Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer
Allah Swt berfirman : "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang di beri ilmu pengetahuan beberapa derajat." (Q.S. Al-Mujadalah : 11). Rasulullah Saw bersabda : "Barang siapa yang menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia, wajiblah ia memiliki ilmu, barang siapa yang ingin selamat dan berbahagia di akhirat, wajiblah ia mengetahui ilmu dan barangsiapa yang menginginkan kedua-duanya, wajiblah ia memiliki ilmu kedua-duanya pula." (H.R. Bukhari dan Muslim).

MUJTAHID SETELAH RASULULLAH SAW WAFAT

Kita telah mengetahui adanya dua arus yang bertentangan pada zaman Rasulullah Saw, yaitu kelompok muta'abid yang patuh dan pasrah terhadap apa saja yang di katakan dan di kerjakan Rasulullah Saw dan kelompok mujtahid serta tetap eksisnya kedua garis pemikiran yang berbeda ini hingga detik terakhir kehidupan Rasulullah Saw,  karena berbagai faktor, setelah Rasulullah Saw wafat, kendali kepemimpinan jatuh ke tangan para pemimpin ijtihadd an al-ra’yu. Di antara keputusan-keputusan yang mereka ambil adalah pernyataan sikap keberatan mereka atas penyampaian penulisan dan penukilan hadist dari Rasulullah Saw karena beberapa alasan yang mereka anggap perlu. Dalam Kitab Tadzkiratu Al-Huffazh di sebutkan bahwa setelah Rasulullah Saw wafat, Abu Bakar Ra mengumpulkan orang-orang, setelah itu, dia berkata : “Kalian telah bersilang pendapat tentang hadist-hadist yang kalian dengar dari Rasulullah Saw, tentunya orang-orang setelah kalian akan lebih berselisih paham, maka dari itu janganlah kalian menyampaikan sesuatu apapun dari Rasulullah Saw, siapa saja yang bertanya kepada kalian, maka jawablah, "Cukuplah Al-Qur'an di antara kita, maka halalkanlah apa saja yang di halalkannya dan haramkanlah apa saja yang di haramkannya."
Di riwayatkan dari Urwah Bin Zubair, bahwa Umar Bin Khathab Ra ingin menuliskan sunnah-sunnah dan untuk mewujudkan keinginannya itu, dia bermusyawarah dengan sahabat-sahabat Rasulullah Saw, maka, mereka pun mengisyaratkan kepadanya agar menulis itu, melihat respon positif mereka, Umar Ra beristikharah kepada Allah selama satu bulan, kemudian pada suatu hari dia berkata : "Sudah lama aku ingin menuliskan sunnah-sunnah itu dan aku teringat akan suatu kaum sebelum kalian yang pernah menulis banyak kitab, mereka memberikan perhatian penuh kepada kitab-kitab itu dan sebaliknya mereka malah meninggalkan kitab Allah, Demi Allah, hingga kapanpun aku tak akan pernah mengacaukan dan mengaburkan Kitabullah dengan sesuatu apapun." Di riwayatkan dari Yahya Bin Ja’dah, bahwa pernah terbersit dalam pikiran Umar Bin Khathab Ra untuk menuliskan sunnah (hadist), tetapi kemudian dia urung melakukannya, lalu dia menyebarkan pengumuman ke seluruh kota, "Siapa saja yang memiliki hadist Nabi Saw, hendaknya dia menghapusnya." Di riwayatkan dari Al-Qasim Bin Muhammad Bin Abu Bakar, bahwa Umar Bin Khathab Ra mendengar banyak orang yang mempunyai tulisan-tulisan (hadist), maka. dia pun segera menampakkan sikap ketidaksukaan dan penolakannya seraya berkata,"Wahai manusia! Terdengar olehku bahwa di tangan kalian terdapat banyak tulisan dan aku ingin meluruskannya, oleh karena itu, hendaknya masing-masing kalian tak menyisakan satu kitab pun melainkan memberikannya padaku. agar aku dapat memberikan pendapatku tentang tulisan-tulisan itu."
Orang-orang pun mengira bahwa Umar hanya ingin melihat dan meluruskunnya, agar di dalamnya tidak terdapat perbedaan, karena itu, mereka membawa tulisan-tulisan hadist mereka, ketika semua tulisan itu berada di tangan Umar, dia langsung membakarnya, kemudian berkata,"Umniyyatun Kaumniyyan Ahlil Kitab (inilah angan-angan yang sama seperti angan-angan ahli kitab)." Dalam kitab Al-Thabaqat Al-Kubra dan Musnad Ahmad Bin Hanbal,  Mahmud Bin Labid berkata, "Aku mendengar Usman berkata di atas mimbar : "Setiap orang tidak boleh meriwayatkan hadist dari Rasulullah Saw yang tidak terdengar pada masa Khalifah Abu Bakar dan Umar."
