Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer
Allah Swt berfirman : "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang di beri ilmu pengetahuan beberapa derajat." (Q.S. Al-Mujadalah : 11). Rasulullah Saw bersabda : "Barang siapa yang menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia, wajiblah ia memiliki ilmu, barang siapa yang ingin selamat dan berbahagia di akhirat, wajiblah ia mengetahui ilmu dan barangsiapa yang menginginkan kedua-duanya, wajiblah ia memiliki ilmu kedua-duanya pula." (H.R. Bukhari dan Muslim).

Ilmu Mukasyafah Dalam Tasawuf

Suatu pemahaman yang kedudukannya di dalam rasa (hati) bukan di dalam rasio (akal), ilmu pengetahuan yang sangat luas dan bahkan tidak terbatas, bagaikan samudera yang tidak bertepi, karena luasnya ilmu ini, maka di dalamnya terdapat banyak hal yang tidak sanggup di tampilkan dengan bahasa tulisan kecuali hanya dengan perumpamaan atau i'tibar.

Sebagaimana telah di maklumi, bahwa untuk memindahkan pengetahuan dari orang yang satu kepada orang yang lain membutuhkan suatu alat dan sarana tersebut adalah bahasa, sedangkan bahasa itu juga membutuhkan uraian dan penjelasan serta bukti-bukti dan dalil-dalil. 

Namun bagaimana halnya terhadap suatu tontonan misalnya yang belum pernah di lihat mata, belum pernah di dengar telinga dan belum pernah terlintas dalam benak siapapun, bagaimana cara untuk menerangkan dan menguraikannya? Maka tidak ada cara lain kecuali dengan perumpamaan atau i'tibar. 

Al-Qur'an banyak Ilmu yang mempelajari seluk beluk hati, apabila kinerja hati itu tumpul, berarti hatinya bodoh sehingga membutuhkan belajar, sedangkan apabila kinerja hatinya tak terarah, berarti hatinya telah buta, sehingga membutuhkan obat dan terapi bagi kebutaan hati. 

Di situlah ilmu mukasyafah menempatkan diri mencontohkan perihal tersebut, bahkan Allah telah memerintah hamba-Nya untuk beri'tibar dengan firman-Nya : "Beri'tibarlah hai orang-orang yang mempunyai pandangan." (Q.S. Al-Hasyr : 59/2).

Manusia hanya mampu beri'tibar dengan mengutip dalil-dalil naqliyah saja, baik dari Al-Qur'an maupun Al-Hadits tanpa mampu bertanya bagaimana atau berusaha minta penjelasan lagi kepada siapapun secara aqliyah. 


Ketika seorang hamba membaca isyarah dari Allah tentang hal yang ghaib tersebut melalui tamsil, maka mereka hanya mampu menampilkan tamsil itu dengan apa adanya, Allah dalam hal ini hanya memberikan tamsil kepada hamba-Nya, agar mereka dapat memahami dan membayangkan terhadap sesuatu yang di tamsilkan itu sekedarnya saja sesuai kesanggupan imajinasinya yang terbatas.
 

Namun dalam kaitan ilmu mukasyafah ini yang terpenting adalah : "Dengan melaksanakan mujahadah dan riyadhah melalui seluruh "amalan lahir", seperti shalat, puasa, zakat dan lain sebagainya, bagaimana dengan itu seorang hamba berhasil mendapatkan futuh atau terbukanya matahati sehingga dapat mengetahui sesuatu yang semestinya samar bagi orang lain, dengan pengetahuan itu hatinya menjadi semakin bertaqwa kepada Tuhannya, itulah yang disebut "amalan batin". 

Adapun amalan batin yang derajatnya paling tinggi adalah ma'rifatullah atau mengenal Allah,  jadi ilmu mukasyafah itu bukan ilmu yang di dapat dari membaca tulisan atau mendengar ucapan, tetapi di hasilkan dari buah mujahadah dan riyadhah di jalan Allah.

Oleh karena ilmu mukasyafah adalah buah ilmu dan amal, maka cara mendapatkannya hanya dengan jalan beribadah kepada Allah, itulah yang di maksud dengan firman Allah yang artinya : "Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan Kepada mereka jalan-jalan Kami." (Q.S. Al-Ankabut (29)69). 


Dengan hidayah yang telah di janjikan tersebut, seorang hamba akan mendapatkan apa yang diharapkan dalam pelaksanaan ibadah yang di jalani atau thariqah, buah thariqat itu berupa cinta dan ma‘rifat kepada Tuhannya yang menghantarkan mereka kepada keridlaan-Nya baik di dunia maupun di akhirat nanti.

Hal itu seperti yang tersirat dalam munajat yang mereka panjatkan pada setiap kali mereka melaksanakan wirid yang telah di istiqamahkan : “Wahai Tuhan kami, hanya Engkau tujuan kami dan ridha-Mu yang kami cari, maka berilah kami ma'rifat dan cinta kepada-Mu”. 


Artinya Ma‘rifat dan Cinta itu akan menjadi landasan amal ibadah untuk menggapai ridla Allah, sedangkan guru mursyid yang di tawasuli yang di jadikan sebagai pembimbing perjalanan agar perjalanan itu terjaga dari tipu daya syetan.

Walhasil, yang di maksud wasilah ibarat fasilitas yang di berikan kepada seorang hamba yang sedang melaksanakan ibadah agar dengan ibadah tersebut dia sampai kepada yang di maksud atau do‘a-do‘anya mendapatkan ijabah dari-Nya. 


Seseorang hamba akan mendapatkan fasilitas ibadah, bilamana ibadah tersebut mereka laksanakan dengan ikhlas serta bertawasul kepada guru-guru mursyid secara berkesinambungan sampai kepada Rasulullah Saw.

Posting Komentar untuk "Ilmu Mukasyafah Dalam Tasawuf"