Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer
Allah Swt berfirman : "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang di beri ilmu pengetahuan beberapa derajat." (Q.S. Al-Mujadalah : 11). Rasulullah Saw bersabda : "Barang siapa yang menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia, wajiblah ia memiliki ilmu, barang siapa yang ingin selamat dan berbahagia di akhirat, wajiblah ia mengetahui ilmu dan barangsiapa yang menginginkan kedua-duanya, wajiblah ia memiliki ilmu kedua-duanya pula." (H.R. Bukhari dan Muslim).

PERJALANAN TAHAP KETIGA MENUJU KEPADA ALLAH

Perjalanan Tahap Ketiga Menuju Kepada Allah

Perjalanan untuk mendapatkan Ilmu Laduni pada tahap ketiga ini telah di simpulkan Allah Ta‘ala di dalam beberapa ayat di bawah ini, yaitu : "Maka berjalanlah keduanya, hingga tatkala keduanya menaiki perahu lalu Khidhir melubanginya, Musa berkata : "Mengapa kamu melubangi perahu itu yang akibatnya kamu menenggelamkan penumpang-nya? "Sesungguhnya kamu telah
berbuat sesuatu kesalahan yang besar, Dia (Khidhir) berkata : "Bukankah aku telah berkata : "Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sabar bersama dengan aku." Musa berkata : "Janganlah kamu menghukum aku karena kelupaanku dan janganlah kamu membebani aku dengan sesuatu kesulitan dalam urusanku." Maka berjalanlah keduanya, hingga tatkala keduanya berjumpa dengan seorang anak maka Khidhir membunuhnya. Musa berkata : "Mengapa kamu membunuh jiwa yang bersih bukan karena ia membunuh orang lain? Sesungguhnya kamu telah melakukan suatu yang mungkar." Khidhir berkata : "Bukankah sudah kukatakan kepadamu, bahwa sesungguhnya kamu tidak akan dapat sabar bersamaku? Musa berkata : "Jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu sesudah (kali) ini, maka janganlah kamu memperbolehkan aku menyertaimu, sesungguhnya kamu sudah cukup memberikan
udzur padaku." Maka keduanya berjalan, hingga tatkala keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri, mereka minta dijamu kepada penduduk negeri itu, tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu mereka, kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah yang hampir roboh, maka Khidhir menegakkan dinding itu, maka Musa berkata : "Jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu." Khidhir berkata : "Inilah perpisahan antara aku dengan kamu, aku akan memberitahukan kepadamu tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak sabar terhadapnya." (Q.S. 18/71-78).


Setelah seorang murid mampu melewati dua tahap ujian berat sebagai syarat didapatkannya Ilmu Laduni, yaitu :

1. Ketika sang murid diberi tahu adanya seorang guru yang dapat mengajari Ilmu Laduni tapi tidak ditunjukkan tempatnya, maka dengan kemauan dan kemampuan yang kuat serta didukung kesiapan mental yang prima, murid meninggalkan semua yang ada untuk mencari gurunya, dia harus menghadapi segala resiko dan tantangan yang tentunya penuh dengan kesulitan dan penderitaan, ternyata sang murid berhasil melewatinya.

2. Untuk supaya diterima menjadi seorang murid, berkat pelaksanaan Akhlaqul Karimah yang prima sang murid juga telah berhasil bisa melewatinya. Tahap berikutnya dalam rangka pelaksanaan pengajaran, murid dihadapkan dengan tiga jenis ujian atau jebakan. Yang dua : Secara lahir bentuknya seperti perbuatan jahat akan tetapi secara batin sesungguhnya untuk tujuan baik yaitu :
a. Merusak sarana kehidupan padahal sejatinya adalah untuk menyelamatkannya (Nabi Khidhir melubangi perahu).

b. Membunuh atau menghilangkan jiwa jasmani atau jiwa lahir namun untuk tujuan menyelamatkan jiwa ruhani yaitu iman, dengan harapan supaya mendapatkan pergantian yang lebih baik dari yang telah dibunuh itu (membunuh anak kecil), yang satunya : Adalah contoh bentuk kebaikan yang hakiki yaitu kelihatannya perbuatan baik yang sepele dan jangka pendek, tetapi ternyata tujuannya untuk menyelamatkan sebuah kemanfaatan jangka panjang (memperbaiki tembok yang akan runtuh).

