Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer
Allah Swt berfirman : "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang di beri ilmu pengetahuan beberapa derajat." (Q.S. Al-Mujadalah : 11). Rasulullah Saw bersabda : "Barang siapa yang menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia, wajiblah ia memiliki ilmu, barang siapa yang ingin selamat dan berbahagia di akhirat, wajiblah ia mengetahui ilmu dan barangsiapa yang menginginkan kedua-duanya, wajiblah ia memiliki ilmu kedua-duanya pula." (H.R. Bukhari dan Muslim).

JAGA SIKAP DALAM BERAGAMA

“Dan dari mana saja kamu (keluar), maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu (sekalian) berada, maka palingkanlah wajahmu ke arahnya, agar tidak ada hujjah bagi manusia atas kamu, kecuali orang-orang yang zalim diantara mereka. Maka janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku (saja). Dan agar Ku-sempurnakan nikmat-Ku atasmu, dan supaya kamu mendapat petunjuk.” (Q.S. Al-Baqarah Ayat : 150). Takutlah hanya kepada Allah Swt dengan menunjukkan kepatuhan dan ketaatan melalui mematuhi perintah-Nya dan Rasul-Nya secara jelas tuntunannya dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasul-Nya, jagalah secara erat setiap hukum-hukum agama dari bid’ah dan ajaran sesat.

Agar kita mendapat petunjuk dan di ridhai Allah Swt sebagaimana firman Allah Swt : “Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta "ini halal dan ini haram", untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung.” (Q.S An-Nahl Ayat : 116) dan sabda Rasulullah Saw :

Dari Ummul Mu'minin Aisyah Ra dia berkata Rasulullah Saw bersabda : “Siapa yang mengada-ngada dalam urusan (agama) kami ini yang bukan (berasal) darinya, maka dia tertolak, dalam riwayat muslim di sebutkan : Siapa yang melakukan suatu perbuatan (ibadah) yang bukan urusan (agama) kami, maka dia tertolak. (H.R Muttafaqun ‘Alaihi).

Dari Abu Abdillah Nu'man bin Basyir Ra dia berkata, saya mendengar Rasulullah Saw bersabda,"sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas. Di antara keduanya terdapat perkara-perkara yang syubhat (samar-samar) yang tidak di ketahui oleh orang banyak, maka siapa yang takut terhadap syubhat berarti dia telah menyelamatkan agamanya dan kehormatannya dan siapa yang terjerumus dalam perkara syubhat, maka akan terjerumus dalam perkara yang di haramkan .sebagaimana penggembala yang menggembalakan hewan gembalaannya disekitar (ladang) yang di larang untuk memasukinya maka lambat laun dia akan memasukinya. Ketahuilah bahwa setiap raja memiliki larangan dan larangan Allah adalah apa yang dia haramkan. Ketahuilah bahwa dalam diri ini terdapat segumpal daging, jika dia baik maka baiklah seluruh tubuhnya dan jika dia buruk maka buruklah seluruh tubuh, ketahuilah bahwa dia adalah hati.” (H.R Muttafaqun ‘Alaihi).

Dari Abu muhammad Al-hasan bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah Saw dan kesayangannya Ra, dia berkata, “Saya menghafal dari Rasulullah Saw , sabdanya : “Tinggalkanlah apa yang meragukanmu kepada apa yang tidak meragukanmu.”

Dari Abu Hurairah Ra, dia berkata : “Rasulullah Saw bersabda merupakan tanda baiknya islam seseorang dia meninggalkan sesuatu yang tidak berguna baginya.” (H.R Muttafaqun ‘Alaihi).

Abu Najih Al-Irbadi bin Sariyah Ra, berkata, Rasulullah Saw memberikan nasihat kepada kami dengan nasihat yang menggetarkan hati dan dapat mengucurkan air mata, kami berkata wahai Rasulullah Saw, seakan -akan ini nasihat perpisahan, karena itu berilah kami wasiat." Dan beliau Saw bersabda,"Aku berwasiat kepada kalian agar bertaqwa kepada Allah Swt, mendengarkan perintah dan taat meski yang memerintah kalian seorang budak, siapapun di antara kalian yang masih hidup, niscaya akan menyaksikan banyak perselisihan, karena itu berpegang teguhlah kepada sunnahku dan sunnah para khulafaur rasyiddin yang mendapat petunjuk, gigitlah sunnah-sunnah itu dengan gigi geraham, dan hindarilah hal-hal yang baru, karena semua yang baru adalah bid'ah dan setiap bid'ah adalah sesat.” (H.R Muttafaqun ‘Alaihi).

