Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer
Allah Swt berfirman : "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang di beri ilmu pengetahuan beberapa derajat." (Q.S. Al-Mujadalah : 11). Rasulullah Saw bersabda : "Barang siapa yang menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia, wajiblah ia memiliki ilmu, barang siapa yang ingin selamat dan berbahagia di akhirat, wajiblah ia mengetahui ilmu dan barangsiapa yang menginginkan kedua-duanya, wajiblah ia memiliki ilmu kedua-duanya pula." (H.R. Bukhari dan Muslim).

AKHLAK YANG DI ANJURKAN BAGI PEMIMPIN

Pada suatu kumpulan negeri atau pada suatu masyarakat dan bangsa akan di sebut sebagai masyarakat dan bangsa yang maju manakala memiliki peradaban yang tinggi dan akhlak yang mulia serta penuh dengan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah, meskipun dari segi ilmu pengetahuan dan teknologi masih sangat sederhana, sedangkan pada masyarakat dan bangsa yang meskipun kehidupannya di jalani dengan teknologi yang modern dan canggih, tapi tidak memiliki peradaban atau akhlak yang mulia serta keimanan, maka masyarakat dan bangsa itu di sebut sebagai masyarakat dan bangsa yang terbelakang dan tidak menggapai kemajuan serta tidak mendapatkan karunia limpahan rahmat dan kasih sayang Allah apalagi keridhaan-Nya, tentu sangat jauh sekali.

Untuk bisa merwujudkan masyarakat dan bangsa yang berakhlak mulia dengan peradaban yang tinggi, di perlukan pemimpin dengan akhlak yang mulia, Chalifah Abu Bakar Ash- Shiddik Ra ketika menyampaikan pidato pertamanya sebagai Chalifah mengemukakan hal - hal yang mencerminkan bahwa bagaimana seharusnya akhlak seorang pemimpinn dalam pidato itu beliau mengemukakan : “Wahai sekalian manusia, kalian telah sepakat memilihku sebagai Chalifah untuk memimpinmu. Aku ini bukanlah yang terbaik di antara kamu, maka bila aku berlaku baik dalam melaksanakan tugasku, bantulah aku, tetapi bila aku bertindak salah, betulkanlah. Berlaku jujur adalah amanah, berlaku bohong adalah khianat. 


Siapa saja yang lemah di antaramu akan kuat bagiku sampai aku dapat mengembalikan hak-haknya, insha Allah. Siapa saja yang kuat di antaramu akan lemah berhadapan denganku sampai aku kembalikan hak orang lain yang di pegangnya, insha Allah. Taatlah kepadaku selama aku taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Apabila aku tidak taat lagi kepada Allah dan Rasul-Nya, maka tidak ada kewajibanmu untuk taat kepadaku.”

kutipan dari pidato Chalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq Ra di atas, kita bisa mengambil suatu kesimpulan dan manfaat, bahwa keharusan seorang pemimpin adalah harus memiliki beberapa sifat dan perilaku serta akhlak yang sebagai bagian dari akhlak yang mulia, yaitu :


1. Tawadhu.
Makna tawaddhu’ artinya rendah hati, lawannya adalah tinggi hati atau sombong. Dalam pidatonya, Chalifah Abu Bakar tidak merasa sebagai orang yang paling baik, apalagi menganggap sebagai satu - satunya orang yang baik. Sikap tawadhu’ bagi seorang pemimpin merupakan sesuatu yang sangat penting. Hal ini karena seorang pemimpin membutuhkan nasihat, masukan, saran, bahkan kritik. Kalau ia memiliki sifat sombong, jangankan kritik, saran dan nasihatpun tidak mau di terimannya. Akibat selanjutnya adalah ia akan memimpin dengan hawa dan nafsunya sendiri dan ini menjadi sangat berbahaya. Karena itu kesombongan menjadi kendala utama bagi manusia untuk bisa masuk ke dalam syurga. Karena itu, Allah sangat murka kepada siapa saja berlaku sombong dalam hidupnya, apalagi para pemimpin. Sejarah telah menunjukkan kepada kita bagaimana Fir’aun yang begitu berkuasa di mata rakyatnya, tapi berhasil di tumbangkan dengan penuh kehinaan melalui dakwah yang di lakukan oleh Nabi Musa As dan Nabi Harun As.

