Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer
Allah Swt berfirman : "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang di beri ilmu pengetahuan beberapa derajat." (Q.S. Al-Mujadalah : 11). Rasulullah Saw bersabda : "Barang siapa yang menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia, wajiblah ia memiliki ilmu, barang siapa yang ingin selamat dan berbahagia di akhirat, wajiblah ia mengetahui ilmu dan barangsiapa yang menginginkan kedua-duanya, wajiblah ia memiliki ilmu kedua-duanya pula." (H.R. Bukhari dan Muslim).

KEKELIRUAN PARA MA’MUM (JAMA’AH)

Landasan amal ibadah yang diterima oleh Allah Swt adalah bila pelakunya muslim, hatinya ikhlas beramal karena Allah Swt dan tata cara amalannya sesuai dengan sunnah Rasulullah Saw, betapapun ikhlas niatnya karena Allah Swt, tetapi jika amalannya tidak ada tuntunan dan sesuai dari sunnah dan hukum syari’ah yang sah dan akurat, maka amalnya sia-sia, sebaliknya, sekalipun amalan itu benar menurut sunnah lagi banyak jumlahnya, tetapi jika hatinya riya' maka ditolak.
Adapun alasan orang-orang yang mengatakan bahwa amal ibadah tetap diterima selagi tidak ada larangan, ini adalah kaidahnya orang yang tidak mengerti sunnah sebagaimana yang dilakukan oleh para ahli bid'ah, kaidah ini bertentangan dengan sabda Rasulullah Saw,“Barang siapa beramal suatu amalan yang tidak ada petunjuk dari kami, maka amalan itu ditolak.” (H.R.Bukhari dan Muslim). Dan bertentangan pula dengan kaidah yang berhubungan dengan shalat, Rasulullah Saw bersabda,”Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat.” (H.R. Bukhari dan Muslim).

Maknanya, shalat tidak menerima tambahan atau pengurangan dengan alasan apapun, agar shalat kita selaku imam atau makmum benar-benar didasari sunnah dan diterima oleh Allah Swt, adapun dasar dan kaidah untuk pembahasan ini berpijak kepada kaidah diatas, dengan mengambil fatwa dari kalangan ahli hadits, ahli tafsir dan ahli fiqh yang mu'tahar (diakui). Kekeliruan yang dimaksudkan dalam pembahasan ini, boleh jadi karena dalil atau nash yang melarangnya, atau karena memang tidak ada contoh dari sunnah. Selain itu, kekeliruan yang dibahas ini bukan hanya berhuhungan dengan makmum saja, sekalipun ini yang banyak diulas, tetapi meliputi kekeliruan imam dan lainnya untuk melengkapi pembahasan shalat sebagai sebagaimana sunnah, kekeliruan yang dimaksud dan berupa kemungkaran adalah perbuatan dalam pelaksanaan shalat yang sudah biasa terlihat dan lazim dilakukan manusia zaman sekarang adalah sebagai berikut :

BAGIAN I (PERTAMA)
“KEKELIRUAN DALAM SHALAT SECARA BERJAMA’AH”


Hal-hal yang tidak boleh dilakukan ketika shalat, namun pelanggaran sedemikian sudah umum terjadi sekarang ini, yaitu :

1. Melantunkan ’pujian’ setelah adzan, kita jumpai sebagian masjid tatkala mu'adzin selesai adzan mereka mengadakan pujian atau membaca anasyid atau nasyid secara bersama-sama atau berjama’ah, bahkan dengan suara yang keras, amalan ini tidak ada tuntunannya dari Rasulullah Saw atau dari para sahabat-sahabatnya, dalilnya, dari Anas bin Malik Ra, Rasulullah Saw berkata kepada seorang arab Badui yang kencing di masjid, Rasulullah Saw bersabda,”Sesungguhnya masjid ini tidak dibenarkan sedikitpun untuk kencing, dan tidak boleh untuk sesuatu yang najis, tetapi untuk dzikir kepada Allah dan shalat dan membaca Al-Quran.” (H.R. Bukhari dan Muslim). Dimasjid tidak dibolehkan melantunkan anasyid, pujian dan semisalnya, karena masjid diperuntukkan untuk shalat, berdzikir kepada Allah Swt, bertasbih, bertahmid, bertahlil, bertakbir dm membaca Al-Qur'an, mengajar dan memberi fatwa.

2. Menanti shalat dengan berbicara, senda gurau atau obrolan dan lain sejenis, banyak kita jumpai sebagian orang setelah shalat maghrib, mereka tidak segera pulang atau beramal ibadah, mereka menanti shalat Isya', namun di tengah penantian ini mereka ngobrol, berbincang-bincang masalah dunia, bahkan kadang kala mengambil radio untuk mendengarkan warta berita, bolehkah perbuatan ini?" hal ini tidaklah boleh, berdasarkan Surat An-Nur Ayat : 36-38, bahwa masjid diperuntukkan untuk dzikir, shalat, membaca Al-Quran dan menyampaikan ilmu dinul Islam.

