Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer
Allah Swt berfirman : "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang di beri ilmu pengetahuan beberapa derajat." (Q.S. Al-Mujadalah : 11). Rasulullah Saw bersabda : "Barang siapa yang menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia, wajiblah ia memiliki ilmu, barang siapa yang ingin selamat dan berbahagia di akhirat, wajiblah ia mengetahui ilmu dan barangsiapa yang menginginkan kedua-duanya, wajiblah ia memiliki ilmu kedua-duanya pula." (H.R. Bukhari dan Muslim).

PENGARUH KEIMANAN TERHADAP PERUBAHAN SOSIAL

Tak ada yang menyangkal, bahwa masyarakat dunia muslim memiliki keirnanan terhadap Islam dan mengakuinya sebagai agama dan risalah yang di turunkan oleh Allah Yang Maha Kuasa kepada nabi terakhimya, yaitu Nabi Muhammad Saw, yang menjanjikan syurga kepada para pengikut sejatinya dan mengancam mereka yang menolaknya dengan neraka. Keimanan ini tetap hidup di jantung mayoritas kaum muslim, akan tetapi, keimanan tersebut telah banyak kehilangan kesegaran dan kehangatannya selama tahun-tahun penyimpangan, khususnya sejak dunia Islam memasuki era imperialisme dan para penjajah menyibukkan diri mereka sendiri dalam menghancurkan keimanan ini serta meniadakan kandungan revolusioner dan hidayahnya, oleh karenanya, kaum muslim menjadi tidak mampu untuk merepresentasikan umat yang di sebut Allah sebagai “umat pertengahan" (ummatann wasathan) sebagai “saksi atas manusia” dan sebagai “umat terbaik yang telah di bangkitkan untuk kepentingan manusia.”

