Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer
Allah Swt berfirman : "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang di beri ilmu pengetahuan beberapa derajat." (Q.S. Al-Mujadalah : 11). Rasulullah Saw bersabda : "Barang siapa yang menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia, wajiblah ia memiliki ilmu, barang siapa yang ingin selamat dan berbahagia di akhirat, wajiblah ia mengetahui ilmu dan barangsiapa yang menginginkan kedua-duanya, wajiblah ia memiliki ilmu kedua-duanya pula." (H.R. Bukhari dan Muslim).

GALILAH POTENSI HATI

Menggali Potensi Hati

Sebagaimana telah diuraikan terdahulu, bahwa Ilmu Laduni adalah ilmu yang terbit dari kekuatan ruhani atau dengan istilah ilmu rasa, sedang ilmu yang lain adalah dari kekuatan potensi akal dan potensi fikir atau dengan istilah ilmu rasio, ibarat dua lautan yang tidak bertepi, titik pertemuan dua ilmu tersebut di dalam hati seorang hamba adalah dugaan tempat terbitnya Ilmu Laduni, oleh karena itu, pertemuan kedua sosok Musa dan Khidhir sebagai sosok karakter, bukan sosok personal, adalah lambang sumber Ilmu Laduni yang harus digali oleh para salik di dalam karakternya sendiri.

Karakter tersebut dibentuk dengan ilmu, iman, amal dan akhlakul
karimah, sebagaimana yang diisyaratkan Allah kepada Nabi Musa As saat berdialog dengan-Nya, "Yaitu seseorang yang paling berilmu tinggi adalah ketika dia telah mampu menyampaikan ilmu orang lain kepada ilmunya sendiri."

Seandainya sebagai seorang murid Nabi Musa mau mengalah dan percaya kepada Nabi Khidhir, Musa membenarkan perbuatan gurunya, yang notabene menurut dirinya salah, dengan diam tidak bertanya, sambil mencari rahasia kebenaran yang dikandung melalui proses pengaksesan kepada “potensi-potensi fasilitas Ilmu Laduni” yang telah disiapkan oleh Allah bagi setiap manusia, maka akan dibuka di hatinya rahasia-rahasia dan hikmah urusan yang ghaib di balik kejadian-kejadian yang lahir tersebut, sehingga akan terbit suatu pemahaman yang baru terhadap hal yang selama ini belum pernah dipahami sama sekali adalah proses yang datangnya tidak terduga, merupakan sebab-sebab pertama dari terbukanya “rahasia sumber Ilmu Laduni” di dalam hati seorang hamba, tidak dengan sebaliknya, yaitu hanya memaksakan ilmunya supaya diterima ilmu orang lain, ketika terjadi konflik ilmiyah di dalam pikirannya.

Seperti itulah arti kesalahan seorang murid terhadap gurunya, dia melanggar perjanjian yang sudah disepakati bersama, sehingga murid terlepas dari kesempatan emas untuk mendapatkan sumber
Ilmu Laduni yang sudah di depan mata, bukan ilmu dan pengalaman yang sudah ada yang disalahkan akan tetapi cara memanfaatkannya yang harus lebih mendapatkan perhatian.

Seorang murid yang sudah bai‘at (melaksanakan janji untuk mengikuti) kepada gurunya, sedikitpun dia tidak boleh mempunyai prasangka jelek kepada sang guru, meski dihadapkan kepada perbuatan maksiat yang dilakukan gurunya. Seorang guru mursyid, seperti seorang dokter, terkadang harus mampu menjebak atau menguji muridnya dengan perbuatan jelek.

Itu seperti Dokter ketika mengadakan pembedahan untuk mengangkat penyakit yang ada dalam jasad pasiennya, guru mursyid pun demikian, ketika guru mursyid harus menguji murid-muridnya dengan perbuatan yang tidak masuk akal, menyakiti perasaan muridnya dengan menjatuhkannya di depan orang banyak misalnya, itu adalah semata-mata untuk mengangkat penyakit-penyakit ruhani yang ada di dalam karakter muridnya.

Yang demikian itu adalah bagian tarbiyah yang harus mampu dilakukan seorang guru mursyid kepada anak-anak asuhnya, kejadian seperti itu pernah terjadi pada diri Asy-Syekh Abdul Qodir Al-Jailani Ra ketika menjalani tarbiyah dari Nabi Khidhir As, padahal Asy-Syeikh, tidak mengenalnya, Asy-Syeikh diperintah untuk tinggal di suatu tempat selama tiga tahun, dan hanya setahun sekali Nabi Khidhir As mengunjunginya.

Nabi Khidhir As berkata kepadanya : "Perbedaan pendapat (antara murid dan gurunya) akan menjadi sebab perpisahan, sebagai bagian bentuk pengabdian yang harus dilakukan, suatu saat seorang murid harus mampu mengosongkan akalnya dari ilmu yang sudah dimiliki
untuk membenarkan perbuatan gurunya walau menurut ilmunya perbuatan gurunya itu salah, yang demikian itu, ketika telah terjadi pengosongan, supaya nur ilmu yang dipancarkan seorang guru mursyid niat di balik ujian yang diberikan mampu mengisi bilik akal yang sudah terkondisi.

