Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer
Allah Swt berfirman : "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang di beri ilmu pengetahuan beberapa derajat." (Q.S. Al-Mujadalah : 11). Rasulullah Saw bersabda : "Barang siapa yang menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia, wajiblah ia memiliki ilmu, barang siapa yang ingin selamat dan berbahagia di akhirat, wajiblah ia mengetahui ilmu dan barangsiapa yang menginginkan kedua-duanya, wajiblah ia memiliki ilmu kedua-duanya pula." (H.R. Bukhari dan Muslim).

JANGAN MENYERUPAI PAKAIAN ORANG KAFIR

Jangan Menyerupai Pakaian Orang-orang Kafir

Jilbab di syaratkan tidak menyerupai pakaian orang-orang kafir, sebab di dalam syariat Islam telah ditetapkan bahwa kaum muslimin, baik laki-laki maupun perempuan, tidak boleh tasyabbuh (menyerupai) orang-orang kafir, baik dalam hal ibadah, perayaan hari raya, dan pakaian yang menjadi pakaian khas mereka.
Ini merupakan prinsip yang mendasar dalam syariat Islam, yang sayangnya pada zaman sekarang ini banyak dilanggar oleh kaum muslimin sendiri, bahkan oleh para pemuka agamanya. Hal itu dikarenakan kebodohan atau hawa nafsu mereka sehingga mereka pun larut dalam arus zaman dan tradisi Eropa yang kafir. Pada akhirnya semua itu menjadi sumber kehinaan dan kelemahan kaum muslimin dan terbukanya peluang bagi musuh-musuh Islam untuk menguasai mereka. Padahal, Allah Ta'ala berfirman : "Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum hingga mereka sendiri mau mengubah keadaan mereka sendiri." (Q.S. Ar-Ra'd :11).

Perlu diketahui bahwa dalil-dalil yang menunjukkan kebenaran prinsip penting di atas banyak tersebut di dalam Al-Qur'an maupun As-Sunnah, Al-Qur'an menyebutkannya secara global, kemudian As-Sunnah menafsirkan dan menjelaskannya secara terperinci.
Sebagian dalil-dalil dari Al-Qur'an itu di antaranya :


1. Firman Allah Ta'ala : "Sesungguhnya telah Kami berikan kepada Bani Israil Al-Kitab (yaitu: Taurat), kekuasaan dan kenabian. Kami telah berikan pula kepada mereka rezki-rezki yang baik dan Kami telah lebihkan mereka dari bangsa-bangsa (pada masanya). Kami telah berikan kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata tentang urusan (agama). Dan mereka itu tidak saling berselisih melainkan setelah datang kepada mereka pengetahuan yang disebabkan karena kedengkian mereka. Sesungguhnya Tuhanmu akan memberi keputusan kepada mereka pada hari kiamat kelak dalam hal-hal yang mereka perselisihkan itu. Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat dalam urusan agama itu. Oleh karena itu, maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui." (Q.S. Al-Jatsiyah : 16-18).

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata di dalam kitab Al-lqtidha' : "Allah ta'ala mengabarkan bahwa Dia telah memberikan nikmat agama dan dunia kepada Bani Israil; dan Dia mengabarkan pula bahwa mereka itu saling berselisih justeru setelah datang pengetahuan kepada mereka disebabkan kedengkian sebagian dari mereka terhadap yang lainnya, kemudian Allah telah menjadikan syari'at agama untuk Muhammad dimana Allah memerintahkan beliau untuk mengikutinya dan melarang beliau mengikuti hawa nafsu orangorang yang tidak mengetahui. Yang tergolong dalam kategori orang-orang yang tidak mengetahui adalah semua orang yang menyelisihi syari'at Allah, sedangkan pengertian hawa nafsu mereka adalah sesuatu yang menjadi kebiasaan orang-orang musyrik yang sangat mereka sukai yang merupakan tuntutan dari agama mereka yang batil. Apabila kita mengikuti kebiasaan mereka berarti kita menyukai mereka dan apabila tingkah laku kita bersesuaian dengan tingkah laku mereka berarti kita mengikuti apa-apa yang mereka sukai itu. Orang-orang kafir akan bergembira sekali ketika orang-orang Islam mau mengikuti kebiasaan-kebiasaan mereka.

