Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer
Allah Swt berfirman : "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang di beri ilmu pengetahuan beberapa derajat." (Q.S. Al-Mujadalah : 11). Rasulullah Saw bersabda : "Barang siapa yang menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia, wajiblah ia memiliki ilmu, barang siapa yang ingin selamat dan berbahagia di akhirat, wajiblah ia mengetahui ilmu dan barangsiapa yang menginginkan kedua-duanya, wajiblah ia memiliki ilmu kedua-duanya pula." (H.R. Bukhari dan Muslim).

TIGA TINGKATAN AMAL IKHLAS

Tiga tingkatan amal ikhlas :
1. Tidak melihat amal sebagai amal, tidak mencari imbalan dari amal dan tidak puas terhadap amal dan ada tiga macam penghalang dan perintang bagi orang yang beramal dalam amalnya, yaitu yang pertama, pandangan dan perhatiannya, yang kedua, keinginan akan imbalan dari amal itu dan ketiga, puas dan senang kepada-Nya, yang bisa membersihkan hamba dari pandangan terhadap amalnya adalah mempersaksikan karunia dan taufik Allah kepadanya, bahwa amal itu datang dari Allah dan bukan dari dirinya, kehendak Allahlah yang membuat amalnya ada dan bukan kehendak dirinya, sebagaimana firman-nya : "Dan kamu sekalian tidak dapat menghendaki kecuali apabila dikehendaki Allah, Rabb semesta alam." (Q.S. At-Takkwir : 29).


Di sini ada yang sangat bermanfaat baginya, yaitu kekuasaan Allah, bahwa dirinya hanyalah alat semata, perbuatannya hanyalah seperti gerakan pohon yang terkena hembusan angin, yang menggerakkannya selain dirinya, dia ibarat mayat yang tidak bisa berbuat apa-apa, yang andaikan segala sesuatu di serahkan kepadanya, maka tidak ada perbuatannya yang bermaslahat sama sekali, karena jiwanya bodoh dan zhalim, tabiatnya malas, yang dipentingkannya adalah syahwat.
 

Kebaikan yang keluar dari jiwa itu hanya berasal dari Allah dan bukan yang berasal dari hamba, sebagaimana firman-Nya, "Sekiranya tidak karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu sekalian, niscaya tidak seorangpun dari kalian bersih (dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa yang di kehendaki-Nya." (Q.S. An-Nur : 21). Semua kebaikan yang ada pada diri hamba semata karena karunia Allah, pemberian, kebaikan dan nikmat-Nya. Pandangan hamba terhadap amalnya yang hakiki adalah pandangannya terhadap sifat-sifat Allah yang berkaitan dengan penciptaan, yang semua semata karena pemberian Allah, karunia dan rahmat-Nya. Jadi, yang bisa membersihkan hamba dari perintang ini adalah mengetahui Rabb-nya dan juga mengetahui dirinya sendiri.
 

Tingkatan amal ikhlas yang bisa membersihkan hamba dari tujuan mencari imbalan atas amalnya adalah menyadari bahwa dia hanyalah hamba semata. Seorang hamba (budak) tidak layak menuntut imbalan dan upah dari pengabdiannya terhadap tuannya. Sebab imbalan hanya layak di minta orang yang merdeka atau budak orang lain, sedangkan yang membersihkan hamba dari kepuasan terhadap amalnya ada dua macam, yaitu :
- Memperhatikan aib, cela dan kekurangannya dalam amal, yang di dalamnya banyak terdapat bagian-bagian syetan dan nafsu. Jarang sekali ada amal melainkan syetan mempunyai bagian dalam amal itu. Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah ditanya tentang seseorang yang menengok saat mendirikan shalat. Maka beliau menjawab, "Itu adalah rampasan yang diambil syetan dari shalat hamba." Jika ini berlaku untuk sekali tengokan yang hanya sesaat saja, lalu bagaimana dengan hati yang menengok kepada selain Allah? Tentu saja bagian syetan lebih banyak lagi. Ibnu Mas'ud berkata, "Seseorang di antara kalian tidak memberikan bagian kepada syetan dari shalatnya, sehingga syetan itu melihat ada hak atas shalat tersebut, melainkan karena dia menengok ke arah kanannya."
 

