Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer
Allah Swt berfirman : "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang di beri ilmu pengetahuan beberapa derajat." (Q.S. Al-Mujadalah : 11). Rasulullah Saw bersabda : "Barang siapa yang menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia, wajiblah ia memiliki ilmu, barang siapa yang ingin selamat dan berbahagia di akhirat, wajiblah ia mengetahui ilmu dan barangsiapa yang menginginkan kedua-duanya, wajiblah ia memiliki ilmu kedua-duanya pula." (H.R. Bukhari dan Muslim).

Tiga Derajat Istiqamah

Ada tiga derajat istiqamah, yaitu :
1. Istiqamah dalam usaha untuk melalui jalan tengah, tidak melampaui rancangan ilmu, tidak melanggar batasan ikhlas dan tidak menyalahi manhaj As-Sunnah, derajat ini meliputi lima perkara pula, yakni :

Amal dan usaha yang di mungkinkan.
  • Jalan tengah, yaitu perilaku antara sisi berlebih-lebihan atau kesewenang-wenangan dan pengabaian atau penyia-nyiaan.
  • Berada pada rancangan dan gambaran ilmu, tidak berada pada tuntutan keadaan.
  • Kehendak untuk mengesakan sesembahan, yaitu ikhlas.
  • Menempatkan amal pada perintah, atau mengikuti As-Sunnah.
Lima perkara inilah yang menyempurnakan istiqamahnya orang-orang yang berada pada derajat ini, selagi keluar dari salah satu di antaranya, berarti mereka keluar dari istiqamah, entah keluar secara keseluruhan ataukah sebagiannya saja.

Biasanya orang-orang salaf menyebutkan dua sendi ini, yaitu jalan tengah dalam amal dan berpegang kepada As-Sunnah, sesungguhnya syetan itu bisa mencium hati hamba dan juga mengintainya, jika dia melihat suatu indikasi ke bid'ah di dalamnya dan berpaling dari kesempurnaan ketundukan kepada As-Sunnah, maka ia akan mengeluarkannya agar tidak berpegang kepada As-Sunnah.

Jika syetan melihat hasrat yang kuat terhadap As-Sunnah, maka ia tidak akan mampu mempengaruhinya untuk mengeluarkan nya dari As-Sunnah, maka ia memerintahkannya untuk terus berusaha, lalu bersikap sewenang-wenang terhadap diri sendiri dan keluar dari jalan tengah, seraya berkata kepadanya, "Ini merupakan kebaikan dan ketaatan, semakin semangat dalam berusaha, semakin menyempurnakan ketaatan itu."

Begitulah yang terus di bisikkan syetan hingga dia keluar dari jalan tengah dan batasannya, inilah keadaan golongan khawarij yang melecehkan orang-orang yang istiqamah, dengan membandingkan shalat, puasa dan bacaan Al-Qur'an di antara mereka, kedua golongan ini sama-sama keluar dari As-Sunnah ke bid'ah, yang pertama keluar ke bid'ah pengabaian dan yang kedua keluar ke bid'ah kelewat batas.


2. Istiqamah keadaan, yaitu mempersaksikan hakikat dan bukan keberuntungan, menolak bualan dan bukan ilmu, berada pada cahaya kesadaran dan bukan mewaspadainya, dengan kata lain, istiqamah keadaan di lakukan dengan tiga cara ini dan kaitannya dengan kesaksian hakikat, maka hakikat itu ada tiga macam, yaitu :


Hakikat alam, hakikat agama dan yang di padukan hakikat ketiga, yaitu sumber, pembentuk dan sekaligus tujuan keduanya, mayoritas pemerhati masalah perilaku dari muta'akhirin mengartikan hakikat ini adalah hakikat alam.

Kesaksiannya merupakan kesaksian kesendirian Allah dalam perbuatan, sedangkan selain Allah merupakan tempat obyek hukum
dan perbuatan-Nya, seperti halnya tempat landai yang menjadi sasaran aliran air, menurut mereka, kesaksian hakikat ini merupakan tujuan orang-orang yang berjalan kepada Allah. 


Kesaksian hakikat ini tidak bisa di lakukan dengan keberuntungan, karena keberuntungan merupakan kehendak nafsu, sementara hakikat tidak akan muncul selagi ada nafsu.

Perkataan, "Menolak bualan dan bukan ilmu", bualan ini berarti mengaitkan keadaan kepada dirimu dan egoismemu, istiqamah tidak akan menjadi benar kecuali dengan meninggalkan bualan ini, entah benar entah salah, sebab bualan yang benar bisa memadamkan cahaya ma'rifat, lalu bagaimana jika bualan itu jelas dusta?

Lalu pendorong untuk meninggalkan bualan ini bukan sekedar pengetahuan tentang keburukan bualan dan dampaknya yang bisa menghilangkan istiqamah, sehingga seseorang meninggalkannya hanya sekedar di luarnya saja dan bukan secara hakiki.

Dia harus meninggalkannya secara lahir dan hakiki, sebagaimana seseorang yang meninggalkan sesuatu yang berbahaya bagi dirinya secara lahir dan hakiki, perkataan, "Berada pada cahaya kesadaran dan bukan mewaspadainya", artinya terus-menerus sadar dan cahayanya tidak boleh padam karena kegelapan kelalaian dan melihat bahwa dirinya seperti orang yang hendak di rampas, namun mendapat penjagaan dari Allah dan tidak melihat bahwa hal itu merupakan kewaspadaannya sendiri.


3. Istiqamah dengan tidak melihat istiqamah, tidak lengah untuk mencari istiqamah dan keberadaannya pada kebenaran, melihat istiqamah diri sendiri bisa menutupi hakikat kesaksian dan melalaikan apa yang di persaksikannya, sedangkan tidak lengah mencari istiqamah artinya tidak lengah mencari kesaksian penegakan kebenaran.

Jika seorang hamba mempersaksikan bahwa Allahlah yang menegakkan segala urusan dan istiqamahnya berasal dari Allah, bukan berasal dari dirinya dan juga bukan karena pencariannya, maka dia akan merasa bahwa bukan dirinyalah yang mendatangkan istiqamah itu.

Ini merupakan konsekuensi dari kesaksian terhadap asma Allah Al-Qayyum, artinya keyakinan bahwa hanya Allah sendirilah yang menangani segala urusan dan Dia tidak membutuhkan selain-Nya, tapi semua selain-Nya tentu membutuhkan-Nya.

Posting Komentar untuk "Tiga Derajat Istiqamah"