Bahkan, mereka akan rela mengeluarkan harta benda yang banyak sekalipun untuk keperluan itu. Kalau pun perbuatan menyerupai mereka itu bukan termasuk kategori mengikuti hawa nafsu mereka, namun tidak diragukan lagi, bahwa menyelisihi mereka berarti kita telah mencegah diri untuk mengikuti hawa nafsu mereka. Dengan sikap tegas kita seperti itu kita akan mendapatkan pertolongan dari Allah Ta'ala dan dimudahkan menjauhi perbuatan-perbuatan batil tersebut. Karena kita tahu, bahwa bila kita menyamai mereka dalam satu hal, maka lambat laun kita akan menyamai mereka dalam perkara lainnya (yang lebih besar). Sebab, barangsiapa menggembala (ternaknya) di dekat daerah terlarang, maka hal itu besar kemungkinan akan memasuki daerah tersebut, namun, perbuatan menyamai mereka itu termasuk kategori mengikuti hawa nafsu mereka ataukah tidak, kedua-duanya sama-sama mungkin, meskipun yang pertamalah yang lebih kuat kemungkinannya.

2. Firman Allah Ta'ala : "Orang-orang yang telah Kami berikan kitab kepada mereka itu bergembira dengan kitab yang diturunkan kepadamu, namun di antara golongan-golongan (Yahudi dan Nasrani) yang bersekutu ada yang mengingkari sebagian (isi)nya. Katakanlah, 'Sesungguhnya aku hanyalah diperintah untuk menyembah Allah dan agar tidak menyekutukan Dia dengan sesuatu pun. Hanya kepada Dialah aku menyeru (manusia) dan hanya kepada-Nyalah aku kembali.' Demikianlah, Kami telah menurunkan Al-Qur'an itu sebagai peraturan (yang benar) dengan bahasa Arab. Seandainya kamu mengikuti hawa nafsu mereka, setelah datang pengetahuan kepadamu, maka sekali-kali tidak ada pelindung dan pemelihara bagimu dari (siksa) Allah. (Q.S. Ar-Ra'du : 36-37).

Kata ganti dalam perkataan hawa nafsu mereka kembali, wallahu a'lam, kepada golongan-golongan yang mengingkari sebagian ayat
Al-Qur'an, yaitu orang Yahudi, Nasrani dan lainnya. Firman Allah Ta'ala : "Seandainya kamu mengikuti hawa nafsu mereka setelah datang pengetahuan kepadamu," maksudnya ialah mengikuti mereka dalam hal-hal yang merupakan ciri khas dan tuntunan agama mereka. Dan, mengikuti hawa nafsu mereka itu bisa terwujud dengan perilaku lain (yang lebih remeh) dari itu sekalipun.

3. Allah Ta'ala berfirman : "Belumkah datang waktunya bagi orang-orang beriman tunduk hatinya untuk mengingat Allah dan (taat) kepada kebenaran yang telah diturunkan (kepada mereka), janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan AlKitab kepada mereka, lalu berjalanlah masa yang panjang, sehingga hati mereka menjadi keras dan kebanyakan dari mereka menjadi orang-orang yang fasik." (Q.S. Al-Hadid : 16).

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata : "Firman Allah Ta'ala, janganlah mereka seperti....' merupakan larangan mutlak terhadap tindakan menyerupai mereka; disamping itu, merupakan peringatan khusus (bagi kita) bahwa hati bisa membatu akibat dari kemaksiatan. Ibnu Katsir ketika menafsirkan ayat ini (IV:310) berkata : "Oleh karena itu, Allah ta'ala melarang orang-orang beriman menyerupai mereka dalam perkara-perkara pokok (akidah) maupun perkara-perkara cabang (hukum fikih)."