“Katakanlah : "Tidak sama yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya yang buruk itu menarik hatimu, maka bertaqwalah kepada Allah hai orang-orang berakal, agar kamu mendapat keberuntungan." (Q.S Al-Maidah Ayat : 100).

Dalam pergaulan dan kehidupan sehari-hari sesama manusia di dalam komunitas suatu lingkungan masyarakat hingga sampai kepada bernegara selalu dan tak jarang kita temui sifat sesama manusia saling olok-memperolokkan, saling hujat, saling cemo’oh pengaturan sang maha pencipta melalui kaidah beragama, tak terkecuali agama Islam, aqidah dan akhlak dalam kehidupan sehari-hari sangat di perhatikan dan di contohkan tauladannya oleh Rasulullah Saw sesuai dengan petunjuk Allah Swt yang di sampaikan-Nya kepada Nabi Muhammad Saw untuk di berikan penerangannya kepada umat manusia guna mencapai keridhaan Allah Swt dan sebagai bekal untuk kehidupan layak dan baik kelak di akhirat, hal ini sangat perlu di pahami oleh umat muslimin secara khusus dan umat manusia pada umumnya, kalau hanya taat dan rajin dalam beribadah kepada Allah Swt namun tiada memperhatikan dan menjaga akhlak dan perilaku sehari-hari yang baik, maka ibadah tersebut tiada gunanya sama sekali dan hanya mendapat murka Allah Swt.

Kumpulan tuntunan akhlak dan perilaku kepribadian yang baik dan sesuai yang di perintahkan Allah Swt sudah ada dalam Al-Qur’an dan Sunnah-Sunnah Rasulullah Saw, hanya saja kita selaku umat muslim harus atau wajib mengetahui dan mempelajarinya, jika tidak maka kemurkaan Allah Swt yang di peroleh dan ganjarannya adalah neraka.

Menyikapi masalah ini, yang perlu kita perhatikan dan jaga sikap dari beberapa perbuatan yang tersebut di bawah ini, yaitu :

1. Ibadah bersamaan dengan kejahilan;
2. Ada ilmu tetapi tidak mau beramal atau beribadah;
3. Tiada mau meningkatkan kesempurnaan ibadah;
4. Tidak mau lebih giat untuk mempelajari ilmu agama yang benar, yakni fardhu ‘Ain dan Fardhu Kifayah;
5. Mencela-cela sesama dalam berbuat baik atau beribadah.

1. Ibadah bersamaan atau dengan kejahilan,
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (Q.S An-Nisaa’ Ayat : 59).

“Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.” (Q.S An-Nisaa’ Ayat : 69).

Ini sangat tidak baik untuk hasil pada hari pembalasan kelak ketika di hisab, karena sangat jauh dari pengertian ayat di atas dan artinya ia adalah tidak mentaati perintah Allah Swt dan Rasul-Nya secara bersamaan, karena ia tidak menjaga sikap, perilaku dan akhlaknya secara tuntunan Islam, yakni seseorang tersebut memang rajin beribadah dan termasuk taat, namun ia juga bersamaan tingkah lakunya dengan kemaksiatan, seperti berjudi, berbuat zina (main perempuan atau sebaliknya), minum-minuman keras yang memabukkan dan lain sebagainya sifat buruk, orang yang seperti ini walaupun ibadahnya rajin, shalat lima waktu rajin namun jika tidak di dukung dengan akhlak yang baik maka berakibatkan perolehan neraka jua.

2. Ada ilmu tetapi tidak mau mengamalkannya,
“Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kamu melupakan diri (kewajiban)mu sendiri, padahal kamu membaca Al-Kitab (Taurat)? Maka tidaklah kamu berpikir? (Q.S Al-Baqarah Ayat : 44).

“Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? (Q.S Ash-Shaaf Ayat : 2).

“Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” (Q.S Ash-Shaaf Ayat : 3).

“Tetapi orang-orang yang mendalam ilmunya di antara mereka dan orang-orang mukmin, mereka beriman kepada apa yang telah diturunkan kepadamu (Al-Quran), dan apa yang telah diturunkan sebelummu dan orang-orang yang mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan yang beriman kepada Allah dan hari kemudian. Orang-orang itulah yang akan Kami berikan kepada mereka pahala yang besar.” (Q.S A-Nisaa’ Ayat : 162).

