PANDANGAN ISLAM TERHADAP WANITA
Aburdene
dan Nasibit (1193), dua orang peneliti feminist terkemuka, terkejut
menemukan bahwa Al-Qur’an tidak memandang wanita berkedudukan lebih
rendah dari pada laki-laki, sebagaimana yang mereka temukan dalam
nash-nash agama lain, mereka kemudian menyadari, bahwa perbuatan
laki-laki terhadap wanita di dunia Islam berdasarkan pada budaya yang
bukan dari Islam atau kesalahan penafsiran terhadap ajaran Islam.
Carroll (1983) mengakui, bahwa dia sangat terkejut mendapati bahwa wanita muslim adalah wanita pertama di alam ini yang hak-hak ekonomi dan hak-hak yang sah di akui, dia juga menambahkan bahwa sistem keluarga dalam Islam di syari'atkan 1400 yang lalu dalam rangka melindungi pilar masyarakat, yakni keluarga, referensi mengenai peran laki-laki dan perempuan dan hak-hak mereka secara rinci di jelaskan dalam Al-Qur’an.
Wanita dalam Al-Qur’an
Al-Qur’an berbicara mengenai perbedaan peran yang di mainkan wanita dalam kehidupan, pertama kali di dalam sejarah, Al-Qur’an menetapkan hak wanita untuk mendapatkan warisan, penghormatan dan kemuliaan, Al-Qur’an berbicara mengenai peran wanita dalam mendukung kebenaran, melahirkan para Nabi dan mengalami penderitaan.
Al-Qur’an juga berbicara mengenai penderitaan wanita dalam masa kehidupan yang berbeda di dalam sejarah, di bawah ini hanyalah ringkasan yang menunjukkan pada tingkat mana hak-hak tersebut di akui dalam Islam, Al-Qur’an menyebutkan isteri Firaun sebagai contoh orang yang beriman yang mengalami berbagai penderitaan demi keimanan terhadap Allah. “Dan Allah membuat isteri Fir'aun perumpamaan bagi orang-orang yang beriman, ketika ia berkata : "Ya Rabbku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi-MU dalam firdaus dan selamatkanlah aku dari Fir'aun dan perbuatannya dan selamatkanlah aku dari kaum yang zhalim." (Q.S. At-Tahrim : 11).
Al-Qur’an mengabarkan secara rinci kisah Maryam dan mukjizatnya melahirkan Nabi Isa As dan bagaimana dia menghadapi tuduhan kaumnya (Yahudi) sebagai orang yang rendah, bahkan, sebuah surat dalam Al-Qur’an di namakan dengan namanya "Surat Maryam". Surat lain yang panjang dalam Al-Qur’an berjudul An-Nisaa (Wanita). Al-Qur’an telah berbicara mengenai peran wanita dalam bertaubat dan menerima kebenaran, contohnya taubat isteri Al-Aziz terhadap tuduhan-nya kepada Yusuf Alaihis salam, (Q.S. Yusuf : 51-53). Ratu Saba menerima dakwah Nabi Sulaiman As kepada Islam juga di sebutkan secara rinci dalam Surat An-Nahl ayat 44.
Maryam mendapatkan penghargaan yang besar dalam Al-Qur’an, bahkan salah satu surat di dedikasikan untuk kisahnya yang mempesona, bertentangan dengan tuduhan menghina yang di sebutkan dalam Talmud mengenai dirinya dan anaknya, Nabi Isa As : “Ingatlah, ketika isteri ‘Imran berkata : "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku menazarkan kepada Engkau anak yang dalam kandunganku menjadi hamba yang shaleh dan berkhidmat di (Baitul Maqdis), karena itu terimalah (nazar) itu dari padaku. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." Maka tatkala isteri ‘Imran melahirkan anaknya, diapun berkata : "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku melahirkannya seorang anak perempuan dan Allah lebih mengetahui apa yang di lahirkannya itu dan anak laki-laki tidaklah seperti anak perempuan. Sesungguhnya aku telah menamai dia Maryam dan aku mohon perlindungan untuknya serta anak-anak keturunannya kepada (pemeliharaan) Engkau daripada syaitan yang terkutuk." Maka dengan kelahiran tersebut, dapat menerimanya sebagai nazar dengan penerimaan yang baik, dan mendidiknya dengan pendidikan yang baik dan Allah menjadikan Zakariya pemeliharanya. Setiap Zakariya masuk untuk menemui Maryam di mihrab, ia dapati makanan di sisinya. Zakariya berkata : "Hai Maryam dari mana kamu memperoleh (makanan) ini?" Maryam menjawab : "Makanan itu dari sisi Allah".
Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapa yang di kehendaki-Nya tanpa hisab.” (Q.S. Al-Imran : 35-37).
Al-Qur’an mengakui keduanya laki-laki dan wanita setara dalam masalah spiritual dan tanggung jawab mereka terhadap perbuatan mereka dan pahala mereka di akhirat.
“Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal shaleh, baik laki-laki maupun wanita sedang ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam syurga dan mereka tidak di aniaya walau sedikitpun.” (Q.S. An-Nisa :124). “(Yaitu) pada hari ketika kamu melihat orang mu‘min laki-laki dan perempuan, sedang cahaya mereka bersinar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, (di katakan kepada meraka) : "Pada hari ini ada berita gembira untukmu, (yaitu) syurga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, yang kamu kekal di dalamnya. Itulah keberuntungan yang besar." (Q.S. Al-Hadid : 12). “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan di jadikan-Nya di antaramu rasa kasih. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (Q.S. Ar-Rum : 21).
Nabi Muhammad Saw menghadapi berbagai praktek ketidak adilan yang di berlakukan oleh masyarakat jahiliyah, laki-laki mendapatkan manfaat yang sangat besar dari peran yang mereka tetapkan atas wanita, ketika Nabi Saw mulai memberikan pengajaran terhadap perlakukan laki-laki kepada wanita, kaum Quraisy menentangnya, namun demikian, itu adalah wahyu Ilahi yang harus di sampaikan kepada manusia, perbuatan dzalim apapun yang mereka lakukan. Abu Hurairah Ra meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad Saw berkata : “Merugilah seseorang, merugilah seseorang, merugilah seseorang,” di katakan, “Siapa dia, wahai Rasulullah?” Rasulullah Saw menjawab : “Orang yang mendapatkan kedua orangtuanya ketika tua atau salah seorang dari mereka dan tidak memasukkannya ke Syurga.” (H.R. Muslim). Anas bin Malik Ra berkata, bahwa Rasulullah Saw bersabda : “Barangsiapa yang membesarkan dua orang anak perempuan, dia dan aku akan datang berdampingan pada Hari Kiamat.” (H.R. Muslim).
Diskriminasi Pendidikan
Hak mendapatkan pendidikan dalam Islam sudah di berikan sejak 1400-an tahun (sejak masa Rasulullah) yang lalu kepada wanita Islam manakala sebagian besar sekolah-sekolah ternama di dunia menyangkalnya, ”Abu Sa’id Al-Khudri meriwayatkan, bahwa sebagian wanita meminta kepada Nabi Saw untuk menetapkan satu hari bagi mereka, karena kaum laki-laki mengambil sebagian besar waktu beliau. Oleh karena itu beliau menjanjikan satu hari untuk mengajari mereka...”5. (H.R. Bukhari). Dalam hadits yang lain, (Ibnu Majah, no. 224) Nabi Saw bersabda : ”Menuntut ilmu adalah wajib bagi setiap muslim.”
Seager dan Olson, 1986, melaporkan bahwa sebagian besar universitas di negara-negara Barat menunggu begitu lama sebelum menerima mahasiswa perempuan, Madam Curie di tolak menjadi peserta dalam French Academy on Science, meskipun dia adalah wanita profesor pertama di Sorborne di tahun 1911, perlu di ingat, bahwa dia di anugerahi hadiah Nobel di tahun 1903.
Poligami Di Batasi Dalam Islam
Islam adalah satu-satunya agama yang membatasi jumlah isteri yang di perbolehkan sampai dengan empat orang, pembatasan poligami tersebut di sebutkan dalam Al-Qur’an sebagai solusi bagi dilema sosial, seperti meningkatnya jumlah janda dan anak yatim setelah peperangan.
