Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer
Allah Swt berfirman : "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang di beri ilmu pengetahuan beberapa derajat." (Q.S. Al-Mujadalah : 11). Rasulullah Saw bersabda : "Barang siapa yang menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia, wajiblah ia memiliki ilmu, barang siapa yang ingin selamat dan berbahagia di akhirat, wajiblah ia mengetahui ilmu dan barangsiapa yang menginginkan kedua-duanya, wajiblah ia memiliki ilmu kedua-duanya pula." (H.R. Bukhari dan Muslim).

Dua Diantara Nama Allah Yang Indah Al-Qabidh dan Al-Basith



Di antara nama Allah Azza wa Jalla yang jarang disebut dan diingat orang adalah Al-Qabidh dan Al-Basith, kalaupun ada yang menyebutnya, maka hanya dalam bentuk main-main, karena disenandungkan dalam suatu nyanyian bermusik, padahal kedua nama itu termasuk Al-Asma Al-Husna.

Mestinya nama-nama Allah disebut dengan sungguh-sungguh, khusyu', tawadhu' dan penuh penghormatan. Allah Azza wa Jalla berfirman : "Hanya milik Allah Asma-ul Husna (nama-nama yang sangat indah), maka berdoalah kepada-Nya dengan menyebut Asma-ul Husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya, nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan." (Q.S. Al-A'raf/7:180).



Dalil Nama Allah : Al-Qabidh dan Al-Basith

Dalil yang membuktikan Al-Qabidh dan Al-Basith sebagai nama Allah adalah sebuah hadits yang diriwayatkan dari Anas bin Malik Radhiyallahu 'anhu. Ia berkata : "Harga barang-barang pernah menjadi mahal pada zaman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, karenanya para sahabat berkata: Ya Rasulullah, tetapkanlah harga untuk kami. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Sesungguhnya Allah-lah yang membuat ketetapan harga, Dia adalah Al-Qabidh (Maha menahan/menyempitkan rizqi), Al-Basith (Maha membentangkan/meluaskan rizqi), Ar-Raziq (Maha menganugerahkan rizqi), dalam riwayat At-Tirmidzi, dengan lafal: Ar-Razzaq dan sesungguhnya aku berharap menjumpai Allah dalam keadaan tiada seorangpun yang menuntut kepadaku (dihadapan Allah) karena suatu kedzaliman yang aku lakukan, baik berkaitan dengan darah maupun harta." (H.R. Abu Dawud, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah).

Banyak ulama memasukkan kedua nama ini dalam himpunan nama-nama Allah Azza wa Jalla yang mereka kumpulkan, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Rahimahullah juga memasukkannya ke dalam himpunan nama-nama Allah yang beliau kumpulkan dalam kitabnya Al-Qawa’id Al-Mutsla Fi Shifatillah wa Asma’ihi Al-Husna.



Makna Nama Allah Al-Qabidh dan Al-Basith dan Pengamalan Maknanya

Menurut Abu Ath-Thayyib Muhammad Syamsul Haq Al-'Azhim Abadiy, pensyarah Sunan Abu Dawud, juga Mubarakfuriy, pensyarah Jami' At-Tirmidzi, ma'na Al-Qabidh dan Al-Basith adalah : Allah Maha Menyempitkan dan Maha meluaskan rizqi serta lainnya bagi siapa yang dikehendaki, menurut cara yang dikehendaki dan kapanpun Dia kehendaki.

Karena Al-Qabidh dan Al-Basith merupakan nama Allah Azza wa Jalla, maka sepantasnya setiap muslim mengenalnya dan memahami serta menghayati maknanya, yaitu bahwa setiap rizqi dan setiap kemudahan dalam hal apa saja, hanya datang dari Allah Azza wa Jalla.

Begitu pula ketika seseorang mengalami kesulitan, krisis rizqi dan tidak mendapatkan seperti yang diharapkannya atau tidak mendapatkan kemudahan, semua itu tidak lain hanya Allahlah yang menetapkannya. Allah Azza wa Jalla berfirman : "Allah meluaskan rizqi dan menyempitkannya bagi siapa yang Dia kehendaki." (Q.S. Ar-Ra'd/13:26).