2. Menjalin Kerjasama.
Dalam pidato Chalifah Abu Bakar di atas, tercermin juga akhlak seorang pemimpin yang harus di miliki, yakni siap, bahkan mengharapkan kerjasama dari semua pihak, beliau mengatakan : "Maka bila aku berlaku baik dalam melaksanakan tugasku, bantulah aku.” Ini berarti kerjasama yang harus di jalin antar pemimpin dengan rakyat adalah kerjasama dalam kebaikan dan taqwa sebagaimana yang di tentukan Allah Swt dalam firman-Nya : “Tolong menolonglah kamu dalam kebaikan dan taqwa dan jangan tolong menolong dalam dosa dan permusuhan.” (Q.S. Surah Al-Maidah Ayat : 2).
 

Seorang pemimpin tentu tidak mungkin bisa menjalankan tugasnya sendirian, sehebat apapun dirinya, karenanya Rasulullah Saw telah menunjukkan kepada kita bagaimana beliau menjalin kerjasama yang baik, mulai dari membangun masjid di Madinah hingga peperangan melawan orang-orang kafir, bahkan dalam suatu peperangan yang kemudian di sebut dengan perang Khandak, Rasulullah Saw menerima dan melaksanakan pendapat Salman Al-Farisi untuk mengatur strategi perang dengan cara menggali parit.
 

3. Mengharap Kritik dan Saran.
Seorang pemimpin, karena kedudukannya yang tinggi dan mulia di hadapan orang lain, iapun mendapatkan penghormatan dari banyak orang, kemana pergi selalu mendapatkan pengawalan yang ketat dan setiap ucapannya di dengar orang, sedangkan apapun yang di lakukannya mendapatkan liputan media massa yang luas. Dari sinilah banyak pemimpin sampai mengkultuskan dirinya sehingga ia tidak suka dengan kritik dan saran. Hal itu ternyata tidak berlaku bagi Chalifah Abu Bakar, maka sejak awal kepemimpinannya, ia minta agar setiap orang mau memberikan kritik dan saran dengan membetulkan setiap kesalahan yang di lakukan, Abu Bakar berpidato dengan kalimat : "Bila aku bertindak salah, betulkanlah.” Sikap seperti ini di lanjutkan oleh Umar bin Khattab Ra ketika menjadi Chalifah, sehingga saat Umar mengeluarkan kebijakan yang meskipun baik maksudnya tapi menyalahi ketentuan yang ada, maka Umar mendapat kritik yang tajam dari seorang ibu yang sudah lanjut usia, ini membuat Umar harus mencabut kembali kebijakan tersebut. Kebijakan itu adalah larangan memberikan mahar atau mas kawin dalam jumlah yang banyak, karena bila tradisi itu terus berkembang hal itu bisa memberatkan para pemuda yang kurang mampu untuk bisa menikah.

4. Berkata dan berbuat yang benar.
Chalifah Abu Bakar Ra juga sangat menekankan kejujuran atau kebenaran dalam berkata maupun berbuat, bahkan hal ini merupakan amanah dari Allah, hal ini karena manusia atau rakyat yang di pimpin kadangkala bahkan seringkali tidak tahu atau tidak menyadari kalau mereka sedang di tipu dan di khianati oleh pemimpinnya. Dalam pidato saat pelantikannya sebagai Chalifah, Abu Bakar menyatakan : “Berlaku jujur adalah amanah, berlaku bohong adalah khianat.” Manakala seorang pemimpin memiliki kejujuran, maka ia akan dapat memimpin dengan tenang, karena kebohongan akan membuat pelakunya menjadi tidak tenang sebab ia takut bila kebohongan itu di ketahui oleh orang lain yang akan merusak citra dirinya. Di samping itu, kejujuran akan membuat seorang pemimpin akan berusaha untuk terus mencerdaskan rakyatnya, sebab pemimpin yang tidak jujur tidak ingin bila rakyatnya cerdas, karena kecerdasan membuat orang tidak bisa di bohongi.