Poligami juga memainkan peranan yang sangat besar dalam memenuhi kebutuhan alami manusia, khususnya pada masyarakat, di mana jumlah wanita melebihi jumlah pria. “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja atau budak-budak yang kamu miliki, yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.” (Q.S. An-Nisa : 3).
Ketika peraturan tentang poligami ini pertama kali di berlakukan, pada kenyataannya adalah merupakan pembatasan poligami tak terbatas yang biasa di lakukan bangsa Arab sebelum Islam, meskipun peraturan ini memberikan laki-laki hak, untuk alasan kebaikan, untuk melakukan poligami, tetapi mereka harus berpegang kepada persyaratan dan tanggung jawab di baliknya. Poligami di batasi dalam Islam dan tidak membatasi secara penuh tabiat laki-laki berpoligami, di saat yang sama membatasi dan menghukum laki-laki yang mencari hubungan ekstramarital. Islam, dengan membatasi poligami dan menetapkan persyaratan dalam pelaksanaannya, mengambil posisi pertengahan antara poligami tak terbatas dalam Perjanjian Lama dan praktek orang-orang Romawi, Persia dan Bangsa Arab pada masa jahiliyah, dan kehidupan salibas (pembujangan) yang di tempuh oleh sebagian pastur atau saint Kristen di masa kini.
Oleh karena itu, untuk mengatasi persoalan rumah tangga tanpa bapak (yakni sebagai kepala rumah tangga), Al-Qur’an mendorong laki-laki yang mampu memikul tanggung jawab dan berlaku adil untuk memelihara keluarga yang miskin dengan menikahi janda yang memenuhi syarat dan anak yatim perempuan yang merupakan korban dari tragedi. Satu pertimbangan di baliknya adalah untuk menyelamatkan masyarakat secara umum dari memperturutkan praktek-praktek amoral, apakah hal tersebut karena kemiskinan atau kebutuhan biologis di sisi wanita yang tidak menikah. Orang yang berpemikiran terbuka dapat menerima jalan keluar yang natural dan masuk akal bagi persoalan-persoalan mereka manakala mengakui hak-hak penuh dan keabsahan wanita dan anak-anak mereka.
Dalam bukunya Struggling to Surrender, Jefrey Lang (1995), menuliskan, bahwa dalam sebuah program yang mengudara pada sebuah televisi publik pada saat itu meneliti apakah poligami adalah tabiat bawaan laki-laki dan wanita tabiat bawaannya adalah monigami, pada tahun 1987, koran mahasiswa di University of Carolina, Barkeley, menyelediki pendapat umum pada sejumlah mahasiswa, menanyakan apakah mereka berpikir bahwa laki-laki harus di perbolehkan secara sah memiliki lebih dari satu pasangan hidup dalam menjawab sebuah pandangan kurangnya laki-laki calon pengantin di California. Kejutan bagi para feminis, hampir semua mahasiswa yang di tanyai menyetujui ide tersebut. Seorang wanita bahkan mengatakan perkawinan poligami akan mampu memenuhi kebutuhan emosi dan seksualnya.
Satu golongan Gereja, Mormons, yang menjadi salah satu dari gereja yang di dirikan di Amerika Serikat, menyebarkan poligami di antara para anggotanya yang terus meningkat, Jane Goodwin (1994), seorang ahli sosiologi Amerika, berpendapat bahwa banyak wanita Amerika lebih menyukai status sebagai isteri kedua daripada menjalani hidup sendiri dalam apartemen yang muram di New York atau Chicago di tengah masyarakat kebebasan, bahkan pada kenyataannya, kaum laki-laki pada umumnya terus-menerus terlindungi oleh monogami, khususnya dalam masyarakat yang tidak memberikan hukuman pada praktek ekstramarital (hubungan di luar pernikahan), sementara praktek prostitusi, wanita panggilan, wanita simpanan, sekretaris, model, aktris, pegawai toko, pelayan dan pacar wanita tetap menjadi tempat bermain mereka.