4. Allah Ta'ala berfirman : "Hai orang-orang beriman, janganlah kalian mengatakan, 'Ra'ina', tetapi katakanlah, 'unzhurna' dan dengarkanlah. Dan bagi orang-orang kafir (disediakan) siksaan yang pedih." (Q.S. Al-Baqarah : 104). Al-Hafizh Ibnu Katsir ketika menafsirkan ayat ini (1:148) berkata, "Allah ta'ala melarang hamba-hamba-Nya yang beriman menyerupai ucapan-ucapan dan tindakan-tindakan orang-orang kafir. Sebab, orang-orang Yahudi suka menggunakan kata p/esetan dengan tujuan mengejek, jika mereka ingin mengatakan, dengarlah kami, mereka mengatakan, ra'ina, sebagai plesetan dari kata ru'unah, (yang artinya ketololan), sebagaimana tersebut dalam firman Allah Ta'ala : "Yaitu orang-orang Yahudi, mereka mengubah perkataan dari tempat-tempat (semesti)nya. Mereka berkata, 'Kami mendengar', tetapi kami tidak mau menurutinya. Dan (mereka mengatakan pula): 'Dengarlah!', sedangkan kami sebenarnya tidak mendengar apa-apa. Dan (mereka juga mengatakan): 'Ra'ina' dengan memutar-mutar lidahnya untuk mencela agama. Sekiranya mereka mengatakan, 'Kami mendengar dan kami patuh, dengarlah, perhatikan kami' tentulah hal itu lebih baik bagi mereka dan lebih tepat, akan tetapi Allah mengutuk mereka karena kekafiran mereka. Mereka tidak beriman kecuali dengan keimanan yang sangat sedikit." (Q.S.An-Nisa' : 46).

Ada juga hadits-hadits yang mengabarkan bahwa mereka jika memberi salam mengatakan, "assamu 'alaikum", padahal 'assam' artinya kematian. Karena itu, kita diperintahkan menjawab salam mereka dengan perkataan "wa 'alaikum," yang maksudnya: semoga ucapan doa mereka itu menimpa mereka sendiri, tidak menimpa kepada kami. Jadi, Allah melarang kaum mukminin menyerupai orang-orang kafir, baik dalam perkataan maupun perbuatan. Syaikhul Islam menjelaskan ayat ini yang secara ringkasnya sebagai berikut : "Qatadah dan ulama lainnya berkata, 'Orang-orang Yahudi mengucapkan perkataan tersebut adalah dengan maksud untuk mengolok-olok. Allah Ta'ala tidak suka bila orang-orang mukmin mengucapkan perkataan semacam itu". Dia juga mengatakan: "Orang-orang Yahudi mengatakan kepada Nabi , 'ra'ina sam'aka' dengan maksud mengolok-olok, karena perkataan tersebut dalam bahasa mereka mempunyai arti yang jelek. Ayat ini secara jelas menunjukkan bahwa kaum muslimin dilarang mengucapkan perkataan tersebut disebabkan orang-orang Yahudi biasa mengucapkannya, walaupun mungkin maknanya tidak jelek menurut bahasa kaum muslimin. Sebab, dengan berbuat seperti itu berarti kita telah menyerupai kebiasaan orang-orang kafir dan membuat mereka senang karena harapan dan tujuan mereka tercapai."

Sebenarnya masih banyak ayat-ayat lain yang membicarakan masalah ini, namun beberapa ayat yang telah disebutkan di atas kami kira telah mencukupi. Bagi yang ingin mengkajinya lebih lanjut, kami persilahkan untuk membaca kitab Al-lqtidha'.

Berdasarkan ayat-ayat di atas jelaslah bahwa menjauhi perilaku orang-orang kafir serta tidak menyerupai mereka dalam perkataan maupun perbuatan merupakan sasaran dan tujuan asasi diturunkannya Al-Qur'anul Karim. Nabi Saw telah menjelaskan dan menerangkan hal itu kepada umatnya. Beliau juga telah mempraktekkan sikap semacam itu dalam kehidupan beliau , hingga orang-orang Yahudi yang hidup di zaman beliau waktu itu tahu dan merasa bahwa Nabi memang berkeinginan menyelisihi mereka dalam segala perilaku yang merupakan ciri khas mereka.