“Dan agar orang-orang yang telah di beri ilmu, meyakini bahwasanya Al-Quran itulah yang hak dari Tuhan-mu lalu mereka beriman dan tunduk hati mereka kepadanya dan sesungguhnya Allah adalah Pemberi Petunjuk bagi orang-orang yang beriman kepada jalan yang lurus.” (Q.S Al-Hajj Ayat : 54).

Seseorang yang berilmu agama namun tiada di dukung dengan pelaksanaan dan istiqamah, juga tiada berguna dan terkesan adalah menipu Allah Swt, setiap manusia yang beragama adalah ada kewajibannya yang harus di laksanakan sepanjang hidupnya sesuai dengan yang di syari’atkan, seperti shalat, puasa, zakat dan lain-lain kewajiban yang ia ketahui, tetapi jika tidak di laksanakan minimal pada hukum yang wajib sama saja dengan syaithan sang penipu dan perolehannya adalah neraka jahannam.

3. Tiada mau meningkatkan kesempurnaan ibadah,
“Perumpamaan orang-orang yang di pikulkan kepadanya Taurat, kemudian mereka tiada memikulnya adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal. Amatlah buruknya perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah itu. Dan Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang dzalim.” (Q.S Al-Jumu’ah Ayat : 5). “Sesungguhnya telah berlalu sebelum kamu sunnah-sunnah Allah, karena itu berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul).” (Q.S Ali Imran Ayat : 137).

Orang yang sedemikian juga tiada manfaatnya sekalipun ia ahli ibadah, sebab jika ibadah yang di laksanakannya tidak atau kurang sempurna syarat-syarat, rukun, sunnat, makruh, haram dan ketertibannya serta lain sebagainya, berarti ia adalah mendustakan ajaran Allah Swt dan Rasul-Nya serta sama saja dengan seolah-olah berjalan dalam gelap gulita dan tidak tahu ada bahaya yang mengancam, sedangkan bahaya yang mengancam pada yang di maksud adalah tidak di terimanya amal ibadah tersebut oleh Allah Swt, karena jika cara pelaksanaan ibadah tidak sesuai dengan yang di syari’atkan Allah Swt dan Rasul-Nya, maka ibadah tersebut tertolak, oleh karena itu jika sudah bisa shalat umpamanya, maka wajib bagi muslim untuk lebih memperdalam dan berusaha untuk lebih menyempurnakan ibadah tersebut sesuai dengan syari’at yang telah di contohkan oleh Rasulullah Saw, pada hukum Islam, setiap gerak ibadah mesti sesuai dengan dan bagaimana Rasulullah Saw melaksanakannya, jika kita membuat-buat sendiri tanpa ada dasar yang jelas dari Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah Saw, maka itu adalah bid’ah dan hukumnya adalah sesat, setiap kesesatan adalah perolehannya neraka.

4. Tidak mau lebih giat untuk mempelajari ilmu agama yang benar, yakni fardhu ‘Ain dan Fardhu Kifayah,

“Allah menganugerahkan al-hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al-Quran dan As-Sunnah) kepada siapa yang di kehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah).” (Q.S Al-Baqarah Ayat : 269).

“Dia-lah yang menurunkan Al-Kitab (Al-Quran) kepada kamu. Di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat, itulah pokok-pokok isi Al-Qur'an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta'wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta'wilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata : "Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami." Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal.” (Q.S Ali Imran Ayat : 7). Tidaklah termasuk orang yang berakal dan beriman bagi yang tidak mau meningkatkan atau belajar ilmu agama.

“Niscaya Allah akan meninggikan beberapa derajat orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (Q.S Al-Mujadalah Ayat : 11).

Rasulullah Saw bersabda : “Seseorang yang keluar dari rumahnya untuk menuntut ilmu niscaya Allah akan mudahkan baginya jalan menuju Syurga.” (H.R. Muttafaqun ‘Alaihi). “Siapa yang keluar untuk menuntut ilmu maka dia berada di jalan Allah sampai dia kembali.” (H.R. Muttafaqun ‘Alaihi).

“Siapa yang Allah kehendaki menjadi baik maka Allah akan memberikannya pemahaman terhadap Agama.” (H.R. Muttafaqun ‘Alaihi). “Sebaik-baik kalian adalah orang yang belajar Al-Qur'an dan yang mengajarkannya.” (H.R. Muttafaqun ‘Alaihi).

