Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer
Allah Swt berfirman : "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang di beri ilmu pengetahuan beberapa derajat." (Q.S. Al-Mujadalah : 11). Rasulullah Saw bersabda : "Barang siapa yang menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia, wajiblah ia memiliki ilmu, barang siapa yang ingin selamat dan berbahagia di akhirat, wajiblah ia mengetahui ilmu dan barangsiapa yang menginginkan kedua-duanya, wajiblah ia memiliki ilmu kedua-duanya pula." (H.R. Bukhari dan Muslim).

Belajar Dari Ibadah Qurban dan Haji

Ada dua ibadah yang kita temui pada perayaan Idhul Adha, yaitu ibadah qurban dan ibadah haji, ada beberapa hal yang bisa kita gali dari ibadah qurban yang kita jalankan tahun ini, juga ada beberapa pelajaran dari ibadah haji yang dijalankan oleh saudara-saudara kita di tanah suci.

Kita akan menyebutkan lima pelajaran dari dua ibadah tersebut, yaitu :

1. Belajar Untuk Ikhlas.
Dari ibadah qurban yang dituntut adalah keikhlasan dan ketaqwaan, itulah yang dapat menggapai ridha Allah, daging dan darah itu bukanlah yang dituntut, namun dari keikhlasan dalam berqurban.

Allah Ta'ala berfirman, “Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketaqwaan dari kamulah yang dapat mencapainya.” (Q.S. Al-Hajj : 37).

Untuk ibadah haji pun demikian, kita diperintahkan untuk ikhlas, bukan cari gelar dan cari sanjungan, dari Abu Hurairah Ra, ia berkata bahwa ia mendengar Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Siapa yang berhaji karena Allah lalu tidak berkata-kata seronok dan tidak berbuat kefasikan maka dia pulang ke negerinya sebagaimana ketika dilahirkan oleh ibunya.” (H.R. Bukhari No. 1521).

Ini berarti berqurban dan berhaji bukanlah ajang untuk pamer amalan dan kekayaan atau riya.

2. Belajar untuk mengikuti tuntunan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dalam berqurban ada aturan atau ketentuan yang mesti dipenuhi, misalnya, mesti dihindari cacat yang membuat tidak sah (buta sebelah, sakit yang jelas, pincang, atau sangat kurus) dan cacat yang dikatakan makruh (seperti sobeknya telinga, keringnya air susu, ekor yang terputus).

Umur hewan qurban harus masuk dalam kriteria yaitu hewan musinnah, untuk kambing minimal 1 tahun dan sapi minimal dua tahun, waktu penyembelihan pun harus sesuai tuntunan dilakukan setelah shalat Idhul Adha, tidak boleh sebelumnya, kemudian dalam penyaluran hasil qurban, jangan sampai ada maksud untuk mencari keuntungan seperti dengan menjual kulit atau memberi upah pada tukang jagal dari sebagian hasil qurban.

Jika ketentuan di atas dilanggar di mana ketentuan tersebut merupakan syarat, hewan yang disembelih tidaklah disebut qurban, namun disebut daging biasa.

Al-Bara' bin Azib Radhiyallahu 'anhu menuturkan bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menyampaikan khutbah kepada para sahabat pada hari Idhul Adha setelah mengerjakan shalat Idhul Adha.

Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Siapa yang shalat seperti shalat kami dan menyembelih kurban seperti kurban kami, maka ia telah mendapatkan pahala kurban. Barangsiapa yang berkurban sebelum shalat Idhul Adha, maka itu hanyalah sembelihan yang ada sebelum shalat dan tidak teranggap sebagai kurban.”

Abu Burdah yang merupakan paman dari Al-Bara' bin 'Azib dari jalur ibunya berkata, “Wahai Rasulullah, aku telah menyembelih kambingku sebelum shalat Idhul Adha, aku tahu bahwa hari itu adalah hari untuk makan dan minum, aku senang jika kambingku adalah binatang yang pertama kali disembelih di rumahku. Oleh karena itu, aku menyembelihnya dan aku sarapan dengannya sebelum aku shalat Idhul Adha.”

