Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer
Allah Swt berfirman : "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang di beri ilmu pengetahuan beberapa derajat." (Q.S. Al-Mujadalah : 11). Rasulullah Saw bersabda : "Barang siapa yang menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia, wajiblah ia memiliki ilmu, barang siapa yang ingin selamat dan berbahagia di akhirat, wajiblah ia mengetahui ilmu dan barangsiapa yang menginginkan kedua-duanya, wajiblah ia memiliki ilmu kedua-duanya pula." (H.R. Bukhari dan Muslim).

HUKUM TASYABBUH

Sesungguhnya hukum tasyabbuh dalam masalah yang rnenyangkut beberapa perkara dapat di simpulkan dalam satu keputusan, sebab masing-masing dari setiap perkara tasyabbuh ini mempunyai hukum sendiri-sendiri berdasarkan nash-nash yang ada. Juga, berdasarkan kaidah-kaidah syar’i sebelum pendapatnya para ulama dan ahli fiqih, akan tetapi, dalam masalah tasyabbuh ini ada beberapa hukum umum yang meliputi semua jenis tasyabbuh yang bersifat menyeluruh, bukan bersifat parsial.
Hukum umum tersebut antara lain sebagai berikut :
1. Ada beberapa perkara dari perbuatan tasyabbuh terhadap orang-orang kafir bisa di hukumi dengan perbuatan syirik atau kufur; seperti tasyabbuh dalam bidang keyakinan, beberapa perkara masalah ibadah, misalnya tasyabbuh terhadap orang-orang Yahudi, Nasrani atau Majusi dalam perkara-perkara yang berhubungan dengan masalah tauhid dan aqidah, contohnya seperti ta’thil, yakni menafikan dan mengkufuri nama-nama dan sifat-sifat Allah Ta’aIa, meyakini kemanunggalan hamba dengan Allah, takdis (rnensucikan) seorang nabi atau orang-orang shalih, kemudian berdo'a serta beribadah kepada mereka, berhukum dengan syari’at dan perundang-undangan buatan manusia, semua itu kalau tidak syirik pasti kufur hukumnya.
2. Ada pula dari beberapa perbuatan yang menjerumuskan kepada perbuatan maksiat dan kefasikan, seperti taklid kepada adat-istiadat atau budaya kafir. Contohnya, seperti makan dan minum dengan tangan kiri, laki-laki menyerupai wanita atau wanita yang menyerupai laki-laki (tomboy) dan lain sebagainya.
3. Tasyabbuh bisa di hukumi sebagai perbuatan yang rnakruh bila timbul keragu-raguan antara rnubah atau haram karena tidak ada kejelasan hukum.
Maksudnya, kadang-kadang dalam beberapa masalah tingkah laku, adat atau kebudayaan, serta beberapa masalah keduniaan masih di ragukan kedudukan hukumnya, apakah masalah tersebut termasuk suatu perkara yang di benci ataukah sesuatu yang mubah (di bolehkan), namun, demi menjaga agar seorang muslim tidak terperosok, maka di hukumi dengan sesuatu yang makruh.
Kini timbullah satu pertanyaan, “Apakah ada perbuatan orang kafir yang di hukumi mubah?” Di katakan, bahwa di nyatakannya mubah terhadap perbuatan orang kafir, karena perbuatan tersebut menyangkut masalah keduniaan dan bukan pula merupakan ciri khusus orang-orang kafir, di samping itu, masalah tersebut tidak pula membedakannya dari orang-orang muslim yang shalih, serta tidak menggiring kepada kerusakan yang besar terhadap kaum muslimin atau menguntungkan orang-orang kafir, sehingga menyebabkan di remehkannya kaum muslimin. Sebagian perkara yang mubah tersebut, hendaknya semata-mata merupakan rekayasa materi murni dan tidak akan rnenyebabkan kaum muslimin tergiring untuk mengikuti kaum kafir, sehingga bakal membahayakan mereka. Demikian juga dengan ilmu-ilmu murni keduniaan yang tidak menyangkut aqidah dan akhlak, maka semua ini termasuk dalam perkara mubah.
Kadang-kadang kaum muslimin harus mengambil manfaat dari ilmu-ilmu murni keduniaan yang di miliki orang-orang kafir dan yang di maksud dengan murni adalah tidak rnengandung unsur-unsur atau tanda-tanda yang bertentangan dengan nash-nash atau kaidah-kaidah syar’i atau, yang dapat menjerumuskan kaum muslimin pada kehinaan dan kekerdilan. Bila ketentuan tersebut di penuhi, maka bisa di masukkan ke dalam kategori mubah."
Jika dalarn perkara-perkara aqidah, ibadah, hari-hari besar, keharamannya telah di tetapkan secara qath’i (tegas). Itu berarti, bahwa keharaman bertasyabbuh terhadap orang-orang kafir, dalarn hal-hal tersebut di atas telah pula di tetapkan secara qath’i.
Sudah menjadi kewajiban seorang muslim untuk lepas dari kungkungan orang kafir semampu mungkin, akan tetapi, yang demikian itu tidak boleh melalaikan kewajiban asasi seorang muslim, seperti jihad, menyuruh kema‘rufan, mencegah kemungkaran, dakwah dan menegakkan agama dan tidak boleh bagi seorang muslim bersifat rakus dalam usaha mengeruk perkara-perkara keduniaan, tetapi hendaknya harus sesuai dengan batas-batas yang di tentukan syari’at, sebagaimana pernah di lakukan Rasulullah Saw, sahabat dan para salaful ummah (umat terdahulu). Tidak ada larangan untuk memanfaatkan benda-benda buatan mereka (kaum kafir), huruf-huruf dan benda-benda lain selama tidak mengakibatkan kekerdilan dan kehinaan muslimin. Dan, kami lihat terus terang merupakan kewajiban muslimin sekarang ini untuk mengejar ketinggalan mereka di bidang ilmu pengetahuan umum dan sains, teknologi dan informasi guna kemaslahatan umat tentunya tanpa mengenyampingkan dasar syari'at yang telah di gariskan agama, juga dengan catatan khusus, harus tetap berpegang teguh pada agama dan aturan-aturan syari’at terlebih dahulu, kemudian harus berusaha untuk mencari keunggulan di bidang tersebut, sebab, menegakkan agama lebih penting daripada keunggulan materi.
Selain masalah tersebut di atas, hal-hal yang menyangkut tradisi budaya selama menunjukkan bahwa perbuatan itu merupakan ciri khusus kaum kafir, maka hal itu termasuk tasyabbuh yang di haramkan dan, kalau bukan merupakan ciri khusus mereka, maka hukumnya salah satu di antara tiga, yakni bisa haram, makruh atau mubah, sedangkan dalam masalah-masalah ilmu dan perkara-perkara keduniaan murni, seperti penemuan atau pembuatan barang-barang bersifat umum, pembuatan senjata dan lain-lain, maka hukumnya termasuk mubah, jika memenuhi syarat-syarat di atas.

Posting Komentar untuk "HUKUM TASYABBUH"