Pada kenyataannya, poligami dengan keras di tentang oleh masyarakat Barat yang di dominasi oleh laki-laki, karena hal itu memaksa laki-laki untuk menerapkan kesetiaan.
Carroll (1983) mengakui, bahwa dia sangat terkejut mendapati bahwa wanita muslim adalah wanita pertama di alam ini yang hak-hak ekonomi dan hak-hak yang sah di akui, dia juga menambahkan bahwa sistem keluarga dalam Islam di syari'atkan 1400 yang lalu dalam rangka melindungi pilar masyarakat, yakni keluarga, referensi mengenai peran laki-laki dan perempuan dan hak-hak mereka secara rinci di jelaskan dalam Al-Qur’an.
Wanita dalam Al-Qur’an
Al-Qur’an berbicara mengenai perbedaan peran yang di mainkan wanita dalam kehidupan, pertama kali di dalam sejarah, Al-Qur’an menetapkan hak wanita untuk mendapatkan warisan, penghormatan dan kemuliaan, Al-Qur’an berbicara mengenai peran wanita dalam mendukung kebenaran, melahirkan para Nabi dan mengalami penderitaan.
Al-Qur’an juga berbicara mengenai penderitaan wanita dalam masa kehidupan yang berbeda di dalam sejarah, di bawah ini hanyalah ringkasan yang menunjukkan pada tingkat mana hak-hak tersebut di akui dalam Islam, Al-Qur’an menyebutkan isteri Firaun sebagai contoh orang yang beriman yang mengalami berbagai penderitaan demi keimanan terhadap Allah. “Dan Allah membuat isteri Fir'aun perumpamaan bagi orang-orang yang beriman, ketika ia berkata : "Ya Rabbku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi-MU dalam firdaus dan selamatkanlah aku dari Fir'aun dan perbuatannya dan selamatkanlah aku dari kaum yang zhalim." (Q.S. At-Tahrim : 11).
Al-Qur’an mengabarkan secara rinci kisah Maryam dan mukjizatnya melahirkan Nabi Isa As dan bagaimana dia menghadapi tuduhan kaumnya (Yahudi) sebagai orang yang rendah, bahkan, sebuah surat dalam Al-Qur’an di namakan dengan namanya "Surat Maryam". Surat lain yang panjang dalam Al-Qur’an berjudul An-Nisaa (Wanita). Al-Qur’an telah berbicara mengenai peran wanita dalam bertaubat dan menerima kebenaran, contohnya taubat isteri Al-Aziz terhadap tuduhan-nya kepada Yusuf Alaihis salam, (Q.S. Yusuf : 51-53). Ratu Saba menerima dakwah Nabi Sulaiman As kepada Islam juga di sebutkan secara rinci dalam Surat An-Nahl ayat 44.
Maryam mendapatkan penghargaan yang besar dalam Al-Qur’an, bahkan salah satu surat di dedikasikan untuk kisahnya yang mempesona, bertentangan dengan tuduhan menghina yang di sebutkan dalam Talmud mengenai dirinya dan anaknya, Nabi Isa As : “Ingatlah, ketika isteri ‘Imran berkata : "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku menazarkan kepada Engkau anak yang dalam kandunganku menjadi hamba yang shaleh dan berkhidmat di (Baitul Maqdis), karena itu terimalah (nazar) itu dari padaku. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." Maka tatkala isteri ‘Imran melahirkan anaknya, diapun berkata : "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku melahirkannya seorang anak perempuan dan Allah lebih mengetahui apa yang di lahirkannya itu dan anak laki-laki tidaklah seperti anak perempuan. Sesungguhnya aku telah menamai dia Maryam dan aku mohon perlindungan untuknya serta anak-anak keturunannya kepada (pemeliharaan) Engkau daripada syaitan yang terkutuk." Maka dengan kelahiran tersebut, dapat menerimanya sebagai nazar dengan penerimaan yang baik, dan mendidiknya dengan pendidikan yang baik dan Allah menjadikan Zakariya pemeliharanya. Setiap Zakariya masuk untuk menemui Maryam di mihrab, ia dapati makanan di sisinya. Zakariya berkata : "Hai Maryam dari mana kamu memperoleh (makanan) ini?" Maryam menjawab : "Makanan itu dari sisi Allah".
Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapa yang di kehendaki-Nya tanpa hisab.” (Q.S. Al-Imran : 35-37).
Al-Qur’an mengakui keduanya laki-laki dan wanita setara dalam masalah spiritual dan tanggung jawab mereka terhadap perbuatan mereka dan pahala mereka di akhirat.
“Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal shaleh, baik laki-laki maupun wanita sedang ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam syurga dan mereka tidak di aniaya walau sedikitpun.” (Q.S. An-Nisa :124). “(Yaitu) pada hari ketika kamu melihat orang mu‘min laki-laki dan perempuan, sedang cahaya mereka bersinar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, (di katakan kepada meraka) : "Pada hari ini ada berita gembira untukmu, (yaitu) syurga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, yang kamu kekal di dalamnya. Itulah keberuntungan yang besar." (Q.S. Al-Hadid : 12). “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan di jadikan-Nya di antaramu rasa kasih. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (Q.S. Ar-Rum : 21).
Nabi Muhammad Saw menghadapi berbagai praktek ketidak adilan yang di berlakukan oleh masyarakat jahiliyah, laki-laki mendapatkan manfaat yang sangat besar dari peran yang mereka tetapkan atas wanita, ketika Nabi Saw mulai memberikan pengajaran terhadap perlakukan laki-laki kepada wanita, kaum Quraisy menentangnya, namun demikian, itu adalah wahyu Ilahi yang harus di sampaikan kepada manusia, perbuatan dzalim apapun yang mereka lakukan. Abu Hurairah Ra meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad Saw berkata : “Merugilah seseorang, merugilah seseorang, merugilah seseorang,” di katakan, “Siapa dia, wahai Rasulullah?” Rasulullah Saw menjawab : “Orang yang mendapatkan kedua orangtuanya ketika tua atau salah seorang dari mereka dan tidak memasukkannya ke Syurga.” (H.R. Muslim). Anas bin Malik Ra berkata, bahwa Rasulullah Saw bersabda : “Barangsiapa yang membesarkan dua orang anak perempuan, dia dan aku akan datang berdampingan pada Hari Kiamat.” (H.R. Muslim).
Diskriminasi Pendidikan
Hak mendapatkan pendidikan dalam Islam sudah di berikan sejak 1400-an tahun (sejak masa Rasulullah) yang lalu kepada wanita Islam manakala sebagian besar sekolah-sekolah ternama di dunia menyangkalnya, ”Abu Sa’id Al-Khudri meriwayatkan, bahwa sebagian wanita meminta kepada Nabi Saw untuk menetapkan satu hari bagi mereka, karena kaum laki-laki mengambil sebagian besar waktu beliau. Oleh karena itu beliau menjanjikan satu hari untuk mengajari mereka...”5. (H.R. Bukhari). Dalam hadits yang lain, (Ibnu Majah, no. 224) Nabi Saw bersabda : ”Menuntut ilmu adalah wajib bagi setiap muslim.”
Seager dan Olson, 1986, melaporkan bahwa sebagian besar universitas di negara-negara Barat menunggu begitu lama sebelum menerima mahasiswa perempuan, Madam Curie di tolak menjadi peserta dalam French Academy on Science, meskipun dia adalah wanita profesor pertama di Sorborne di tahun 1911, perlu di ingat, bahwa dia di anugerahi hadiah Nobel di tahun 1903.
Poligami Di Batasi Dalam Islam
Islam adalah satu-satunya agama yang membatasi jumlah isteri yang di perbolehkan sampai dengan empat orang, pembatasan poligami tersebut di sebutkan dalam Al-Qur’an sebagai solusi bagi dilema sosial, seperti meningkatnya jumlah janda dan anak yatim setelah peperangan.
Poligami juga memainkan peranan yang sangat besar dalam memenuhi kebutuhan alami manusia, khususnya pada masyarakat, di mana jumlah wanita melebihi jumlah pria. “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja atau budak-budak yang kamu miliki, yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.” (Q.S. An-Nisa : 3).
