Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer
Allah Swt berfirman : "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang di beri ilmu pengetahuan beberapa derajat." (Q.S. Al-Mujadalah : 11). Rasulullah Saw bersabda : "Barang siapa yang menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia, wajiblah ia memiliki ilmu, barang siapa yang ingin selamat dan berbahagia di akhirat, wajiblah ia mengetahui ilmu dan barangsiapa yang menginginkan kedua-duanya, wajiblah ia memiliki ilmu kedua-duanya pula." (H.R. Bukhari dan Muslim).

SIFAT-SIFAT JIWA DAN RUH

WADAH SUFIYAH AN-NAQSYABANDI
Ada 3 (tiga) sifat jiwa yang bersemayam di dalam jasad manusia, di antaranya adalah :
1.Jiwa penyeru keburukan, sebagaimana firman-Nya,"Dan Aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang di beri rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (Q.S. Yusuf : 52). lnilah jiwa yang senantiasa di kuasai hawa nafsu, sehingga senantiasa mendorongnya untuk melakukan kemaksiatan dan perbuatan dosa.
2. Jiwa pencela, sebagaimana firman-Nya,"Dan Aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (dirinya sendiri)." (Q.S. Al-Qiyamah : 2).
Inilah jiwa yang ketika berbuat dosa senantiasa bertaubat, sehingga jiwa tersebut senantiasa mencela pemiliknya yang terjerumus dalam kubangan dosa dan maksiat, bisa juga di katakan bahwa jiwa seperti ini adalah jiwa yang kadang berbuat baik dan terkadang bermaksiat.
3.Jiwa yang tenang, sebagaimana firman-Nya,"Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi di ridhai-Nya, maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hamba-Ku." (Q.S. Al-Fajr : 27-29).
Inilah jiwa yang senantiasa mencintai ketaatan dan kebaikan, serta memerintahkan kepadanya dan sebaliknya senantiasa membenci kemaksiatan dan dosa, serta melarangnya darinya. Sifat inilah yang selalu di miliki oleh jiwa ini dan sudah menjadi kebiasaannya. Penjelasan ini tidaklah memberikan pengertian, bahwa di dalam jasad manusia bersemayam tiga macam jiwa, akan tetapi yang di maksud adalah, bahwa jiwa yang bersemayam di dalam tubuh seseorang hanya satu akan tetapi berubah sifatnya sesuai dengan kekuatan imannya, sebagaimana penjelasan lbnul 'Izz Al-Hanafi : "Yang benar adalah, jiwa itu satu tapi memiliki berbagai sifat, secara asal sifatnya senantiasa memerintahkan untuk berbuat dosa (ammaroh bissuu'), akan tetapi ketika perintah tersebut di lawan oleh keimanannya, maka jadilah jiwa yang mencela jasadnya ketika terjerembab dalam perbuatan maksiat, sehingga terkadang bermaksiat dan terkadang meninggalkannya (Iawwamah), apabila imannya kuat, maka jadilah jiwa yang tenang (muthmainnah).

Apakah Jiwa Bisa Mati?
lbnu Taimiyyah menjelaskan, bahwa "Arwah adalah makhluk di ciptakan tanpa ada keraguan, dia tidak lenyap dan binasa, akan tetapi matinya dengan cara berpisah dari badan dan ketika di tiupkan sangkakala yang kedua, maka ruh-ruh akan di kembalikan kepada badannya." lbnu Abil 'Izz Al-Hanafi menjelaskan dengan panjang lebar polemik ini seraya menyatakan, "Masyarakat berbeda pendapat, apakah jiwa itu bisa mati ataukah tidak?
1.Jiwa akan mati dengan dalil, bahwa setiap yang bernyawa pasti akan mati, secara qiyas : kalau saja malaikat bisa mati, maka jiwa manusia lebih pantas untuk bisa mati.
2.Jiwa tidak akan mati, karena dia di ciptakan untuk bisa kekal, yang mati hanyalah badannya, sebagaimana hadits-hadits yang memberikan pengertian tentang kenikmatan dan siksaan yang di terima oleh ruh setelah berpisah dengan badannya sampai pada waktunya kelak di kembalikan oleh Allah ke jasad masing-masing, yang benar (InsyaAllah) adalah, bahwa kematian jiwa itu dengan cara berpisah dan keluar dari badan, maka apabila yang di maksud matinya jiwa sebatas ini, maka jiwa juga merasakan kematian, akan tetapi apabila yang di maksud matinya jiwa adalah binasa dan musnahnya secara keseluruhan, maka jiwa tidak mati dengan pemahaman seperti ini, bahkan dia tetap ada setelah penciptaannya baik dalam kenikmatan atau siksaan, Allah memberitakan keadaan penduduk syurga dengan firman-Nya,"Mereka tidak akan merasakan mati di dalamnya kecuali mati di dunia dan Allah memelihara mereka dari adzab neraka." (Q.S. Ad-Dukhaan : 56). ltulah kematian, yaitu berpisahnya ruh dari badan.“