Wajib bagi setiap muslim untuk mengetahui akan ajaran agamanya, yang lebih dan sangat utama adalah hukum wajib dalam beribadah, yaitu Rukun Islam yang 5 (lima), yaitu Syahadat, Shalat, Puasa, Zakat dan Haji, ini adalah pilar utama bagi seseorang muslim dan hukumnya wajib di laksanakan, dalam pelaksanaannya juga jangan asal-asalan tahu mendirikannya saja, tetapi mesti dan wajib kita tahu bagaimana melaksanakan ibadah wajib tersebut yang sesuai dengan Al-Qur’an dan bagaimana Rasulullah Saw melaksanakannya sebagai contoh bagi kita umatnya, fardhu ‘ain yaitu hukum-hukum yang berkaitan dengan rukun Islam yang wajib tersebut di atas, sekalipun telah di ketahui pelaksanaan mendirikan ibadahnya, namun harus di kuasai dengan betul-betul setiap syarat-syarat, rukun-rukunnya dan lain-lain sesuai dengan Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah Saw, ibadah yang tiada sesuai syari’at adalah tertolak dan sia-sia belaka, utamanya adalah shalat selaku tiang agama, haruslah di pahami dengan sungguh-sungguh bagaimana yang benar pelaksanaannya, ingatlah ibadah shalat adalah yang pertama di hisab kelak di hari pembalasan untuk menentukan kemana arah selanjutnya akan kekal. “Katakanlah : "Tidak sama yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya yang buruk itu menarik hatimu, maka bertaqwalah kepada Allah hai orang-orang berakal, agar kamu mendapat keberuntungan." (Q.S Al-Maidah Ayat : 100).

Namun dalam belajar agama maka jauhilah hal syubhat atau samar, jangan coba-coba untuk menakwilkannya sendiri jika tidak di jumpai perbuatan atau ucapan Rasulullah Saw pada ayat-ayat yang samar pengertian, sebab hal ini bisa menjadikan fitnah dan itu adalah bid’ah jika tidak ada dasarnya sama sekali, “Jadilah engkau pema'af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma'ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh.” (Q.S Al-A’raaf Ayat : 199).

5. Mencela-cela sesama dalam berbuat baik atau beribadah,
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” (Q.S Al-Israa’ Ayat : 36). Dalam mengeluarkan fatwa ataupun yang bersifat dalam agama Islam, maka perhatikanlah peringatan ayat di atas, jangan berfatwa jika tidak mempunyai pengetahuan yang jelas dengan apa yang di bicarakan atau di keluarkan, sebab bisa menimbulkan fitnah dan pelencengan dari tata aturan hukum yang sesungguhnya.

“Di antara manusia ada orang yang membantah tentang Allah tanpa ilmu pengetahuan dan mengikuti setiap syaitan yang jahat.” (Q.S Al-Hajj Ayat : 3).

“Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan manjawab,"Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja." Katakanlah : "Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?" (Q.S At-Taubah Ayat : 65).

“Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman, jika Kami memaafkan segolongan kamu (lantaran mereka taubat), niscaya Kami akan mengadzab golongan (yang lain) di sebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa.”(Q.S At-Taubah Ayat : 66).

Sesama manusia atau sesama muslim, janganlah saling mencela, menghujat atau mencemo’oh akan suatu amal perbuatan sesamanya, apalagi dalam hal beribadah kepada Allah Swt, sifat sedemikian adalah merupakan sifat buruk yang di tiupkan syaithan laknatullah, seseorang yang beramal ibadah kepada Allah Swt jangan asal di salahkan atau di hujat, baik itu caranya ataupun dasarnya dari mana, sebelum di ketahui dengan sesungguhnya bagaimana jalannya ibadah seseorang tersebut, maka janganlah di salahkan atau di hujat, sebab ini adalah perbuatan yang salah dan berdosa, namun dekati secara perlahan dan perhatikan atau kalau perlu di ikuti sampai paham dan sesuaikanlah syari’at, namun hal ini mempunyai persyaratan, yaitu mestilah memahami ilmu agama di segala penjuru keilmuan, sebab pada masa sekarang ini, selain dari Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah Saw, banyak kitab-kitab atau buku-buku ilmu agama yang di buat oleh para ulama yang terkenal, kita mengetahui bahwasanya zaman sekarang ini umat Islam membuat patokan suatu ilmu agama berdasarkan dari Imam Madzhab yang 4 (empat), yaitu Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Hanbali dan Imam As-Syafi’i, dalam kitab mereka ini memang banyak di temui perbedaan mereka, tetapi yang menjadi perbedaan adalah umumnya pada hukum-hukum sunnat pada ibadah, sedangkan hukum wajib secara mayoritas adalah sama, hal ini jika tidak di sikapi dengan arif dan bijaksana, maka terjadilah perpecahan hukum syari’at dan hal ini berlangsung sudah sejak dari zamannya para tabi’in atau ulama salaf terdahulu dan kelihatannya zaman sekarang semakin mencuat, begitu juga yang terjadi pada para fuqaha (ahli fiqh) dan sufiyah (tasawuf), dari dulu hingga sekarang susah mencapai kata kesepakatan dan masing-masing merasa ia yang paling benar dalam ajaran Islam ini.