Ketika peraturan tentang poligami ini pertama kali di berlakukan, pada kenyataannya adalah merupakan pembatasan poligami tak terbatas yang biasa di lakukan bangsa Arab sebelum Islam, meskipun peraturan ini memberikan laki-laki hak, untuk alasan kebaikan, untuk melakukan poligami, tetapi mereka harus berpegang kepada persyaratan dan tanggung jawab di baliknya. Poligami di batasi dalam Islam dan tidak membatasi secara penuh tabiat laki-laki berpoligami, di saat yang sama membatasi dan menghukum laki-laki yang mencari hubungan ekstramarital. Islam, dengan membatasi poligami dan menetapkan persyaratan dalam pelaksanaannya, mengambil posisi pertengahan antara poligami tak terbatas dalam Perjanjian Lama dan praktek orang-orang Romawi, Persia dan Bangsa Arab pada masa jahiliyah, dan kehidupan salibas (pembujangan) yang di tempuh oleh sebagian pastur atau saint Kristen di masa kini.
Oleh karena itu, untuk mengatasi persoalan rumah tangga tanpa bapak (yakni sebagai kepala rumah tangga), Al-Qur’an mendorong laki-laki yang mampu memikul tanggung jawab dan berlaku adil untuk memelihara keluarga yang miskin dengan menikahi janda yang memenuhi syarat dan anak yatim perempuan yang merupakan korban dari tragedi. Satu pertimbangan di baliknya adalah untuk menyelamatkan masyarakat secara umum dari memperturutkan praktek-praktek amoral, apakah hal tersebut karena kemiskinan atau kebutuhan biologis di sisi wanita yang tidak menikah. Orang yang berpemikiran terbuka dapat menerima jalan keluar yang natural dan masuk akal bagi persoalan-persoalan mereka manakala mengakui hak-hak penuh dan keabsahan wanita dan anak-anak mereka.
Dalam bukunya Struggling to Surrender, Jefrey Lang (1995), menuliskan, bahwa dalam sebuah program yang mengudara pada sebuah televisi publik pada saat itu meneliti apakah poligami adalah tabiat bawaan laki-laki dan wanita tabiat bawaannya adalah monigami, pada tahun 1987, koran mahasiswa di University of Carolina, Barkeley, menyelediki pendapat umum pada sejumlah mahasiswa, menanyakan apakah mereka berpikir bahwa laki-laki harus di perbolehkan secara sah memiliki lebih dari satu pasangan hidup dalam menjawab sebuah pandangan kurangnya laki-laki calon pengantin di California. Kejutan bagi para feminis, hampir semua mahasiswa yang di tanyai menyetujui ide tersebut. Seorang wanita bahkan mengatakan perkawinan poligami akan mampu memenuhi kebutuhan emosi dan seksualnya.
Satu golongan Gereja, Mormons, yang menjadi salah satu dari gereja yang di dirikan di Amerika Serikat, menyebarkan poligami di antara para anggotanya yang terus meningkat, Jane Goodwin (1994), seorang ahli sosiologi Amerika, berpendapat bahwa banyak wanita Amerika lebih menyukai status sebagai isteri kedua daripada menjalani hidup sendiri dalam apartemen yang muram di New York atau Chicago di tengah masyarakat kebebasan, bahkan pada kenyataannya, kaum laki-laki pada umumnya terus-menerus terlindungi oleh monogami, khususnya dalam masyarakat yang tidak memberikan hukuman pada praktek ekstramarital (hubungan di luar pernikahan), sementara praktek prostitusi, wanita panggilan, wanita simpanan, sekretaris, model, aktris, pegawai toko, pelayan dan pacar wanita tetap menjadi tempat bermain mereka.
Pada kenyataannya, poligami dengan keras di tentang oleh masyarakat Barat yang di dominasi oleh laki-laki, karena hal itu memaksa laki-laki untuk menerapkan kesetiaan.
Posting Komentar untuk "PANDANGAN ISLAM TERHADAP WANITA"
Terimakasih atas kunjungan anda...