5. Memenuhi hak-hak Rakyat.
Setiap pemimpin harus mampu memenuhi hak-hak rakyat yang di pimpinnya, bahkan bila hak-hak mereka di rampas oleh orang lain, maka seorang pemimpin itu akan berusaha untuk mengembalikan kepadanya. Karena itu bagi Chalifah Abu Bakar, tuntutan terhadap hak-hak rakyat akan selalu di usahakannya, meskipun mereka adalah orang-orang yang lemah sehingga seolah-olah mereka itu adalah orang yang kuat, namun siapa saja yang memiliki kekuatan atau pengaruh yang besar bila mereka suka merampas hak orang lain, maka mereka di pandang sebagai orang yang lemah dan pemimpin harus siap mengambil hak orang lain dari kekuasaannya. Akhlak pemimpin seperti ini tercermin dalam pidato Chalifah Abu Bakar yang menyatakan : "Siapa saja yang lemah di antaramu akan kuat bagiku sampai aku dapat mengembalikan hak-haknya, insha Allah.” Akhlak yang seharusnya ada pada pemimpin tidak hanya menjadi kalimat - kalimat yang indah dalam pidato Chalifah Abu Bakar, tapi beliau buktikan hal itu dalam kebijakan-kebijakan yang di tempuhnya sebagai seorang pemimpin. Satu di antara kebijakannya adalah memerangi orang-orang kaya yang tidak mau bayar zakat, karena dari harta mereka terdapat hak - hak bagi orang yang miskin.

6. Memberantas kedzaliman.
Kezaliman merupakan sikap dan tindakan yang merugikan masyarakat dan meruntuhkan kekuatan suatu bangsa dan negara, karena itu, para pemimpin tidak boleh membiarkan kedzaliman terus berlangsung. Ini berarti, seorang pemimpin bukan hanya tidak boleh bertindak dzalim kepada rakyatnya, tapi justeru kedzaliman yang di lakukan oleh orang lain kepada rakyatnyapun menjadi tanggungjawabnya untuk di berantas. Karenanya bagi Chalifah Abu Bakar, sekuat apapun atau sebesar apapun pengaruh pelaku kedzaliman akan di anggap sebagai kecil dan lemah, dalam pidato yang mencerminkan akhlak seorang pemimpin, beliau berkata : "Siapa saja yang kuat di antaramu akan lemah berhadapan denganku sampai aku kembalikan hak orang lain yang di pegangnya, insha Allah.”

7. Menunjukkan ketaatan kepada Allah.
Pemimpin yang sejati adalah pemimpin yang mengarahkan rakyatnya untuk mentaati Allah dan Rasul-Nya. Oleh karena itu, iapun harus menunjukkan ketaatan yang sesungguhnya, namun bila seorang pemimpin tidak menunjukkan ketaatannya kepada kepada Allah dan Rasul-Nya, maka rakyatpun tidak memiliki kewajiban untuk taat kepadanya. Dalam kaitan inilah, Chalifah Abu Bakar menyatakan dalam pidatonya : "Taatlah kepadaku selama aku taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Apabila aku tidak taat lagi kepada Allah dan Rasul-Nya, maka tidak ada kewajibanmu untuk taat kepadaku.” Dengan demikian, ketaatan kepada pemimpin tidak bersifat mutlak sebagaimana mutlaknya ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya, inilah di antara isyarat yang bisa kita tangkap dari firman Allah yang tidak menyebutkan kata taat saat menyebut ketaatan kepada pemimpin (ulil ‘amri) dalam firman-Nya : “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya dan ulil ‘amri di antara kamu.” (Q.S. Surah An-Nisaa’ Ayat : 59).

Dari uraian di atas dapat di simpulkan betapa penting bagi kita untuk memiliki pemimpin dengan akhlak yang mulia, kerancuan dan kekacauan dengan berbagai krisis yang melanda negeri kita dan umat manusia di dunia ini karena para pemimpin dalam tingkat negara dan dunia tidak memiliki akhlak seorang pemimpin yang ideal, karenanya, saat kita memilih pemimpin dalam seluruh tingkatan di masyarakat jangan sampai memilih mereka yang tidak berakhlak mulia.

Posting Komentar untuk "AKHLAK YANG DI ANJURKAN BAGI PEMIMPIN"