- Mengetahui hak Allah atas dirinya, yaitu hak ubudiyah beserta adab-adab zhahir dan batin serta memenuhi syarat-syaratnya, menyadari bahwa hamba itu terlalu lemah untuk dapat memenuhi hak-hak itu. Orang yang memiliki ma'rifat ialah yang tidak ridha sedikit pun terhadap amalnya dan merasa malu jika Allah menerima amalnya.
 

2. Malu terhadap amal sambil tetap berusaha, berusaha sekuat tenaga membenahi amal dengan tetap menjaga kesaksian, memelihara cahaya taufik yang dipancarkan Allah. Hamba yang merasa malu kepada Allah karena amalnya, karena dia merasa amal itu belum layak dilakukan karena Allah, tapi amal itu tetap di upayakan. Allah berfirman : "Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Rabb mereka." (Q.S. Al-Mukminin : 60). Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda menjelaskan maksud ayat ini, "Dia adalah orang yang berpuasa, mendirikan shalat, mengeluarkan shadaqah dan dia takut amal-amalnya ini tidak di terima." Sebagian ulama berkata, "Aku benar-benar mendirikan shalat dua raka'at, namun ketika mendirikannya aku tak ubahnya seorang pencuri atau pezina yang tidak dilihat orang, karena merasa malu kepada Allah."
 

Orang Mukmin adalah orang yang memadukan kebajikan di sertai ketakutan dan buruk sangka terhadap dirinya, sehingga tercapai salah satu dari tiga tingkatan amal ikhlas, ini minimal, bagusnya adalah kesemuanya, sedangkan orang yang tertipu dan munafik adalah orang yang berbaik sangka terhadap dirinya dan juga berbuat jahat. Maksud memelihara cahaya taufik yang dipancarkan Allah, bahwa dengan cahaya itu kita bisa tahu bahwa amal kita semata karena karunia Allah dan bukan karena dirimu sendiri. Derajat ini mencakup lima perkara, yakni : Amal, berusaha dalam amal, rasa malu kepada Allah, memelihara kesaksian, melihat amal sebagai pemberian dan karunia Allah.
 

3. Memurnikan amal dengan memurnikannya dari amal, membiarkan amal berlalu berdasarkan ilmu, tunduk kepada hukum kehendak Allah dan membebaskannya dari sentuhan rupa. Perkataan, "Memurnikan amal dengan memurnikannya dari amal", di tafsiri dengan lanjutannya, yaitu membiarkan amal itu berlalu berdasarkan ilmu dan engkau tunduk kepada hukum kehendak Allah. Artinya, engkau menjadikan amalmu mengikuti ilmu, menyesuaikan diri dengannya, berhenti menurut pemberhentiannya, bergerak menurut gerakannya, melihat hukum agama dan membatasi dengan batasanbatasannya, memperhatikan pahala dan siksa di kemudian hari. Meskipun begitu engkau juga harus berlalu dengan memperhatikan hatimu, mempersaksikan hukum alam, yang di dalamnya terkandung hukum sebab akibat, yang tak sedikit pun lepas dari kehendak Allah, sehingga seorang hamba bertindak berdasarkan dua perkara, yaitu yang pertama, perintah dan larangan, yang berkaitan dengan apa yang harus di kerjakannya dan apa yang harus di tinggalkannya, yang kedua, qadha' dan qadar, yang berkaitan dengan iman, kesaksian dan hakikat, dengan begitu dia bisa melihat hakikat dan bertindak berdasarkan syari'at. Dua perkara inilah ubudiyah seperti yang di jelaskan Allah dalam firman-Nya, " (yaitu) bagi siapa di antara kalian yang mau menempuh jalan yang lurus. Dan, kamu sekalian tidak dapat menghendaki kecuali apabila dikehendaki Allah, Rabb semesta alam." (Q.S. At-Takkwir: 28-29).
 

Membiarkan amal berlalu berdasarkan ilmu merupakan kesaksian dari firman Allah, "Bagi siapa di antara kalian yang mau menempuh jalan yang lurus", sedangkan pelakunya yang tunduk kepada hukum kehendak Allah merupakan kesaksian terhadap firman-Nya, "Kamu sekalian tidak dapat menghendaki kecuali apabila dikehendaki Allah". Tentang perkataan, "Membebaskan amal dari sentuhan rupa", artinya membebaskan amal dan ubudiyah dari selain Allah, karena apa pun selain Allah hanyalah rupa yang hanya tampak di luarnya saja.

Posting Komentar untuk "TIGA TINGKATAN AMAL IKHLAS"