Pengertian dan Macam-Macam Thaharah
a. Pengertian Thaharah
Menurut bahasa (etimologis), thaharah berarti pembersihan dari segala kotoran yang tampak maupun tidak tampak, sedangkan menurut pengertian syari'at (terminologis), thaharah berarti tindakan menghilangkan hadats dengan air atau debu yang bisa menyucikan.Selain itu, juga berarti upaya melenyapkan najis dan kotoran, dengan demikian, thaharah berarti menghilangkan sesuatu yang ada di tubuh yang menjadi penghalang bagi pelaksanaan shalat dan ibadah yang semisalnya. Lihat Kitab Al-Mughni (11/12) Karya Ibnu Qudamah dan juga pada Kitab Taudhiihul Ahkaam min Buluughil Maraam karya 'Abdullah Al-Basam (1/87).
b. Dua Macam Thaharah, Bathin dan Lahir
Macam pertama: Thaharah batin spiritual, yaitu thaharah dari kemusyrikan dan kemaksiatan. Thaharah seperti itu bisa di lakukan dengan cara bertauhid dan beramal shalih, macam thaharah ini lebih penting dari pada thaharah fisik babkan thaharah badan tidak mungkin bisa terwujud jika masih terdapat najis kemusyrikan."Sesungguhnya orong-orang musyrik itu najis...." (Q.S. At-Taubah 9 : 28).Sedangkan Nabi Saw bersabda : "Sesungguhnya orang Mukmin itu tidak najis." (H.R. Muttafaq 'alaih: diriwayatkan Al-Bukhari di dalam Kitab "Al-Ghusl"Bab "Araqul Junubi Wa Annal Muslim Laa Yanjus" No. 283 dan Muslim di dalam Kitab "Al-Haid" Bab "Ad-Dalil 'Alaa Annal Muslim Laa Yanjus" No. 371.
Oleh karena itu, setiap mukallaf berkewajiban untuk menyucikan hatinya dari najis kemusyrikan dan keraguan, hal itu dapat di wujudkan dengan keikhlasan, tauhid dan keyakinan, selain itu mereka juga harus membersihkin diri dan hatinya dari kotoran maksiat, pengaruh dengki dan iri, kecurangan, suap-menyuap, sombong, ujub, riya' dan sum'ah.
Hal itu dapat di lakukan dengan taubat yang sebenarnya dari segala macam dosa dan kemaksiatan, thaharah ini merupakan sebagian dari iman, sedang sebagian lainnya adalah thaharah fisik atau lahir.
Macam kedua: Thaharah fisik, yaitu bersuci dari berbagai hadats dan najis dan yang ini merupakan sebagian kedua dari iman. Rasulullah Saw bersabda : "Bersuci itu setengah dari iman." Di riwayatkan Muslim di dalam Kitab "Ath-Thaarah" Bab "Fadhlul Wudhu" No. 223).
Thaharah yang kedua ini dilakukan dengan cara yang telah di syari'atkan oleh Allah Ta'ala berupa wudhu', mandi dan tayammum pada saat tidak ada air, menghilangkan najis dari pakaian, badan dan tempat shalat. (Lihat Kitab Asy-Syarhul Mumti' 'alaa Zaadil Mustaqni', karya Ibnu 'Utsaimin (I/19), Manhajul Muslim, Abu Bakar Al-Jaza'iri, hal. 170. Juga Syarah 'Umdatil Ahkam lil Maqdisi, karya Al-'Allamah Ibnu Baaz, hal. 2.
c. Thaharah Di Lakukan Dengan Dua Cara
Pertama: Thaharah dengan menggunakan air dan inilah yang pokok, dengan demikian, setiap air yang turun dari langit atau keluar dari perut bumi adalah dalam posisi dasar penciptaannya, yaitu dapat menyucikan: menyucikan dari hadats dan kotoran, meski telah mengalami perubahan rasa atau warna atau baunya oleh sesuatu yang bersih.Hal itu di dasarkan pada sabda Rasulullah Saw : "Sesungguhnya air itu dapat menyucikan, yang tidak bisa di buat najis oleh sesuatu." (Di riwayatkan oleh Abu Dawud No. 67, At-Tirmidzi No. 66, An-Nasa-i No. 325). Dan di nilai shahih oleh Ahmad, juga di nilai shahih oleh Al-Albani di dalam Kitab Shahiih Sunan Abi Dawud (I/16).
Di antara air tersebut adalah air hujan, air dari sumber mata air, air sumur, air sungai, air lembah, air salju yang mencair dan air laut. Berkenaan dengan air laut, Rasulullah Saw bersabda : "Laut itu airnya bisa menyucikan dan bangkainya pun halal." Di riwayatkan oleh Abu Dawud No. 83, At-Tirmidzi No. 69, An-Nasa'i No. 321, Ibnu Majah No. 386. At-Tirmidzi mengatakan : "Hadits ini berstatus hasan shahih dan di nilai shahih oleh Al-Albani di dalam Kitab Shahiih Sunan Abi Dawud (I/19) dan juga Kitab Silsilatul Ahaadiits Ash-Shahiihah, No. 480.
Adapun air zamzam telah di tetapkan di dalam hadits 'Ali : Bahwa Rasulullah Saw pernah minta di bawakan satu timba air zamzam, lalu air tersebut beliau gunakan atau pakai untuk minum dan berwudhu." Di riwayatkan oleh Imam Ahmad di dalam Kitab Zawa-idul Musnad (I/76) dan dinilai hasan oleh Al-Albani di dalam Kitab Irwaa-ul Ghaliil (I/45) No. 13 dan juga Kitab Tamaamul Minnah, hal. 46.
Akan tetapi, jika air itu berubah warna, rasa atau baunya yang di sebabkan oleh suatu najis, menurut ijma' ulama, air itu pun menjadi najis yang harus di hindari, lihat Kitab Fataawaa Ibni Taimiyyah (XXI/30) dan juga Kitab Subulus Salaam Syarhu Buluughil Maraam Karya Ash-Shan'ani (I/22).
Kedua: Thaharah dengan menggunakan debu yang suci.
Thaharah ini merupakan ganti dari thaharah dengan air jika tidak memungkinkan bersuci dengan menggunakan air pada bagian-bagian yang harus disucikan, atau karena ketiadaan air, atau karena takut bahaya yang diakibatkan oleh penggunaan air, sehingga dapat digantikan oleh debu yang suci.
Silakan lihat pada Kitab Minhajus Saalikiin Taudhiihul Fiqh Fid Diin Karya Al-'Allamah 'Abdurrahman bin Nashir As-Sa'di, hal. 13.
Posting Komentar untuk "Pengertian dan Macam-Macam Thaharah"
Terimakasih atas kunjungan anda...