Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer
Allah Swt berfirman : "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang di beri ilmu pengetahuan beberapa derajat." (Q.S. Al-Mujadalah : 11). Rasulullah Saw bersabda : "Barang siapa yang menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia, wajiblah ia memiliki ilmu, barang siapa yang ingin selamat dan berbahagia di akhirat, wajiblah ia mengetahui ilmu dan barangsiapa yang menginginkan kedua-duanya, wajiblah ia memiliki ilmu kedua-duanya pula." (H.R. Bukhari dan Muslim).

NAFSU DAN MENDIDIKNYA

Menurut Al-Qur’an nafsu dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu :
1. Nafsu Ammarah, yaitu nafsu yang mendorong manusia kepada keburukan. (Q.S. Yusuf : 53).
2. Nafsu Lawwamah, yaitu nafsu yang menyesali setiap perbuatan buruk. (Q.S. Al-Qiyamah : 2).
3. Nafsu Muthmainnah, yaitu nafsu yang tenang. (.Q.S Al-Fajr : 27-30).
Dari ketiga nafsu yang disebutkan Al-Qur’an diatas, kita mesti tahu, bahwa nafsu Ammarah mendorong manusia untuk berbuat ingkar dan maksiat. Keingkaran dan kemaksiatan akan menjauhkan kita dari rahmat Allah serta akan menimbulkan kegelisahan dalam hati yang bermuara ke sakit hati dan dendam serta sifat-sifat buruk lainnya. Oleh karena itu Islam mengajarkan mujahadah An-nafs, supaya hidup kita bahagia dunia dan akhirat serta berjiwa besar dan hati yang lapang. Hawa nafsu memiliki kecenderungan untuk mencari berbagai macam kesenangan dengan tidak mempedulikan aturan agama. Jika kita menuruti hawa nafsu maka sesungguhnya hati kita telah tertawan dan diperbudak oleh hawa nafsu itu. Rasulullah menyebut jihad melawan hawa nafsu sebagai jihad besar (jihadul akbar) namun inilah yang banyak gagal, sedangkan jihad memerangi orang kafir sebagai jihad kecil (jihadul asghar) dan ini mayoritas berhasil. Mengapa demikian? Hal ini dikarenakan jihad melawan nafsu berarti jihad melawan hal-hal yang menyenangkan, digemari dan disukai. Sedangkan jihad melawan orang kafir berarti jihad melawan musuh yang kita benci. Bukankah dalam kehidupan menghindari sesuatu yang kita senangi (hawa nafsu) jauh lebih berat daripada menghindari sesuatu yang kita benci.
Hati yang jinak dengan berdzikir kepada Allah dan sibuk mentaati-Nya, sebaliknya mereka yang berbuat dengan nafsu syahwat tentu mirip dan semisal dengan apa yang diperbuat oleh burung liar, apabila hendak mendidiknya serta mengubahnya dari melompat-lompat dan liar menjadi kepada menuruti dan terdidik, maka pertama-tama burung itu dikurung dalam sangkar yang gelap dan ditutup kelilingnya, sehingga ia jadi terputus dari kehidupan alaminya dan tak terbang bebas lagi diudara, sehingga ia lama kelamaan akan lupa dapa kebebasan terbang yang dulu dimilikinya dan jadi penurut pada siapa yang membentuknya sedemikian rupa, begitu pulalah jiwa, tidak jinak kepada Tuhannya dan tidak selalu dan bahkan tak mau berdzikir kepada-Nya, hal ini karena tetap bersumber dari kebiasaannya yang diperbuat empunya, apa yang selalu diperbuat itulah jadi kebiasaanya (nafsu), karena mari di didik dan latihan dengan sekian cara, yaitu :
Pertama-tama, dengan khilwah dan ‘uzlah supaya terpelihara penglihatan dan pendengaran dari segala hal kenikmatan dunia yang mengganggu.
Kedua, jiwa itu di biasakan dengan memuji Allah, berdzikir dan berdo’a dikala berkhilwah tadi, sehingga jadi terbiasa ia untuk berkata-kata sendiri atau berdzikir sendiri kepada Allah, sehingga keinginan-keinginaan keduniaan dapat terkontrol darinya, karena hatinya senantiasa berdzikir kepada Allah sehingga hal ini menjadi tameng baginya dari hal-hal yang berbau maksiat dan kejahatan.
Dengan demikian nafsu telah dapat di didik sesuai tuntunan dan ajaran Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah Saw, selanjutnya mengontrol daripada sembarangan memandang dan mendengar serta bicara, menyukai kenikmatan dunia dengan sekedar kebutuhan dan menyukai sifat amal dan ibadah senantiasa meningkat dan balans dengan system kehidupan dunianya serta keluarga dan lingkungan sosial dan membuat ikrar dengan mengatakan kepada nafsunya “Cintailah apa yang engkau cintai, sesungguhnya engkau akan berpisah dengan itu, namun mencintai ibadah kepada Allah serta Allah dan bersama Allah itulah yang abadi dan di ridhai-Nya.”
Apabila ia tahu bahwasanya siapa yang mencintai sesuatu, yang jelas akan berpisah dengan itu dan sudah pasti tidak akan berbahagia dengan perpisahan itu, niscaya hatinya akan sibuk dengan mencintai sesuatu yang tiada akan berpisah darinya, yaitu sibuk berdzikir kepada Allah, karena sesungguhnya dzikir itu akan menemaninya dalam kubur dan tiada akan berpisah sampai kapan pun, artinya adalah abadi bersama ridha Allah.

Posting Komentar untuk "NAFSU DAN MENDIDIKNYA"