Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer
Allah Swt berfirman : "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang di beri ilmu pengetahuan beberapa derajat." (Q.S. Al-Mujadalah : 11). Rasulullah Saw bersabda : "Barang siapa yang menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia, wajiblah ia memiliki ilmu, barang siapa yang ingin selamat dan berbahagia di akhirat, wajiblah ia mengetahui ilmu dan barangsiapa yang menginginkan kedua-duanya, wajiblah ia memiliki ilmu kedua-duanya pula." (H.R. Bukhari dan Muslim).

SHADAQAH THATAWWU'

Berdasarkan Al-Qur’an Surah Al-Baqarah Ayat 245 yang berbunyi : “Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan melipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezki) dan kepada-Nyalah kamu di kembalikan.”
Ini adalah merupakan suatu anjuran kepada yang namanya shadaqah, shadaqah thathawwu’ terkadang lebih identik atau terarah kepada wajib, sebagaimana umpamanya bagi sesorang yang menjumpai orang lain tertimpa suatu kesulitan dan kemelaratan atau kelaparan yang amat berat kondisinya, sedangkan dia mempunyai kelebihan harta yang bisa di berikan pada yang melarat tadi (shadaqah) guna dapat membantunya lepas dari kesulitan, maka ini yang di maksud mengarah kepada wajin untuk memberikan atau membantu.

Makruh hukumnya bershadaqah dengan barang yang buruk, rusak atau jelek tetapi bershadaqahlah dengaan yang baik-baik sebagaimana kita sendiri sanggup untuk memakannya serta mestilah dari sumber yang halal, bershadaqah dengan pakaian bekas dan lain sebagainya yang sejenis itu termasuk dalam arti bershadaqah dengan yang buruk, bahkan semestinya tidaklah dan merasa malu bershadaqah dengan sedemikian kondisi sesuatu barang tersebut.

Bershadaqah air umpamanya jauh lebih afdhal daripada bershadaqah dengan atas barang-barang yang rusak, buruk atau second tadi, karena hal jauh lebih bermanfaat bagi yang menerimanya yang bersifat makanan atau minuman yang bersih dan halal, hal ini jauh lebih di ridhai oleh Allah Swt, bila pada suatu waktu terjadi dua keperluan atau persilangan antara shadaqah dan waqaf di segi lain pada suatu masa yang sama, maka jika pada suatu masa tersebut adalah masa pailit dan sangat kekurangan dalam hal sesuatu kebutuhan hidup, maka sshadaqah jauh lebih utama di lakukan, kalau tidak maka lebih utamaa pula waqaf yang di berikan, karena banyaak juga kemanfaatannya di sini, sebab pahalanya saling bersambungan selama sesuatu waqaf tersebut masih berjalan dan di pakai atau di manfaatkan oleh orang yang menerimanya, contohnya adalah tanah, rumah dan lain sebagainya yang sejenis, tentu barang-barang yang di waqafkan ini saling bersambungan pemakaiannya dan sudah tentu pula pahalanya terus mengalir hingga sepanjang anakn keturunan selama waqaf tersebut di manfaatkan oleh yang menerimanya.

Semestinya bagi hamba yang penggemar amal ibadah kebajikan hendaknya jangan sampai absen pada setiap harinya bershadaqah atau berwaqaf sebisa dan semampunya, walaupun kecil jumlahnya, tetapi di sini yaang di nilai oleh Allah Swt adalah keikhlasan dalam mengeluarkan sesuatu shadaqah atau waqaf tadi.

Memberikan shadaqah secara diam-diam jauh lebih baik atau afdhal daripada secara demonstratif atau terang-terangan, adapun pemberian zakat menurut ijma’ boleh dengan cara demonstratif, tetapi di sini kami tidak sependapat, sebab tetap ada saja unsur ria.

Memberikan shadaqah ini ada juga beberapa kriteria yang di perhatikan, yaitu berikan shadaqah kepada kerabat yang tidak menjadi tanggungannya adalah suatu pemberian shadaqah yang utama, kemudian kepada kerabat yang mahram, kemudian kepada suami atau isteri, kemudian kepada yang bukan mahram, kepada mahram dari jalur ayah juga dari jalur ibu, kemudian seterusnya kepada mahram susuan dan kemudian mahram dari perbesanan, setelah kerabat dari kedua belah pihak, maka memberikan shadaqah kepada tetangga adalah lebih afdhal daripada kepada yang lain, maka dari sini bisa di ketahui bahwa kerabat yang rumahnya berjauhan adalah lebih afdhal daripada bukan kerabat yang berdekatan rumahnya.

Tidaklah suatu kesunnahan bershadaqah barang yang masih di perlukan sendiri, bahkan adalah haram bershadaqah barang yang maasih di butuhkan untuk menafkahi dan membiayai kehidupan sekurang-kurangnya untuk cukup dalam sehari semalam, orang yang wajib di tanggung nafkah hidupnya atau yang di butuhkan untuk membayar hutang, maka jika masih kita shadaqahkan juga maka hal ini tidaklah baik, sebab shadaqah itu adalah jika ada kelebihan.

Karena dalam hal ini adalah kewajiban tidak boleh di tinggalkan hanya karena suatu kesunnahan dalam beribadah, walau bagaimanapun juga tetap yang wajib di dahulukan, apapun itu letak suatu persoalan status hukum sebab akibat dan perbuatan, jika saja kita sendiri masih membutuhkan sementara bershadaqah juga, maka hal ini akan jatuh kepada haram perbuatan tersebut, juga mengumpat shadaqah yang telah di berikan hukumnya haram dan dapat melebur pahalanya sebagaimana juga melukai hati bagi yang menerimanya jika ia mendengar, jika tidak mendengar maka tetap lebur juga pahalanya dengan di namakan ria karena telah di sebut-sebut dan di ceritakan serta mengumpat atas pemberian shadaqah tadi.

Makruh menerima shadaqah dari orang yang hartanya di ketahui bercampur antara yang halal dan haram, seperti misalnya seseorang penguasa atau pejabat yang tidak jujur, besar kecil makruhnya sebanding dengan banyak sedikitnya syubhat atas hartanya tersebut dan tetap tidak haram, namun bila di yakini bahwa yang telah di terima itu haram maka hukumnya jelas haram.

Posting Komentar untuk "SHADAQAH THATAWWU'"