Resep untuk menyikapinya hal ini adalah wajib bagi setiap muslim untuk mempelajari agama berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah Saw yang shahih menurut hukum-hukum Islam tersebut di segala bidang secara minimal, pertengahan dan maksimal, jika tidak sedemikian maka perpecahanlah yang timbul karenanya, contoh : “Dalam Islam shalat hukumnya adalah wajib dengan aturan-aturan pelaksanaannya, pada aturan-aturan atau syarat-syarat inilah yang banyak di pertentangkan, umpamanya dari aliran A, mereka shalat dengan sangat rapi, artinya pakai jubah dan lain sebagainya, sedangkan B shalat hanya memakai sarung tanpa baju, hanya saja dia memakaikannya kira-kira di atas pusar dan sedikit di bawah lutut, bagi si A, dia menyatakan tidak sah shalat berpakaian sedemikian, sedangkan si B bertahan shalatnya adalah sah.”

Kita sikapi hal di atas adalah kedua-duanya sama benar dan sama bodohnya, si A bodohnya adalah karena pengetahuannya dalam bidang hukum shalat adalah minim pada aturan batasan aurat bagi pria dan wanita, aurat pria adalah sedikit di bawah lutut dan sedikit pula di atas pusar, jika lokasi itu sudah tertutup berarti sudah menutup aurat, lain lagi dengan batasan auratnya wanita adalah yang boleh tampak secara umum yaitu muka dan telapak tangan, nah kembali pada si A dan si B tadi, mereka sama saja awamnya dalam hukum batasan aurat.

Rasulullah Saw dalam menetapkan aturan sangatlah adil dan bijaksana, jika dia dari dulunya membuat aturan dengan harus berpakaian lengkap dan mewah, sudah tentu bagi para kaum dhuafa atau fakir dan miskin tidak bisa mendirikan shalat sebab tiada kesanggupannya untuk membeli pakaian sedemikian, jadi jika hanya memilki satu helai sarung saja maka memadailah bagi laki-laki tersebut untuk shalat sebagaimana contoh di atas dan bagi wanitanya cukup di tambah dengan hanya memakai baju sebagai kerudung layaknya mukena walaupun untuk dapat tertutup seluruh batasan auratnya dengan memakai beberapa baju dengan warna apapun juga, maka secara hukum syari’at adalah shalatnya tetap sah sepanjang sesuai dengan aturan serta syarat rukunnya, lain persoalan dengan di terima atau tidak dan itu adalah urusan Allah Swt semata, untuk si B, jika memang mempunyai baju, maka alangkah lebih baiknya jika memakai baju dan janganlah berbuat seperti di atas, sebab yang di hadapi adalah Allah Swt Maha Pencipta alam semesta dan segala isinya, maka tidaklah layak jika bersikap sedemikian, jangan membedakan Allah Swt dengan para makhluk-Nya, ini jika pergi kerumah Pak RT saja ia dengan rapi memakai pakaian walaupun sederhana, tetapi jika menghadap Allah Swt maka hanya pakai sarung selembar saja, di sinilah letak kesalahannya, artinya terjadi galat pada etika akhlak dan moral, moral sedemikian jauh dari akhlak yang di ajarkan Rasulullah Saw, kecuali memang tidak punya maka baru berlaku hukum daruratnya batasan aurat tersebut, namun jika hanya malas saja mencari atau mengambil pakaian dan memakainya hanya karena ingin cepat dan tergesa-gesa, maka inilah kerjaannya bisikan iblis, jin dan syaithan dan Janganlah beribadah dengan menipu Allah Swt sebagaimana firman-Nya,”Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar.” (Q.S Al-Baqarah Ayat : 9). 


Malulah kepada Allah Swt dalam segala hal tindak dan perbuatan dan terlebih lagi saat ibadah, ayat di atas merupakan sebagian dari tanda-tanda orang-orang yang munafik.

Posting Komentar untuk "JAGA SIKAP DALAM BERAGAMA"