KEHADIRAN HATI DALAM SHALAT
Sebagaimana telah di singgung sebelumnya, bahasan kehadiran hati dalam shalat merupakan uraian sepintas, namun di balik itu tersimpul suatu harapan yang dapat mewujudkan kehidupan hakiki di dalam mihrab shalat, karenanya, pembahasan berikut patut mendapat penekanan khusus dan kami akan menyebutkan sebagian saja, sebab dan tujuan yang dapat memberi kebahagiaan dalam kehidupan hati kita di dalam shalat, yaitu sebagai berikut :
1. Sesungguhnya yang terpenting adalah kuatnya motivasi hati kita yang mendorong pada ”kehidupan di dalam shalat”, yang juga merupakan kehendak kita untuk mengagungkan Allah dengan penuh perasaan, kita bersimpuh di bawah kehebatan kekuasaan-Nya, yang demikian ini menjadikan perasaan kita menyadari akan ampunan dan rahmat-Nya, berdasarkan kriteria pemahaman tersebut, di harapkan bagi setiap mukmin yang melaksanakan shalat, hatinya turut hadir dan mengerahkan segala perasaannya, ingatannya, segala isi hatinya tertuju pada Allah dan pada waktu penghayatan total terhadap apa yang di baca serta di dengar dari kalam-Nya dari yang di lafalkan lisan, sejak mulai takbir, tasbih atau pujian ataupun do'a dan apa-apa yang menyertai ruku' dan sujud, yaitu suatu kepasrahan dan kekhusyuan hati yang fokus pada apa yang di baca.
2. Hendaknya sebelum mengucapkan takbiratul ihram, pelaku shalat menyadari bahwa Allah itu mengawasi hatinya dan mengetahui segala rahasia di hati dan pikirannya, maka tidaklah sah seseorang itu memulai shalatnya dengan do'a-do'a palsu, lisannya mengatakan kalimat ”Allahu Akbar”, tetapi hatinya tidak condong kepada Allah yang Maha Besar, maka kita harus sungguh-sungguh berusaha untuk mengosongkan isi hati dari segala kesibukan-kesibukan, sebagaimana layaknya menghadapi Allah di dalam shalat dengan hati dan akal pikirannya.
3. Pelaku shalat hendaknya selalu mengingat kriteria tersebut yang di umpamakan sebagai bagian ibrah dan Allah-lah sebagai puncak keteladanan yang mempunyai sifat Maha Tinggi, oleh karena itu, yang paling utama harus di lakukan oleh setiap pelaksana shalat adalah bersimpuh di bawah naungan kebesaran-Nya, Allah Maha Raja Diraja yang Suci, yang Maha Perkasa dengan menyingkirkan kepentingan lain, selain kepentingan Allah, itulah yang di namakan kehadiran hati.
4. Berusaha mencegah beralihnya perhatian, pendengaran, penglihatan atau yang lainnya ketika hendak melaksanakan shalat, yaitu dengan memilih tempat yang tenang, jauh dari keramaian, kegaduhan dan kekacauan, kita juga harus membatasi arah pandangan, yaitu dengan melaksanakan shalatnya dekat dinding penghalang (sutrah), lalu sebaiknya memejamkan penglihatan serta memfokuskan pandangannya ke tempat sujud, juga perlu di perhatikan agar janganlah shalat dalam keadaan menahan kencing dan buang air besar.
5. Yang termasuk membantu dalarn shalat adalah berusaha untuk memahami dan menekuni kandungan makna surah Al-Qur'an yang sedang di baca atau yang di dengar ketika sedang shalat serta menjadi bacaan di dalam dzikir, tasbih dan do'a di sela-sela shalat.
6. Hakikat yang di maksud dengan firman Allah,"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendekati shaIat sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan.” (Q.S. An-Nisaa‘ : 43). Ketika dalam menunaikan shalat, seseorang harus dalam keadaan sehat akal dan penuh perasaan.
7. Setiap pelaksana shalat haruslah mengetahui bahwa syetan itu selalu berusaha untuk mempengaruhi kita agar di dalam melakukan shalat, seseorang tidak khusyu dan hatinya tidak condong kepada Allah, sebab, shalat itu merupakan senjata untuk menangkal bujuk rayu syetan yang keji dan mungkar, maka, syetan berusaha menerobosnya agar dapat melemahkan senjata kekhusyuan seseorang, sehingga rusaklah shalatnya, oleh karena itu, menjadi keharusan bagi yang melakukan shalat agar selalu sigap dan berjaga-jaga mengamankan shalatnya beserta segala kebaikan yang terkandung di dalamnya, agar jangan sampai syetan itu
menembus dan mengikis kebaikan-kebaika.n tersebut walau sebagian kecil saja. Ammar bin Yasir Ra mendengar Rasulullah Saw bersabda,"Sesungguhnya seseorang itu bisa jadi tertolak pahala shalatnya serta sesuatu yang harusnya ia dapatkan, kecuali sepersepuluh dari shalatnya, sepersembilannya, seperdelapannya, sepertujuhnya, seperenamnya, seperIimanya, seperempatnya, sepertiganya, setengahnya." (H.R. Abu Daud, An-Nasai dan Ibnu Hibban).
8. Setiap pelaksana shalat harus dapat mengutamakan kepentingan akhiratnya daripada kepentingan dunianya, maka ia mengisi aktivitasnya, sesuai dengan kepentingan shalat dengan mengesampingkan kepentingan lain, dengan demikian, shalatnya tersebut akan menjadi jalan menuju kebahagiaan di akhirat, jika itu benar-benar di lakukannya dengan khusyu di sertai kehadiran hati dan berusaha melakukan dengan sebaik-baiknya, maka akan menghasilkan buah untuk kepentingan seorang mukmin di akhirat.