Hal ini diceritakan secara jelas oleh Anas bin Malik sebagai berikut : "Sesungguhnya menjadi kebiasaan orang-orang Yahudi, bila salah seorang wanita dari mereka haidh, mereka tidak mengajaknya makan dan berkumpul bersama mereka. Para sahabat pun menanyakan hal itu kepada Nabi Lalu Allah menurunkan ayat, 'Mereka bertanya kepadamu tentang masalah haidh.' Katakanlah, 'Sesungguhnya haidh itu adalah suatu gangguan. Maka, hendaklah kalian menjauhi para wanita yang sedang haidh dan seterusnya hingga akhir ayat.' Lalu Rasulullah Saw bersabda, 'Lakukanlah apa saja terhadap mereka, kecuali bersetubuh.' Sabda beliau ini didengar oleh orang-orang Yahudi. Mereka berkata, 'Apa yang diinginkan oleh laki-laki ini? Tidak ada satu pun dari urusan kita, melainkan orang ini selalu menyelisihinya. Lalu, datanglah Usaid bin Hudhair dan Ibadh bin Basyir. Keduanya berkata, "Wahai Rasulullah, orang-orang Yahudi mengatakan begini-begini. Apakah tidak sebaiknya kita menyetubuhi (istri-istri kita yang sedang haidh)? Berubahlah wajah Rasulullah dan kami kira beliau marah kepada mereka berdua. Lalu, keduanya keluar. Sekeluarnya mereka datanglah hadiah susu untuk Nabi Saw, beliau mengutus seseorang untuk menyusul keduanya dan memberikan susu itu kepada mereka. Sehingga, keduanya pun tahu bahwa Nabi Saw tidak marah kepada mereka." (H.R. Imam Muslim), di dalam masing-masing kitab Shahih-nya. At-Tirmidzi berkata, "Hadits ini hasan shahih."

Hadits ini juga diriwayatkan oleh ulama hadits lainnya, hadits ini kami ada di dalam kitab Shahih Sunan Abi Dawud (hadits No. 250). Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata di dalam kitabnya, Al-lqtidha', "Hadits ini menunjukkan betapa banyak syari'at Allah Ta'ala yang menyuruh Rasulullah Saw menyelisihi orang-orang Yahudi, bahkan dalam segala urusan mereka, hal itu di isyaratkan oleh perkataan mereka, "Apa yang di inginkan oleh laki-laki ini? Tidak ada satu pun dan urusan kita, melainkan orang ini selalu menyelisihinya." Kemudian, bentuk penyelisihan yang kita lakukan ada kalanya mengena pada pokok hukumnya dan ada kalanya pula pada tata caranya. Pada kasus menjauhi istri yang sedang haidh di atas adalah berkenaan dengan tata caranya, di mana Allah telah menetapkan bolehnya 'mendekati' istri yang sedang haidh asal tidak untuk ber-setubuh. Ketika, sebagian sahabat berlebih-lebihan dalam menyelisihi orang-orang Yahudi hingga hendak meninggalkan apa yang telah disyariatkan oleh Allah (yaitu hendak menyetubuhi istri-istrinya yang sedang haidh), berubahlah wajah Rasulullah (yang menunjukkan ketidak setujuan beliau).

Dalam urusan thaharah (kebersihan) yang berkaitan dengan orang haidh ini, orang-orang Yahudi mempunyai aturan-aturan yang sangat memberatkan. Kemudian, datanglah orang-orang Nasrani yang meninggalkan seluruh aturan-aturan tersebut tanpa berdasar dengan aturan-aturan Allah, hingga mereka menetapkan bahwa wanita haidh tidak najis sama sekali. (Maksudnya, boleh digauli kapan saja diperlukan). Lalu, Allah memberikan bimbingan kepada umat yang 'tengah-tengah' ini dengan memberinya syari'at yang sifatnya tengah-tengah di antara kedua syari'at umat terdahulu tersebut. Meskipun, apa yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi seperti di atas adalah di syari'atkan oleh Allah, dari situ jelaslah, bahwa menjauhi apa-apa yang tidak diperintahkan oleh Allah untuk di jauhi adalah mendekati perilaku orangorang Yahudi, sedang melakukan apa-apa yang diperintahkan oleh Allah untuk dijauhi adalah mendekati perilaku orang-orang Yahudi dan Nasrani.

Posting Komentar untuk "JANGAN MENYERUPAI PAKAIAN ORANG KAFIR"