?" Maka hendaknya di katakan kepadanya kamu tidak bisa beralasan malakukan maksiat dengan Qadar Allah, karena Allah tidak memaksamu untuk melakukannya dan ketika kamu di hadapkan kepadanya kamu tidak tahu bahwa hal itu di takdirkan untukmu, karena manusia tidak mengetahui apa yang di takdirkan kepadanya kecuali setelah terjadi, karena itu, kenapa kamu tidak memperkirakan sebelum berbuat bahwa Allah telah mentakdirkan ketaatan kepadamu, sehingga kamu melaksanakannya? Begitu juga dalam hal duniawi, kamu melakukan sesuatu yang kamu anggap ada kebaikannya dan menghindari yang kamu anggap berbahaya, maka mengapa kamu tidak bersikap demikian dalam urusan akhirat ? Kita seharusnya tidak yakin jika ada seseorang yang sengaja menempuh jalan yang sulit lalu dia berkata : "lni telah di takdirkan untukku, bahkan tentunya dia akan menempuh jalan yang paling aman dan mudah, tidak ada perbedaan antara hal ini dengan perkataan yang di arahkan kepadamu bahwa jannah mempunyai jalan dan neraka juga mempunyai jalan, maka apabila kamu menempuh jalan menuju neraka, maka kamu bagaikan orang yang menempuh jalan yang mengkhawatirkan dan mengerikan, maka mengapa kamu merelakan dirimu menempuh jalan menuju neraka jahim dan meninggalkan jalan menuju jannah na'im? Kalau saja manusia boleh beralasan dengan Qadar tatkala melakukan maksiat, maka tentunya tidak ada gunanya di utusnya para Rasul. Allah terlah berfirman : "Aku telah mengutus para Rasul yang memberi berita gembira dan memberi peringatan agar manusia tidak mempunyai alasan kepada Allah setelah para Rasul.” (Q.S. An-Nisa‘ Ayat 165).

Ketahuilah, bahwa iman kepada Qadar memiliki buah yang agung bagi perjalanan manusia dan hatinya, karena apabila kamu beriman bahwa segala sesuatu terjadi karena Qadha' dan Qadar Allah, maka ketika dalam kelapangan, kamu akan bersyukur kepada Allah dan tidak membanggakan diri dan tidak melihat bahwa semua itu hasil kemampuan dan keutamaan, akan tetapi sebaliknya kamu meyakini bahwa ini hanya sebab dan bila kamu telah berhasil melaksanakan sebab yang menjadikan kamu mendapatkan kelapangan dan meyakini bahwa karunia tetap di tangan Allah, maka kamu akan bertambah syukur dan hal ini akan mendorong kamu untuk melaksanakan ketaatan kepada Allah sesuai dengan perintah-Nya dan kamu tidak akan melihat kelebihan pada dirimu di atas Rabb-mu bahkan sebaliknya kamu melihat anugerah Allah kepadamu.

Allah telah berfirman : "Mereka memberi anugrah keadamu dengan masuk Islam mereka, katakanlah : "Kamu tidak memberi anugerah kepadaku dengan masuk lslammu akan tetapi Allah-Iah yang telah memberi anugrah kepadamu untuk menunjukkan kepadamu pada iman, bila kamu benar." (Q.S. Al-Hujurat Ayat 17).

Begitu pula manakala kamu tertimpa kesusahan (musibah), maka kita harus tetap percaya kepada Allah, menerima dan tidak terlalu menyesal karenanya bahkan tidak di liputi kegundahan yang berat, bukankah kita tahu bahwa Nabi Saw bersabda : "Seorang mu'min yang kuat lebih baik dan lebih di cintai Allah dari pada seorang mukmin yang lemah, dalam segala kebaikan bersemangatlah untuk mencapai apa yang bermanfaat bagimu, mintalah pertolongan kepada Allah, jangan merasa lemah, apabila kamu tertimpa suatu musibah, maka janganlah berkata ,"Kalau saja aku melakukan begini maka hasilnya pasti begini, karena kata "kalau" akan membukakan perbuatan syetan." Maka dengan demikian, beriman kepada Qadar mengandung kedamaian jiwa dan hati dan hilangnya kegundahan karena kegagalan, serta hilangnya kekhawatiran untuk menghadapi masa depan.

Allah berfirman : "Tidak ada musibah yang menimpa di bumi dan di dalam dirimu sendiri kecuali telah ada dalam kitab sebelum Aku membebaskannya, sesungguhnya semua itu sangat mudah bagi Allah, agar supaya kamu tidak bersedih atas kegagalanmu dan tidak terlalu bergembira atas apa (nikmat) yang di berikan kepadamu." (Q.S. Al-Hadid Ayat 22-23). Orang yang tidak percaya kepada Qadar sudah pasti mengalami kegoncangan ketika tertimpa musibah dan akan bersedih dan syetanpun akan membuka pintu untuknya dan dia akan merasa terlalu bersuka ria dan terlena ketika mendapat kegembiraan, akan tetapi iman kepada Qadar akan mampu mencegah itu semua.

Posting Komentar untuk "TENTANG IMAN KEPADA QADHA' DAN QADAR"