Tempat Tinggal Ruh Di Alam Barzakh
Di alam kubur, ruh hamba-hamba tinggal di tempat yang berbeda-beda, berdasarkan penelitian terhadap dalil yang ada, maka bisa kita bagi tempat tinggal mereka sebagai berikut :
1. Ruh para Nabi akan tinggal di tempat yang paling baik dan paling tinggi, sebagaimana yang pernah d idengar ‘Aisyah dari Rasulullah Saw di akhir hayat beliau yang memohon,"Ya Allah, berikanlah tempat kembali yang tinggi (mulia)." (H.R. Al-Bukhari).
2. Ruh para syuhada akan tetap hidup di sisi Allah dan mendapatkan rizqi dari-Nya, firman-Nya,"Dan janganlah kalian mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati, bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhan mereka dengan mendapat rizqi." (Q.S. Ali-Imran : 169). Masruq bertanya kepada Ibnu Mas'ud tentang ayat ini, maka di jawab : "Sesungguhnya kami telah menanyakannya, sehingga Rasulullah Saw bersabda,"Ruh-ruh mereka berada di dalam burung-burung yang hijau, memiliki sarang yang bergelantungan di 'Arsy, pergi ke syurga sekehendaknya, kemudian kembali ke sarangnya." (H.R. Muslim).
Akan tetapi tidak semua arwah para syuhada mendapatkannya, karena di antara mereka ada yang tertahan dari masuk syurga di karenakan hutangnya yang belum di bayar, seperti ketika Rasulullah Saw ketika di tanya seorang lelaki apa yang dia dapat jika terbunuh di jalan Allah, beliau menjawab : "Syurga, ketika orang tersebut telah berpaling, Rasulullah Saw bersabda,"Kecuali hutang, baru saja Jibril bergegas memberitahuku.”
3. Ruh orang-orang shaleh, ruh mereka menjadi burung-burung yang bergelantungan di pepohonan syurga, sebagaimana yang di riwayatkan oleh Abdurrahman bin Ka'ab bin Malik dari Nabi Saw, yaitu : "Sesungguhnya ruh seorang muslim adalah burung yang di gantung pada pepohonan syurga, sampai Allah kembalikan ruh tersebut kepada jasadnya pada hari kiamat." (H.R. Imam Ahmad).
Perbedaan mendasar antara tempat kembali ruh syuhada dan orang shaleh adalah, ruh para syuhada tinggal di dalam burung hijau yang terbang mengelilingi taman-taman syurga, kemudian kembali ke sarangnya yang bergelantungan di 'Arsy, sedangkan ruh orang shaleh berada di rongga mulut burung-burung yang bergelantungan di pepohonan syurga, akan tetapi tidak berkelilling di taman-taman syurga.
4. Ruh ahli maksiat dan orang kafir, tempat kembali ruh mereka ini tidak dapat kami dalil yang secara tegas menyebutkannya, akan tetapi yang mereka berada dalam siksaan yang pedih nan mengerikan, pendusta pipi di tusuk dengan tombak sampai menembus tengkuknya, meninggalkan shalat wajib kepala di himpit dengan batu besar, para pezina di masak di dalam gentong besar, tukang rentenir berenang di lautan darah yang di tepinya senantiasa ada yang melemparinya dengan batu dan setrusnya, sedangkan ruh orang kafir berbau sangat busuk sampai-sampai bumi pun mencelanya.