Nabi Musa As di dalam melaksanakan disiplin ilmu yang sudah di miliki (yakni ilmu syari‘at), sesungguhnya saat itu adalah orang yang paling alim pada zamannya, beliau adalah seorang Rasul dan Nabi yang telah berhasil memenangkan perjuangan terberatnya melawan Fir'aun dan bala tentaranya, serta baru saja menerima kitab dan berkata-kata dengan Allah, semestinya sudah tidak ada lagi orang yang dapat menandingi ketinggian ilmu pengetahuan dan pengalamannya pada zaman itu, akan tetapi untuk melengkapi perbendaharaan jenis ilmu yang dimiliki demi Ilmu Laduni itu Nabi Musa As harus melakukan perjalanan turun gunung.

Di saat menghadapi ujian tahap pertama dan kedua, Nabi Musa As telah memanfa‘atkan seluruh kemampuan yang ada, baik ilmu pengetahuan maupun pengalaman, sehingga mampu melewati ujian itu dengan baik, akan tetapi pada tahap ujian berikutnya, ketika persyaratannya telah disepakati. Nabi Musa As berangkat dengan semangat dan persiapan yang sama, dengan memanfa‘atkan seluruh kemampuan yang ada, beliau berharap berhasil melampauinya lagi.

Adalah sifat manusia, kemampuan diri yang menonjol dan kebiasaan menjadi pimpinan dikalangan sendiri terkadang sering kali justru menjadi faktor penghalang untuk mau mengikuti orang lain, kalau tidak, maka faktor kelemahan, sehingga menjadikan kurang bersungguh-sungguh dalam mengikuti orang yang seharusnya dijadikan gurunya, padahal disaat pertama kali Nabi Musa As berdialog dengan Tuhannya, Allah berfirman kepadanya : "Bahwa orang yang paling berilmu tinggi itu ialah, bilamana ia telah mampu menyampaikan ilmu orang lain ke dalam ilmunya sendiri dengan harapan mendapatkan satu kalimat yang dapat mendatangkan petunjuk dan hidayah Allah atau dapat menyelamatkan dirinya dari kehancuran".

Atau barangkali dari sebab-sebab yang lain, di dalam perjalanan yang sudah ditetapkan tersebut, ketika Nabi Musa melihat hal-hal yang diperbuat oleh sang guru yang menurut ilmu dan pengalamannya adalah perbuatan munkar. Dia tidak kuasa menahan diri, itu menjadikan lupa diri dengan perjanjian yang sudah disepakati sebelumnya.

Barangkali hanya semangat amar ma‘ruf nahi munkarnya saja yang menggebu-gebu, sebagaimana yang sudah dilaksanakannya selama ini, sehingga menjadikan lupa bahwa dirinya saat itu sedang menjalankan latihan hidup yang sudah disepakati bersama seseorang yang harus dihadapi sebagai guru.

Seharusnya seorang murid mempelajari terlebih dahulu hikmah perbuatan-perbuatan tersebut, sebagai konsekwensi pelaksanaan kesepakatan yang sudah disepakati, terlebih perbuatan itu adalah perbuatan seorang guru yang sedang melatih dirinya. Nabi Musa As tidak seharusnya langsung menyalahkan dan bahkan menghukumi Gurunya dengan telah berbuat salah : "Sesungguhnya kamu telah melakukan suatu yang mungkar" (18/74).. Yang demikian itu berarti bahwa potensi diri yang telah menghantarkan lulus pada ujian tahap pertama, potensi itu juga justru adalah penyebab kegagalan pada ujian tahap berikutnya.

Demikian pula pada saat yang lain, ketika terbentur kepada aspek kebutuhan, antara menahan lapar dan menahan kemarahan, berkecamuk dengan ketidakmengertian terhadap apa yang diperbuat oleh gurunya, menjadikan murid lupa diri. Dia tidak dapat menahan kesabaran dan melakukan perbuatan yang tidak seharusnya diperbuat oleh seorang murid terhadap seorang guru, baik di dalam perkataan maupun perbuatan.

Sang murid telah menganjurkan agar gurunya mengambil upah dari perbuatan yang sedang dilaksanakan tersebut, maka habislah sudah
kesempatan untuk mendapatkan Ilmu Laduni yang dicari. Jadi, keberhasilan di dalam menghadapi ujian pada tahap pertama adalah sebab adanya seluruh potensi kebaikan yang sudah didapatkan, sedangkan kegagalan yang berikutnya adalah disebabkan potensi itu juga, akan tetapi kurang dapat ditempatkan ditempat yang tepat, oleh karena itu, potensi kebaikan itu sangat penting akan tetapi akan lebih menjadikannya bermanfa‘at kalau potensi tersebut dapat ditempatkan pada situasi dan kondisi yang tepat.

Posting Komentar untuk "PERJALANAN TAHAP KETIGA MENUJU KEPADA ALLAH"