Tentu saja sekelompok muslim dari kaum muslim terpilih, tidak bisa di sebut umat muslim secara utuh, umat muslim adalah massa dari orang-orang yang para anggotanya menerima tanggung jawab llahi mereka di muka bumi, adalah tugas kaum muslim untuk mengingatkan manusia agar melakukan perbuatan baik dan melarang mereka dari perbuatan jahat (amar makruf nahi munkar), dengan kata lain, kaum muslim mesti mengkonversi keimanan mereka ke dalam kegiatan konstruktif.
Allah berfirman : “Kalian adalah sebaik-baik umat yang telah di bangkitkan untuk manusia, kalian melakukan amar makruf dan nahi munkar dan beriman kepada Allah." (Q.S. Ali Imran Ayat 11). 
Di sini Allah telah menggambarkan kepercayaan atau keimanan sebagai karakteristik ketiga umat muslim, di samping pengingatan akan perbuatan amar makruf nahi munkar, dengan demikian, Allah telah menekankan, bahwa keimanan hakiki tidak berarti semata-mata kepercayaan, keimanan hakiki sebenarnya suatu nyala api yang memberikan kehangatan kepada kebenaran dan cahaya untuk menerangi yang lain.
Selain mengemban tanggung jawab terhadap dirinya sendiri, umat Islam juga mengemban tanggungjawab terhadap keseluruhan dunia, karena ia “umat pertengahan" dan “saksi atas manusia.“ Allah berfirman : “Demikianlah telah Kami jadikan kalian sebagai umat pertengahan, sehingga kalian menjadi saksi atas manusia." (Q.S. Al-Baqarah Ayat 143). Jadi, jika kaum muslim lalai memperhatikan tanggungjawab ganda mereka, internal dan eksternal, mereka tidak mampu membentuk umat muslim dalam pengertian yang benar, sepanjang keyakinan muslim tidak menempati posisi terdepannya dalam seluruh perjalanan hidup serta membangun suatu pijakan bagi pelaksanaan dua tanggung jawab ini, risalah Islam tidak bisa menjadi suatu bagian kehidupan nyata, kendatipun keimanan orang terhadap Islam telah kehilangan kehangatan dan kesegaran sejatinya, namun ia masih memiliki suatu faktor pertahanan pasif terhadap serangan sistem sosial atau kerangka kehidupan beradab yang tidak sesuai dengan ideologi Islam, paling tidak secara teoritis, orang percaya bahwa sistem apa pun yang pijakannya tidak di dukung oleh Islam adalah tidak sah dan tidak benar, meskipun keimanan mereka tidak mengambil suatu bentuk konkret di medan praktis, namun mereka menciptakan sejenis pertahanan pasif yang melumpuhkan semua aktivitas secara implisit yang sistem sosial lain menggerakkannya kepada kaum muslim, demi kelangsungan kebudayaan mereka.
Apa yang telah terjadi selama kurun waktu lampau tersebut adalah bahwa sebuah sistem sosial telah berhasil dalam menaklukkan masyarakat muslim di sebabkan kekuasaan superiornya, namun sistem sosial tersebut tidak mengetahui, bahwa tanpa menggunakan kekuatan dan desakan terus menerus, sistem itu tidak bisa menjaga kaum muslim di bawah panjinya, semakin berusaha untuk menekan dan memaksa, maka semakin kukuh pertahanan pasif yang umat lakukan dan mereka menjadi teguh terhadap pilihan mereka dalam menghadapi sistem sosial yang tidak sah dan tidak benar itu.
Dengan demikian, pada saat ini bagian penting dari potensialitas kaum muslim di habiskan entah pada penggunaan tekanan terhadap partisan-partisan sistem asing untuk mcnyakinkan mereka akan kemestian perubahan kebijakan mereka, ataukah di sia-siakan dengan membalas upaya-upaya mereka dan mempertahankan tekanan mereka. Situasi ini seharusnya mengalami perubahan prinsip dengan penegakkan pemerintahan Islam yang memiliki program yang di jalankan oleh orang-orang yang melakukan amar makruf nahi munkar dan mempunyai keimanan yang hidup serta bertanggung jawab kepada Allah. Di bawah sistem Islam, aqidah Islam menjadi faktor rekonstruktif pada tingkat budaya, bukan malahan menjadi faktor pertahanan pasif, dalam program pemerintahan Islam, orang-orang menemukan histalisasi praktis dari aqidah mereka, kendatipun banyak dari mereka tidak siap untuk melakukan pengorbanan ataupun menanggung penderitaan demi tujuan kristalisasi ini, niscaya mereka akan menjumpainya dalam pemenuhan hasrat-hasrat mereka yang berbeda dan perlindungan dari agama serta aqidah suci mereka, tidak lama lagi mereka akan di penuhi dengan antusiasme kasih sayang dan aqidah mereka, akan menjadi suatu aqidah yang memancar yang penuh dengan vitalitas dan tenaga.
Di bawah pemerintahan Islam, energi massa di gunakan tanpa menggunakan paksaan ataupun tekanan, namun dengan ruh iman dan ketulusan yang siap untuk aktivitas konstruktif besar, di sini ada contoh kecil yang menaburkan cahaya memadai pada dimensi-dimensi perubahan hasrat ini. Islam sebagai suatu aqidah suci telah senantiasa mengajak berjuta-juta kaum muslim agar rnemperhatikan kewajiban-kewajiban finansial mereka secara sukarela, yang merupakan tanggung jawab agama mereka, namun orang-orang ini seringkali menghindar dari pembayaran pajak-pajak pemerintahan, meskipun semua tekanan dan hukuman resmi di jatuhkan kepada para pelanggar. Kini, jika pajak-pajak dan tugas-tugas pemerintahan juga di kumpulkan atas nama Islam, alangkah besar dorongan yang ada untuk membayar pajak pendapatan dan tugas-tugas lain guna penyelenggaraan pemerintahan Islam!
Islam sebagai suatu aqidah, dalam banyak kesempatan, mendemonstrasikan kemampuannya dalam menggalang para pejuang dan para pembelanya di bawah panji-panjinya yang tidak terhitung secara damai, mereka merespon seruan-seruan Islam secara sukarela dan menganggap hal ini sebagai tugas keagamaan mereka, ketika kita melihat bahwa pemerintahan-pemerintahan sebelumnya tidak bisa mengumpulkan pasukan begitu banyak demi sebuah perang tanpa menggunakan cara paksaan dan tanpa orang-orang biadab, bayangkan sekarang, betapa suatu perubahan besar akan terjadi berkaitan dengan persiapan massa untuk suatu peperangan, sekiranya Islam mengambil kepemimpinan sosial dari massa di tangannya. Pembentukan pemerintahan Islam akan mengakhiri tragedi kepribadian ganda dari kaum muslim, yang telah di susupkan kedalam kehidupannya sebagai suatu akibat pertentangan dari kekuasaan-kekuasaan yang berjalan, seorang muslim yang hidup di bawah sistem yang tidak sesuai dengan ajaran Al-Qur’an dan Islam di paksa keras untuk mengenakan topeng-topeng yang berlainan dalam kehidupannya, maka, apa yang ia kenakan‘ di dalam masjid, ia lepaskan ketika ia berada di toko, kantor dan tempat-tempat kerja lainnya.
Dalam kehidupan praktis ini, ia menafikan apa yang ia takzimkan di masjid dan melanggar peijanjian yang ia buat dengan Allah, ia selalu di bawah ayunan kekuatan pertentangan dan tidak menemukan solusi atas masalahnya, sekiranya ia tidak menghormati masjid dan menghargai nilai spiritualitas, niscaya ia jatuh menjadi mangsa dari kehampaan dan kekosongan spiritual yang bisa memuncak dalam kejatuhannya, pada gilirannya, bahkan bisa mengancam kepada bangkrutnya masyarakat, pada sisi lain, apabila ia melalaikan peranannya dalam kehidupan umum dan menerima sikap pasif, masyarakat tersebut boleh jadi di tindas secara perlahan oleh bakat-bakat dan usaha-usaha keras dari anggota masyarakat tertentu, namun sekiranya suatu pemerintahan Islam tampil berkuasa, masjid dan kantor akan di tempatkan pada orbit dan tataran yang sama. Dalam hal ini, shalat akan menjadi wawasan ke masa depan dan persiapan ke arah yang di inginkan, bukan menjadi suatu pelarian dari kenyataan, berada pada realitas-realitas eksternal (duniawi), tidak berarti tidak konsisten dengan spiritualitas dan ruh masjid, tetapi justru mendapatkan dukungan dari ruh universal keduanya, sebagai akibatnya, manusia akan memperoleh kembali kesatuan hakiki dan harmoni total dari kepribadiannya, hal itu akan mempengaruhinya dalam memainkan peranannya secara sungguh-sungguh dan memperlihatkan ketahanan dan ketangguhannya dalam menghadapi segala kesulitan.

Posting Komentar untuk "PENGARUH KEIMANAN TERHADAP PERUBAHAN SOSIAL"