Masalah dan Penjelasannya
Telah kita jelaskan, bahwa ruh orang mukmin akan di kembalikan ke jasadnya, di tanya, lalu di beri kenikmatan, sedangkan orang kafir akan di siksa, kemudian bagaimana mungkin di katakan setelah itu bahwa ruh orang mukmin di syurga dan ruh orang kafir di neraka? Ibnu Hazm berusaha melemahkan hadits tentang kembalinya ruh kepada jasadnya setelah meninggal dunia, padahal hadits-hadits sangat banyak, bahkan mutawatir, sebagaimana penjelasan Ibnu Taimiyah, kemudian beliau menguraikan bagaimana mengkrompromikan dalil-dalil yang kelihatannya saling bertentangan tersebut, seraya mengatakan : "Ruh orang beriman ada di syurga, meskipun terkadang di kembalikan ke jasadnya, sebagaimana juga secara asal ketika hidup, ruh itu tinggal di dalam badan, tapi terkadang di bawa naik ke langit seperti ketika tertidur..."
Uraian ini di dasari oleh pemahaman bahwa, ruh adalah makhluk yang berbeda dengan jasad, sebagaimana penjelasan Ibnu Taimiyah : "Meski demikian, yakni : ruh orang mukmin tinggal di syurga, ruh tersebut masih memiliki hubungan dengan jasadnya sesuai dengan kehendak Allah, proses yang singkat itu seperti singkat proses turunnya malaikat, munculnya sorotan cahaya di bumi dan terbangunnya seorang yang tidur."

Siksa Kubur Menimpa Jasad atau Ruh atau Keduanya?
Kelompok-kelompok yang berbeda pendapat dalam hal ini, antara lain adalah :
1. Ahlussunnah menyatakan bahwa ruh itu terkadang terputus hubungannya dengan jasad dan terkadang terhubung. lbnu Taimiyah menjelaskan : "Siksa dan nikmat kubur di rasakan oleh ruh dan jasad semuanya, berdasarkan kesepakatan ulama Ahlussunnah wal Jama'ah, terkadang jiwa itu di siksa dan di beri kenikmatan secara terpisah dari jasadnya dan terkadang dalam keadaan terhubung dengan badan dan badan pun terhubung dengannya, sehingga nikmat dan siksa di terima oleh keduanya ketika bergabung, sebagaimana di terima oleh ruh saja ketika terpisah dari badan."
2. Ahli Kalam dari kalangan mu'tazilah dan selainnya yang mendustakan adanya nikmat dan siksa kubur secara mutlak, rahasia pendapat ini adalah pengingkaran mereka akan adanya ruh yang berdiri sendiri terpisah dari badan, karena ruh menurut mereka adalah kehidupan itu sendiri dan tidak ada setelah kematian, sehingga tidak ada nikmat dan tidak ada siksa sampai Allah membangkitkan hamba-Nya. Pendapat ini di sampaikan oleh sebagian mu'tazilah, asy'ariyah semisal Al-Qadhi Abu Bakr, ini adalah perkataan yang batil dan tidak perlu di ragukan kebatilannya, serta di selisihi oleh Abul Ma'aali Al-Juwaini, bahkan tidak hanya satu ulama Ahlussunnah yang menukilkan ijma' atau kesepakatan para ulama atas tetap adanya ruh setelah berpisah dari badan, di beri nikmat dan di siksa.
3. Kaum filsafat yang berpendapat bahwa, nikmat dan siksa hanya menimpa ruh saja dan badan sama sekali tidak di beri nikmat dan juga tidak di siksa.
4. Sebagian kaum filsafat lainnya berpendapat bahwa, nikmat dan siksa kubur hanya menimpa badan saja.
Wallahu a'lam...
Sumber : Majmu' Al-Fatwa

Posting Komentar untuk "SIFAT-SIFAT JIWA DAN RUH"