"Dan Allah menyempitkan serta melapangkan (rizqi) dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan." (Q.S. Al-Baqarah/2:245). "Sesungguhnya Rabbmu melapangkan rizqi kepada siapa yang Dia kehendaki dan menyempitkannya." (Q.S. Al-Isra'/17:30).

Dan masih banyak ayat-ayat Al-Qur'an lainnya yang menerangkan bahwa Allah-lah yang melapangkan rizqi atau menyempitkannya bagi siapa yang Dia kehendaki, sepantasnya pula, setiap muslim menjaga, menghormati dan berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan menyebut atau mengingat nama itu sesuai dengan tuntutan maknanya, baik doa dalam arti memohon maupun doa dalam arti melakukan peribadatan-peribadatan lain, sebab doa memiliki dua pengertian, pertama: memohon dan kedua: melakukan peribadatan selain memohon, seperti berdiri atau duduk dalam shalat atau dzikir-dzikir yang tidak bersifat meminta.

Artinya, ketika seseorang memohon agar Allah Azza wa Jalla memberikan kemudahan dan kelapangan hidup yang baik, bersih dan halal serta menjauhkannya dari kesulitan rizqi, maka tidak ada salahnya kalau ia menyebut-nyebut nama Al-Qabidh dan Al-Basith atau ketika menjalani kehidupan, baik dalam keadaan sempit maupun dalam keadaan lapang, ia selalu tetap konsisten beribadah kepada Allah, sebab ia selalu ingat bahwa di antara nama Allah adalah nama Al-Qabidh dan Al-Basith.

Di saat lapang ia ingat bahwa kelapangan yang diperolehnya semata karena Allah yang bernama Al-Basith, sehingga ia semakin bersemangat dalam beribadah, semakin bersyukur atas segala karunia-Nya dan semakin bersemangat memohon kelapangan rizqi yang halal.

Pada saat yang sama iapun menyadari dan siap jika suatu ketika Allah menyempitkan rizqi baginya karena Allah adalah Al-Qabidh, sehingga ia tidak kaget, maka di saat ia benar-benar dalam keadaan sempit, ia bersabar, bertawakkal dan banyak memohon pertolongan kepada Allah. Ia tetap yakin bahwa Allah yang bernama Al-Qabidh dan Al-Basith, suatu ketika akan melepaskannya dari kesempitan yang menimpanya dan dengan itu ia juga mengharapkan pahala dari Allah.

Dan apabila selalu demikian keadaannya, berarti ia telah merealisasikan perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala yang terdapat dalam firman-Nya : "Hanya milik Allah Asma-ul Husna (nama-nama yang sangat indah), maka berdoalah kepada-Nya dengan menyebut Asma-ul Husna itu." (Q.S. Al-A'raf/7:180).

Berarti ia telah berdoa, dalam arti seluas-luasnya kepada Allah, meliputi doa permohonan dan doa peribadatan lain, dengan menyebut atau mengingat nama-nama Allah sesuai dengan tuntutan maknanya. Wallahu A’lam.

Yang tidak kalah pentingnya, tidak mendendangkan Asma'ul Husna dalam lagu-lagu dan main-main, apalagi dalam suasana ikhtilath (campur) antara laki-laki dan perempuan, tapi dengan sungguh-sungguh, khusyu' dan tawadhu' dan tidak harus pula menyebutkan Asma’ ul husna itu secara keseluruhan sebanyak sembilan puluh sembilan nama secara berurutan.

Sebab tidak ada nash yang shahih yang menyebutkan sembilan puluh sembilan nama itu secara berurut, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Rahimahullah mengatakan : “Tidak benar adanya penentuan urut-urutan nama-nama Allah ini dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Hadits yang diriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang penentuan urut-urutan ini
lemah.” Lihat keterangan Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Rahimahullah dalam kitab Al-Qawa’id Al-Mutsla Fi Shifatillah wa Asma’ihi Al-Husna, hal. 17 - 18 – Wallahu Al-Musta’aan.

Posting Komentar untuk "Dua Diantara Nama Allah Yang Indah Al-Qabidh dan Al-Basith"