Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer
Allah Swt berfirman : "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang di beri ilmu pengetahuan beberapa derajat." (Q.S. Al-Mujadalah : 11). Rasulullah Saw bersabda : "Barang siapa yang menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia, wajiblah ia memiliki ilmu, barang siapa yang ingin selamat dan berbahagia di akhirat, wajiblah ia mengetahui ilmu dan barangsiapa yang menginginkan kedua-duanya, wajiblah ia memiliki ilmu kedua-duanya pula." (H.R. Bukhari dan Muslim).

DASAR DZIKIR

Di dalam mentalqin dzikir, dapat melakukannya kepada siapapun atau kepada perorangan, hal ini di dasarkan pada riwayat Imam Ahmad dan Imam Ath-Thabrani yang menerangkan bahwa Rasulullah Saw telah men-talqin para sahabatnya, baik secara berjama’ah atau perorangan. Adapun talqin Nabi Saw kepada para sahabatnya secara jama’ah sebagaimana di riwayatkan dari Sidad bin Aus Ra, yaitu ”Ketika kami (para sahabat) berada di hadapan Nabi Saw, beliau bertanya : ”Adakah di antara kalian orang asing (maksud beliau adalah ahli kitab), aku menjawab : ”Tidak!” Maka beliau menyuruh menutup pintu, lalu berkata : ”Angkatlah tangan-tangan kalian dan ucapkanlah Laailaahaaillallaah!” Kemudian beliau melanjutkan : ”Alhamdulillah, ya Allah sesungguhnya Engkau mengutusku dengan kalimat ini ”Laailaahaaillallaah”, Engkau perintahkan aku dengannya dan Engkau janjikan aku Syurga karenanya. Dan Engkau sungguh tidak akan mengingkari janji.” Lalu beliau berkata : ”Ingat! Berbahagialah kalian, karena sesungguhnya Allah telah mengampuni kalian.”

Sedangkan talqin Beliau kepada sahabatnya secara perorangan adalah sebagaimana di riwayatkan oleh Yusuf Al-Kirwaniy dengan sanad yang shahih, bahwa sahabat Ali bin Abi Thalib Karamallahu wajhah pernah memohon kepada Nabi Saw : ”Ya Rasulullah, tunjukkanlah aku jalan yang paling dekat kepada Allah, yang paling mudah bagi hambanya dan yang paling utama di sisi-Nya!” Maka Beliau menjawab :” Sesuatu yang paling utama yang aku ucapkan dan para nabi sebelumku adalah Laailaahaaillallaah. Seandainya tujuh langit dan tujuh bumi berada di atas daun timbangan dan Laailaahaaillallaah berada di atas daun timbangan yang satunya, maka akan lebih beratlah ia (laailaahaaillallaah),” lalu lanjut beliau : ”Wahai Ali, kiamat belum akan terjadi selama di muka bumi ini masih ada orang yang mengucapkan kata ’’Allah’’. Kemudian sahabat Ali berkata : ”Ya Rasulullah, bagaimana aku berdzikir menyebut nama Allah?” Beliau menjawab : ”Pejamkan kedua matamu dan dengarkan dariku tiga kali, lalu tirukan tiga kali dan aku akan mendengarkannya. ”Kemudian Nabi Saw mengucapkan Laailaahaaillallaah tiga kali dengan memejamkan kedua mata dan mengeraskan suara beliau, lalu sahabat Ali bergantian mengucapkan Laailaahaillallaah seperti itu dan Nabi Saw mendengarkannya. Inilah dasar talqin dzikir jahri (Laailaahaa illallaah). 


Adapun talqin dzikir qalbiy yakni dengan hati tanpa mengerakkan lisan dengan itsbat tanpa nafi, dengan lafadz ismudz-dzat (Allah-Allah-Allah) yang di perintahkan Nabi Saw dengan sabdanya : ”Qul Allah Tsumma dzarhum” (Katakanlah, ”Allah” lalu biarkan mereka), adalah di nisbatkan kepada Ash-Shiddiq Al-A’dham (Abu Bakar Ash-Shiddiq Ra) yang mengambilnya secara bathin dari Al-Musthafa Saw, inilah dzikir yang bergaung mantap di hati Abu Bakar Ra. Nabi Saw bersabda : ”Abu Bakar mengungguli kalian bukan karena banyaknya puasa dan shalat, tetapi karena sesuatu yang bergaung mantap di dalam hatinya.” Inilah dasar talqin dzikir sirri. 

Semua aliran thariqah yang bercabang dasarnya dari dua penisbatan ini, yakni nisbat kepada Sayyidina Ali Karamallahu wajhah untuk dzikir jahri dan nisbat kepada Sayyidina Abu Bakar Ra untuk dzikir sirri, maka kedua beliau inilah sumber utama dan melalui keduanya pertolongan yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang datang. 

Nabi Saw mentalqin kalimah thayyibah ini kepada para sahabat radliallah‘anhum untuk membersihkan hati mereka dan mensucikan jiwa mereka, serta menghubungkan mereka ke hadirat’ilaahiyah (Allah) dan kebahagiaan yang suci murni, akan tetapi pembersihan dan pensucian dengan kalimah thayyibah ini atau Asma-asma Allah yang lainnya itu, tidak akan berhasil kecuali si pelaku dzikir menerima talqin dari lubuk hati kesadarannya yang dalam, terhadap makna bila mengamalkan Al-Qur’an dan syari’at secara bersama-sama, mahir dalam hadits atau sunnah dan cerdas dalam aqidah dan ilmu kalam.

Posting Komentar untuk "DASAR DZIKIR"