Di riwayatkan dari Muawiyah : “Wahai manusia! Sedikitkanlah (mengutip) riwayat dari Rasulullah Saw, kalaupun kalian harus menyampaikan hadist, maka sampaikan hadist yang sering di sampaikan di sampaikan masa Khalifah Umar." Nash-nash berikut ini akan menjelaskan kepada kita tentang terbaginya kaum muslimin kepada dua bentuk pemikiran tersebut, yaitu :
  1. Arus Syaikhain (Abu Bakar dan Umar Bin Khathab) dan semua orang dari kalangan khalifah yang mengikuti jejak kedua orang tersebut, mereka tidak menyukai penyusunan (hadist-hadist Rasulullah Saw) dan melarang para sahabat untuk meriwayatkan hadist dari Rasulullah Saw.
  2. Arus sekelompok sahabat yang menjadikan penyusunan hadist-hadist Nabi Saw sebagai sebuah metode, bahkan hal ini berlangsung pada masa Umar Bin Khathab Ra, di antara mereka adalah Ali bin Abi Thalib Ra, Muadz Bin Jabal Ra, Ubai Bin Ka’ab Ra, Anas Bin Malik Ra, Abu Said Al-Khudri, Abu Dzar dan lain-lain.
Kita pun dapat melihat bagaimana mereka terus menyusun dan menyampaikan hadist dari Rasulullah Saw, meski pedang di letakkan di leher mereka. Periwayat mengatakan : "Saya mendatangi Abu Dzar Ra, sementara dia tengah duduk di dekat Al-Jamratu Al-Wustha dan banyak sekali orang yang mengerumuninya sambil meminta fatwa darinya, tidak lama kemudian, seorang lelaki mendatanginya dan berdiri di hadapannya seraya berkata : "Bukankah engkau di larang untuk memberikan fatwa?" Dia adalah seorang pemuda Quraisy, sebagaimana yang di sebutkan dalam Kitab Tarikh Dimasyq, “Dan kami telah menjelaskan, bahwa yang mendatanginya adalah seorang Ielaki dari kalangan Quraisy." Abu Dzar mengangkat kepalanya sembari memandang ke arah orang yang berbicara kepadanya itu seraya berkata : "Engkau hendak mengintaiku? Seandainya kalian letakkan pedang di atas leherku ini, sambil memberikan isyarat ke lehernya, kemudian engkau mengira aku akan menyampaikan satu kalimat yang pemah aku dengar dari Rasulullah Saw, maka sebelum kalian membunuhku niscaya aku telah menyampaikan kalimat itu!"
Apakah kita melihat bahwa para khalifah dan para pengikutnya itu hanya melarang penyampaian hadist Nabi Saw dan penyusunannya? Tidak hanya itu, mereka juga menyiksa serta mengancam para ahli hadist.
Beranjak dari sini, telah terjadi perbedaan dalam pengambilan sikap antara dua jalur pemikiran yang berbeda, satu pihak menyampaikan hadist Nabi Saw serta menyusun hadist-hadist itu, sementara pihak lain tak ingin menyebarkan hadist serta melarang penyampaian serta penyusunan hadist Nabi Saw, satu pihak merasa perlu mencocokkan hadist Rasulullah Saw dengan Al-Qur'an, apabila hadist tersebut sesuai dengan Al-Qur'an, maka hadist itu dapat di amalkan dan apabila bertentangan dengan Al-Qur'an, maka hadist tersebut harus di singkirkan dan tak dapat di amalkan, sementara, pihak lain berpendapat tak perlu mencocokkan hadist Nabi Saw dengan Al-Qur'an, bahkan kelompok ini menganggap perbuatan itu termasuk bagian dari perbuatan orang-orang zindiq (atheis), dengan begitu, secara bertahap terbentuklah dasar-dasar pemikiran dua kubu yang berbeda ini, nah, sekarang bagaimana tanggapan kita terhadap hal perbedaan para sahabat Nabi Saw tersebut tentang hal itu? sedangkan ilmu fiqh Islam yang ada sekarang ini yang terangkum dalam seluruh Kitab-Kitab Hadist adalah karya-karya mereka yang di lakukan para sahabat Nabi Saw selain atau setelah masa Khalifah Abu Bakar Ra dan Umar Bin Khattab Ra (karena dua Khalifah ini melarang), karya tersebut yang secara turun temurun sampaai kepada kita sekarang, di cetak berulang kali, di terjemahkan ke berbagai bahasa, lalu sikap kita bagaimana atas hal tersebut?

Posting Komentar untuk "MUJTAHID SETELAH RASULULLAH SAW WAFAT"