1. Sesungguhnya yang terpenting adalah kuatnya motivasi hati kita yang mendorong pada ”kehidupan di dalam shalat”, yang juga merupakan kehendak kita untuk mengagungkan Allah dengan penuh perasaan, kita bersimpuh di bawah kehebatan kekuasaan-Nya, yang demikian ini menjadikan perasaan kita menyadari akan ampunan dan rahmat-Nya, berdasarkan kriteria pemahaman tersebut, di harapkan bagi setiap mukmin yang melaksanakan shalat, hatinya turut hadir dan mengerahkan segala perasaannya, ingatannya, segala isi hatinya tertuju pada Allah dan pada waktu penghayatan total terhadap apa yang di baca serta di dengar dari kalam-Nya dari yang di lafalkan lisan, sejak mulai takbir, tasbih atau pujian ataupun do'a dan apa-apa yang menyertai ruku' dan sujud, yaitu suatu kepasrahan dan kekhusyuan hati yang fokus pada apa yang di baca.
2. Hendaknya sebelum mengucapkan takbiratul ihram, pelaku shalat menyadari bahwa Allah itu mengawasi hatinya dan mengetahui segala rahasia di hati dan pikirannya, maka tidaklah sah seseorang itu memulai shalatnya dengan do'a-do'a palsu, lisannya mengatakan kalimat ”Allahu Akbar”, tetapi hatinya tidak condong kepada Allah yang Maha Besar, maka kita harus sungguh-sungguh berusaha untuk mengosongkan isi hati dari segala kesibukan-kesibukan, sebagaimana layaknya menghadapi Allah di dalam shalat dengan hati dan akal pikirannya.
3. Pelaku shalat hendaknya selalu mengingat kriteria tersebut yang di umpamakan sebagai bagian ibrah dan Allah-lah sebagai puncak keteladanan yang mempunyai sifat Maha Tinggi, oleh karena itu, yang paling utama harus di lakukan oleh setiap pelaksana shalat adalah bersimpuh di bawah naungan kebesaran-Nya, Allah Maha Raja Diraja yang Suci, yang Maha Perkasa dengan menyingkirkan kepentingan lain, selain kepentingan Allah, itulah yang di namakan kehadiran hati.
4. Berusaha mencegah beralihnya perhatian, pendengaran, penglihatan atau yang lainnya ketika hendak melaksanakan shalat, yaitu dengan memilih tempat yang tenang, jauh dari keramaian, kegaduhan dan kekacauan, kita juga harus membatasi arah pandangan, yaitu dengan melaksanakan shalatnya dekat dinding penghalang (sutrah), lalu sebaiknya memejamkan penglihatan serta memfokuskan pandangannya ke tempat sujud, juga perlu di perhatikan agar janganlah shalat dalam keadaan menahan kencing dan buang air besar.
5. Yang termasuk membantu dalarn shalat adalah berusaha untuk memahami dan menekuni kandungan makna surah Al-Qur'an yang sedang di baca atau yang di dengar ketika sedang shalat serta menjadi bacaan di dalam dzikir, tasbih dan do'a di sela-sela shalat.
6. Hakikat yang di maksud dengan firman Allah,"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendekati shaIat sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan.” (Q.S. An-Nisaa‘ : 43). Ketika dalam menunaikan shalat, seseorang harus dalam keadaan sehat akal dan penuh perasaan.
7. Setiap pelaksana shalat haruslah mengetahui bahwa syetan itu selalu berusaha untuk mempengaruhi kita agar di dalam melakukan shalat, seseorang tidak khusyu dan hatinya tidak condong kepada Allah, sebab, shalat itu merupakan senjata untuk menangkal bujuk rayu syetan yang keji dan mungkar, maka, syetan berusaha menerobosnya agar dapat melemahkan senjata kekhusyuan seseorang, sehingga rusaklah shalatnya, oleh karena itu, menjadi keharusan bagi yang melakukan shalat agar selalu sigap dan berjaga-jaga mengamankan shalatnya beserta segala kebaikan yang terkandung di dalamnya, agar jangan sampai syetan itu
menembus dan mengikis kebaikan-kebaika.n tersebut walau sebagian kecil saja. Ammar bin Yasir Ra mendengar Rasulullah Saw bersabda,"Sesungguhnya seseorang itu bisa jadi tertolak pahala shalatnya serta sesuatu yang harusnya ia dapatkan, kecuali sepersepuluh dari shalatnya, sepersembilannya, seperdelapannya, sepertujuhnya, seperenamnya, seperIimanya, seperempatnya, sepertiganya, setengahnya." (H.R. Abu Daud, An-Nasai dan Ibnu Hibban).
8. Setiap pelaksana shalat harus dapat mengutamakan kepentingan akhiratnya daripada kepentingan dunianya, maka ia mengisi aktivitasnya, sesuai dengan kepentingan shalat dengan mengesampingkan kepentingan lain, dengan demikian, shalatnya tersebut akan menjadi jalan menuju kebahagiaan di akhirat, jika itu benar-benar di lakukannya dengan khusyu di sertai kehadiran hati dan berusaha melakukan dengan sebaik-baiknya, maka akan menghasilkan buah untuk kepentingan seorang mukmin di akhirat.
Posting Komentar untuk "KEHADIRAN HATI DALAM SHALAT"
Terimakasih atas kunjungan anda...