Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer
Allah Swt berfirman : "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang di beri ilmu pengetahuan beberapa derajat." (Q.S. Al-Mujadalah : 11). Rasulullah Saw bersabda : "Barang siapa yang menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia, wajiblah ia memiliki ilmu, barang siapa yang ingin selamat dan berbahagia di akhirat, wajiblah ia mengetahui ilmu dan barangsiapa yang menginginkan kedua-duanya, wajiblah ia memiliki ilmu kedua-duanya pula." (H.R. Bukhari dan Muslim).

SEMPURNAKANLAH SYARI’AT SHALAT

Berbicara tentang shalat dewasa ini banyak yang menyiratkan kejengkelan karena setiap saat yang namanya ibadah mesti dan harus lebih tepat pelaksanaannya, guna untuk lebih mendekati kepada kesempurnaan syari’at shalat itu sendiri, jika ada usaha seseorang hamba mau untuk senantiasa meningkatkan tata cara ibadahnya yang harus sesuai dengan petunjuk Al-Qur’an dan anjuran Rasulullah Saw (Hadist/Sunnah).

Shalat secara umum pengertiannya adalah suatu ibadah dengan gerak laku tertentu yang sudah di atur dan di tuntun oleh Rasulullah Saw untuk menyembah kepada Allah, tetapi pada zaman sekarang ini banyak tata cara shalat yang meninggalkan daripada anjuran dan tata cara bagaimana Rasulullah Saw melaksanakan shalat, sementara sudah semestinya hal yang sedemikian yang di ikuti, jangan membuat tata cara shalat sendiri dengan meninggalkan petunjuk bagaimana Rasulullah Saw shalat dan malah meringan-ringankan syarat-syarat dan rukunnya, karena persoalannya adalah hukumnya bid’ah (mengada-ada serta membuat aturan sendiri), berarti hal ini menentang dari sabda Rasulullah Saw, yaitu : “Apa yang aku perintahkan kepadamu, maka kerjakanlah, dan apa yang aku larang bagimu, maka tinggalkanlah.” (H.R. Muttafaq alaih). 


Jika seseorang hamba dalam pelaksanaan ibadahnya membuat-buat serta meringankan aturan ibadah di luar ketentuan dari Allah serta atas penerangan dari Rasul-Nya, maka sama saja dengan menjadi nabi yang baru, hal ini adalah hukumnya sesat dan ibadahnya tertolak, sebagaimana Rasulullah Saw bersabda,”Barangsiapa mendatangkan perkara baru di dalam urusan (kami) ini yang bukan (benar-benar datang) darinya, maka hal itu di tolak (tidak di terima).” (H.R. Muttafaq alaih).

Begitu juga dengan seseorang manusia yang meriwayatkan sesuatu hadist, juga harus hati-hati, karena sangat banyak hadist yang palsu beredar di tengah-tengah masyarakat, hal ini memang sudah di kecam Rasulullah Saw sebagaimana sabdanya,”Barangsiapa berdusta atas namaku dengan sengaja, hendaklah dia mengambil tempatnya di neraka.” (H.R. Muttafaq alaih), juga hadist ini,”Janganlah kalian berdusta atas namaku, sesungguhnya berdusta atas namaku akan membuatnya masuk neraka.” (H.R. Muttafaq alaih).

Untuk meningkatkan ibadah shalat ini harus di mulai dari penyertaannya bersamaan dengan kemauan dari dasar hati atau lubuk hati yang dalam untuk melaksanakan kewajiban ibadah ini, jika tidak di dasari dengan hal tersebut, maka kebanyakan shalatnya menjadi rusak dan tidak menghasilkan apa-apa, karena syaithan sudah masuk mencuri hatinya untuk menghadapkan perhatian kepada yang selain Allah, sementara yang di tuntut dalam shalat ini adalah khusyu’ dengan pengertian dasar tujukanlah maksud dan tujuan shalatmu hanya untuk dan kepada-Nya.

Shalat secara syari’ah adalah gerak jasmani dalam memenuhi rukun-rukun shalat, sementara yang di maksud di sini adalah penyempurnaan cara ibadah shalat menuju kepada mendekati kesempurnaan syari’at shalat itu sendiri sebagaimana isyarat dari Rasulullah Saw,”Ikhsan, sebaik-baik engkau menyembahNya adalah seakan-akan engkau melihat-Nya, jika kamu tidak dapat melihat-Nya, maka dia tetap dapat melihatmu.” (H.R. Muttafaq alaih). 


Jadi penyempurnaan syari’at shalat di sini adalah dengan menyertakan qalbu dalam gerak laku ibadah shalat ini, jika qalbu rusak dalam keadaan shalat, maka sudah jelas rusak shalatnya, karena penilaian Allah bukan hanya pada gerak dzahir saja, tetapi menyertakan gerak rohani (qalbu) dalam pelaksanaan shalat, jika dzahir shalat, maka bathinpun ikut shalat, agar tercapai konsentrasi penuh kepada Allah dan tiada ingat akan lainnya selain Allah, karena hal telah di susupkan syaithan agar manusia menjadi syirik secara halus (khafi) karena telah menduakan Allah di saat menyembahnya. Rasulullah Saw bersabda,”Tidak ada shalat melainkan dengan hati yang hadir di hadapan Allah.” (H.R. Muttafaq alaih). 

Jika hati hadir saat menyembah Allah (shalat) maka shalat akan rusak sebab zahir melaksanakan shalat sementara hati dan pikirannya lari dari ingat kepada Allah. Orang yang shalat, adalah sama halnya dengan bermunajat kepada Allah dan tempat munajat itu ada dalam qalbu (hati), jika hatinya lalai, maka rusak pulalah shalatnya, hati merupakan pokok kesempurnaan seluruh ibadah, apapun itu, yang lain hanyalah pengikutnya, sebagaimana sabda Rasulullah Saw : “Ingatlah! Sesungguhnya dalam jasad itu ada segumpal daging. Apabila ia bagus, maka bagus pula seluruh jasadnya. Jika ia rusak, maka rusaklah seluruh jasadnya. ketahuilah “daging” itu adalah kalbu atau hati.” (H.R. Bukhari dan Muslim).

Shalat secara Thariqat itu adalah senantiasa dzikrullah sepanjang nafas, istananya adalah hati, jama’ahnya adalah kemampuan bathin yang di asah untuk sibuk terus menerus mengingat Allah, karena definisi shalat adalah “Ingat” secara berkepanjangan tanpa batas gerak ruang dan waktu, ia selalu mengesakan Allah dengan lisan batin.

Sebagai imam adalah rasa “Isyq” rindu berkepanjangan selalu dalam hatinya yang paling dalam (fu’ad), untuk kiblat hati adalah ke-ESA-an Allah dan keindahan-Nya (jamal) menurut sufi inilah kiblat hati secara hakikat.

Hati sanubari dan ruh selalu sibuk dengan shalat berkepanjangan ini, karena hati tidak pernah mati walaupun sudah meninggal dunia dan tidak pernah tidur sebagaimana zahir atau jasmani, selalu sibuk walau dalam tidur dan jaga dan di manapun juga ia berada, untuk dapat mengetahui dan merasakan hal ini, haruslah selalu senantiasa berjuang untuk melatih dan mengasah hati dengan selalu berdzikir kepada Allah. Wallahu’alam.

Posting Komentar untuk "SEMPURNAKANLAH SYARI’AT SHALAT"