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pun berkata, “Kambingmu hanyalah kambing biasa (yang dimakan dagingnya, bukan kambing kurban).” (H.R. Bukhari No. 955).

Begitu pula dalam ibadah haji hendaklah sesuai tuntunan, tidak bisa kita beribadah asal-asalan, karena Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Ambillah dariku manasik-manasik kalian, karena sesungguhnya aku tidak mengetahui, mungkin saja aku tidak berhaji setelah hajiku ini.” (H.R. Imam Muslim No. 1297).

Ini menunjukkan bahwa ibadah qurban dan haji serta ibadah lainnya mesti didasari ilmu. Jika tidak, maka sia-sialah ibadah tersebut.

3. Belajar Untuk Sedekah Harta.
Dalam ibadah qurban, kita diperintahkan untuk belajar bersedekah, begitu pula haji. Karena saat itu, hartalah yang banyak diqurbankan. Apakah benar kita mampu mengorbankannya? Padahal watak manusia sangat cinta sekali pada harta.

Ingatlah, harta semakin dikeluarkan dalam jalan kebaikan dan ketaatan akan semakin berkah. Sehingga jangan pelit untuk bersedekah karena tidak pernah kita temui pada orang yang berqurban dan berhaji yang mengorbankan jutaan hartanya jadi bangkrut.

Ingat Allah Ta'ala berfirman, “Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia-lah Pemberi rezki yang sebaik-baiknya.” (Q.S. Saba' : 39).

Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda pula, “Sedekah tidaklah mengurangi harta.” (H.R. Muslim No. 2588 dari Abu Hurairah).

Imam Nawawi Asy-Syafi'i berkata, “Kekurangan harta bisa ditutup dengan keberkahannya atau ditutup dengan pahala di sisi Allah.” (Syarh Shahih Muslim, 16 : 128).

4. Belajar Untuk Meninggalkan Larangan Walau Sementara Waktu. 

Dalam ibadah qurban ada larangan bagi shahibul qurban yang mesti ia jalankan ketika telah masuk 1 Dzulhijjah hingga hewan qurban miliknya disembelih, walaupun hikmah dari larangan ini tidak dinashkan atau tidak disebutkan dalam dalil, namun tetap mesti dijalankan karena sifat seorang muslim adalah sami'na wa atho'na, yaitu patuh dan taat.

Dari Ummu Salamah, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Jika kalian telah menyaksikan hilal Dzulhijjah (maksudnya telah memasuki 1 Dzulhijjah, -pen) dan kalian ingin berqurban, maka hendaklah shohibul qurban tidak memotong rambut dan kukunya.” (H.R. Imam Muslim No. 1977).

Lebih-lebih lagi dalam ibadah haji dan umrah, saat berihram jamaah tidak diperkenankan mengenakan wewangian, memotong rambut dan kuku, mengenakan baju atau celana yang membentuk lekuk tubuh (bagi pria), tidak boleh menutup kepala serta tidak boleh mencumbu istri hingga menyetubuhinya.

Dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu 'anhuma, ia berkata bahwa ada seseorang yang berkata pada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah, bagaimanakah pakaian yang seharusnya dikenakan oleh orang yang sedang berihram (haji atau umrah)?” Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Tidak boleh mengenakan kemeja, sorban, celana panjang kopiah dan sepatu, kecuali bagi yang tidak mendapatkan sandal, maka dia boleh mengenakan sepatu. Hendaknya dia potong sepatunya tersebut hingga di bawah kedua mata kakinya. Hendaknya dia tidak memakai pakaian yang diberi za'faran dan wars (sejenis wewangian).” (H.R. Bukhari No. 1542).

Larangan di atas adalah ujian apakah kita mampu menahan diri dari larangan walau sementara waktu. Bagaimana lagi untuk waktu yang lama?