Seperti menanam bibit, kadang-kadang di tanam pada waktu yang tepat setelah tanah siap tanam adalah yang lebih menentukan kualitas tanaman itu daripada bibit itu ditanam pada waktu yang tidak tepat, ini merupakan urusan-urusan dalam (ruhani) yang harus dimengerti oleh seorang salik, seperti ilmu teori, supaya praktek yang dijalankan tidak salah jalan.

Ketika terjadi pergolakan di dalam hati, sakit hati akibat terpaksa harus membenarkan orang lain yang semestinya menurut ilmu syari‘at salah, arus itu menimbulkan hawa panas dalam hati yang akan mampu membakar hijab-hijab adalah mujahadah bil hal (mujahadah hati) yang harus dilaksanakan oleh murid. Saat itulah, ketika kristal-kristal hijab berhasil dilelehkan oleh hawa panas yang membakar hati, lalu kristal itu larut di dalam samudera ilmu Allah yang tidak terbatas, dengan izin Allah Ta‘ala, pintu matahati seorang hamba menjadi terbuka, sehingga yang selama ini ghaib menjadi nyata dalam pandangan hati.

Itulah pengendapan ilmu, ketika seorang hamba mampu melakukannya, maka garis-garis urat wajah akan ikut tertata sehingga menjadikan sinar wajah cemerlang dan menyejukkan, mujahadah di jalan Allah tidaklah selalu dengan melaksanakan wirid dan dzikir saja, namun juga menerima pendapat orang lain yang tidak sama dengan pendapatnya sendiri, memaafkan kesalahan manusia, membiarkan dirinya dihina dan difitnah adalah mujahadah yang jauh lebih berat, akan tetapi juga dapat menghasilkan kemanfaatan yang lebih utama dan orang-orang yang bermujahadah untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan Kepada mereka jalan-jalan Kami.

"Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik." (Q.S. Al-Ankabut/69). Kadang-kadang hanya sekedar untuk mencabut rasa sombong yang sudah mengakar dalam karakter manusia, eksistensi orang tersebut harus dihilangkan terlebih dahulu dengan musibah dan fitnah-fitnah, hal itu bertujuan supaya hatinya bersih dari sifat pengakuan diri yang dapat menerbitkan rasa sombong dan kemudian supaya mampu bertaubat
kepada Allah Ta‘ala dengan taubatan nasuha, seperti hutan ketika akan dibuka untuk lahan pertanian, setelah tanaman-tanaman ditebang kemudian dibakar dan ketika hujan turun, baru kemudian tanah itu menjadi subur dan siap ditanami.

Oleh karena manusia tidak mampu melakukan pensucian jiwanya (tazkiyah) dengan pilihan hatinya sendiri, maka Allah Ta‘ala membuka jalan dengan pilihan-Nya. Asy-Syekh Abdul Qadir Al-Jailani Ra berkata : "Apabila kebiasaan (buruk) telah mendominasi kehidupan manusia tanpa adanya kemauan untuk mensucikannya, Allah mengujinya dengan didatangkan berbagai penyakit (baik lahir maupun batin), sebagai peleburan dosa dan pensucian, supaya dia pantas menghadap (mujalasah) dan mendekatkan diri kepada Allah, yang demikian itu dikehendaki maupun tidak.

Setelah hati menjadi bersih dari sifat-sifat basyariyah yang tidak terpuji, disadari maupun tidak, ilmu yang didengar walau sedikit akan tumbuh berkembang dalam ingatan. Seperti tanah, hati yang
subur itu akan mudah menerima ilmu serta mengembangkannya dengan tanpa terbatas, sebab itu sampaikanlah berita gembira kepada hamba-hamba-Ku (yaitu) orang yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya.

"Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal." (Q.S. Az-Zumar/17-18). Terkadang datangnya sumber Ilmu Laduni tersebut dimulai dengan kejadian di alam mimpi-mimpi, seorang murid bertemu dengan gurunya misalnya, baik yang masih hidup maupun yang sudah mati, dia mendapat perintah dengan isyarat yang masih samar. Akan tetapi setelah bangun dari tidur, menjadikan tumbuhnya semangat yang kuat untuk melaksanakan benah-benah diri dan ibadah.

Setelah isyarat mimpi itu di tindaklanjuti dengan mujahadah serta perjalanan ruhaniyah yang terencana, saat berikutnya, hatinya mendapatkan futuh dari Tuhannya sehingga isyarat-isyarat yang terdahulu masih samar itu kini menjadi kenyataan, sebagian besar para Nabi juga diperjalankan dengan cara demikian : "Sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu, sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik." (Q.S. Ash-Shaaffat/105), sebab sesungguhnya hati para Nabi tidak pernah tidur walau matanya sedang tidur. Rasulullah Saw bersabda : "Sesungguhnya keadaan para Nabi, mata-mata kami tidur akan tetapi hati-hati kami tidak tidur.

Posting Komentar untuk "GALILAH POTENSI HATI"