5. Belajar Untuk Rajin Berdzikir.
Dalam ibadah qurban diwajibkan membaca bismillah dan disunnahkan untuk bertakbir saat menyembelih qurban. Dari Anas Radhiyallahu 'anhu, ia berkata, “Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah berqurban (pada Idhul Adha) dengan dua kambing yang gemuk. Aku melihat beliau menginjak kakinya di pangkal leher dua kambing itu. Lalu beliau membaca bismillah dan bertakbir, kemudian beliau menyembelih keduanya dengan tangannya.” (H.R. Bukhari No. 5558).

Sejak sepuluh hari pertama Dzulhijjah, kita pun sudah diperintahkan untuk banyak bertakbir. Allah Ta'ala berfirman, “Dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan.” (Q.S. Al-Hajj : 28). "Ayyam ma'lumaat" menurut salah satu penafsiran adalah sepuluh hari pertama Dzulhijjah.

Dalam ayat lain disebutkan, “Dan berzikirlah (dengan menyebut) Allah dalam beberapa hari yang terbilang.” (Q.S. Al-Baqarah : 203). Ibnu Umar Radhiyallahu 'anhuma dan ulama lainnya mengatakan bahwa ayyamul ma'dudat adalah tiga hari tasyriq.

Ini menunjukkan adanya perintah berdzikir di hari-hari tasyriq, Imam Bukhari Rahimahullah menyebutkan, Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhuma berkata, “Berdzikirlah kalian pada Allah dihari-hari yang ditentukan yaitu 10 hari pertama Dzulhijah dan juga pada hari-hari tasyriq.”

Ibnu Umar dan Abu Hurairah pernah keluar ke pasar pada sepuluh hari pertama Dzulhijah, lalu mereka bertakbir, lantas manusia pun ikut bertakbir. Muhammad bin Ali pun bertakbir setelah shalat sunnah. (Dikeluarkan oleh Bukhari tanpa sanad (mu'allaq), pada Bab “Keutamaan beramal di hari tasyriq”).

Ibadah thawaf, sa'i dan melempar jumrah pun dilakukan dalam rangka berdzikir pada Allah. Dari Aisyah Radhiyallahu 'anha, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya thawaf di Ka'bah, melakukan sa'i antara Shafa dan Marwah dan melempar jumrah adalah bagian dari dzikrullah (dzikir pada Allah).” (H.R. Abu Daud No. 1888, At-Tirmidzi No. 902 dan Imam Ahmad).

Di hari-hari tasyriq, kita pun diperintahkan untuk membaca doa sapu jagad. Allah Ta'ala berfirman, “Apabila kamu telah menyelesaikan ibadah hajimu, maka berzikirlah (dengan menyebut) Allah, sebagaimana kamu menyebut-nyebut (membangga-banggakan) nenek moyangmu, atau (bahkan) berzikirlah lebih banyak dari itu, maka di antara manusia ada orang yang berdoa : “Ya Tuhan kami, berilah kami (kebaikan) di dunia”, dan tiadalah baginya bahagian (yang menyenangkan) di akhirat. Dan diantara mereka ada orang yang berdoa: “Robbana aatina fid dunya hasanah wa fil akhiroti hasanah wa qina „adzaban naar” [Ya Rabb kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka].” (Q.S. Al-Baqarah : 200-201).

Dari ayat ini kebanyakan ulama salaf menganjurkan membaca do'a “Robbana aatina fid dunya hasanah wa fil akhiroti hasanah wa qina 'adzaban naar” di hari-hari tasyriq. Sebagaimana hal ini dikatakan oleh Ikrimah dan Atha'. (Lihat Latha-if Al-Ma‟arif, hlm. 505-506).

Ini semua mengajarkan pada kita untuk rajin berdzikir.
Dari Abdullah bin Busr Radhiyallahu 'anhu, ia berkata bahwa ada seseorang yang berkata pada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah, syariat Islam sungguh banyak dan membebani kami. Beritahukanlah padaku suatu amalan yang aku bisa konsisten dengannya. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam pun bersabda, “Hendaklah lisanmu tidak berhenti dari berdzikir pada Allah.” (H.R. AtTirmidzi, No. 3375; Ibnu Majah, No. 3793; Imam Ahmad, 4: 188).

Posting Komentar untuk "Belajar Dari Ibadah Qurban dan Haji"