3. Keluar dari masjid setelah adzan, terhitung perbuatan maksiat bila keluar dari masjid setelah adzan tanpa ada keperluan yang sangat penting seperti berwudlu’ atau ke KM/WC dan semisalnya. Dalilnya dari Abu Sya'sa', dia berkata : “Kami pernah duduk di masjid bersama Abu Hurairah Ra, ketika muadzin selesai adzan, ada seorang laki-laki bangun berjalan, lalu sahabat Abu Hurairah Ra terus memandangnya sehingga orang itu keluar dari masjid. lalu Abu Hurairah Ra berkata : "Orang itu telah bermaksiat kepada Abul Qasim." (Abul Qasim adalah sebutan lain terhadap Rasulullah Saw).


4. Meninggalkan shalat tahiyatal masjid, menurut sunnah, apabila seseorang masuk masjid sebelum imam hadir, hendaknya tidak segera duduk, tetapi menjalankan shalat dua raka’at terlebih dahulu, yaitu shalat tahiyatal masjid. Dalilnya, dari Abu Qatadah As-Sulami Ra, ia berkata sesungguhnya Rasulullah Saw bersabda,”Apabila salah seorang di antara kamu masuk masjid, hendaklah shalat dua raka’at sebelum ia duduk.” (H.R Bukhari dan Muslim).

5. Menjalankan shalat sunnah tanpa sutrah (pembatas), banyak kita saksikan ketika makmum menjalankan shalat sunnah tahiyatul masjid atau sunnah qabliyah dan ba'diyah tanpa memperhatikan sutrah atau tabir di depannya, mereka shalat di tengah atau di belakang tanpa mencari pembatas, perbuatan ini keliru dan menyelisihi sunnah Rasulullah Saw, sebab sutrah atau tabir untuk orang yang shalat hukumnya wajib. Dalilnya, dari Musa bin Thalhah dari Ayahnya ia berkata, Rasulullah Saw bersabda,”Apabila salah seorang dari kalian telah meletakkan semisal ujung pelana didepannya, maka shalatlah, dan tak usah memperdulikan orang yang lewat di belakang sutrah tersebut.” (H.R. Bukhari dan Muslim). Sabda Rasulullah Saw (maka shalatlah), menunjukkan bahwa shalat dapat dimulai bila di depannya sudah ada sutrah. Abu Said AI-Khudri Ra, ia berkata, Rasulullah Saw bersabda,”Apabila salah seorang di antara kamu akan menjalankan shalat, hendaklah menghadap kepada sutrah (tabir) dan dekatlah dengannya.” (H.R Bukhari dan Muslim). Fungsi sutrah merupakan pembatas bagi orang yang ingin lewat di depannya, diperbolehkan lewat diluar sutrah dan dilarang melatui bagian dalamnya (antara sutrah dan orang yang shalat). Dalilnya, Abu Said berkata, aku pernah mendengar Rasulullah Saw bersabda,”Apabila salah seorang di antara kamu telah menghadap sutrah ketika akan shalat, lalu ada yang mau lewat di depannya (antara dia dan sutrah), hendaknya ia mendorong lehernya. Jika enggan, maka perangi dia, karena dia itu syetan.” (H.R Muttafaqun ‘Alaihi). Memahami hadits di atas, berarti orang yang shalat tanpa sutrah di depannya, tidak berhak menghalangi orang yang lewat di depannya. Orang yang menjalankan shalat hendaknya dekat dengan sutrah atau dibelakang sutrah, dalilnya, dari Sahl bin Abi Hatsmah, Rasulullah Saw bersabda,”Apabila salah satu di antara kamu mengerjakan shalat menghadap kepada sutrah, hendaklah ia dekat dengan sutrahnya, maka setan tidaklah mampu menggodanya.” (H.R Ibnu Majah). Adapun jarak antara tempat sujud dengan sutrah semisal lewatnya kambing, Sahl bin Sa'ad ia berkata, (Jarak) antara tempat sujud Rasulullah Saw dan tembok adalah semisal tempat berlalunya kambing.

Keterangan Sutrah sebagai berikut :

- Sutrah dapat diperoleh dengan cara menghadap dinding, dalilnya adalah, dari Bilal, ia berkata suatu ketika Rasulullah Saw shalat, sedangkan jarak antara berdiri beliau dengan dinding depan (sejauh) tiga hasta, artinya adalah sejarak ukuran tubuh ketika ruku’ dan sujud dari berdirinya dengan posisi dinding. Menghadap orang berbaring, dalilnya, Aisyah Ra berkata : “Sungguh aku pernah melihat Rasulullah Saw sedang shalat, aku berada di antara beliau dan arah kiblat, waktu itu aku berbaring di atas tempat tidur.” Jadi tempat tidur adalah dianggap sutrah oleh Rasulullah Saw, sekalipun Aisyah Ra ada diatasnya, dan dalil yang lain, ketika kita shalat berjamaah, maka orang di depan kita adalah sutrah kita, baik mereka dalam keadaan berdiri atau duduk, dengan catatan adalah berjama’ah lebih dari satu baris.

- Menghadap tiang dan semacamnya, dan dalilnya adalah dari Anas bin Malik Ra, dia berkata : "Sungguh aku pernah melihat kibar sahabat Rasulullah Saw bersegera menuju tiang-tiang masjid, ketika masuk waktu shalat Maghrib.”

- Menghadap pada benda, dulunya sepertinya semacam ujung pelana, dalilnya, Aisyah Ra berkata : Rasulullah Saw pernah ditanya tentang tabir di depan orang yang sedang shalat, maka Rasulullah Saw menjawab,"semisal pelana". dan lbnu Umar Ra berkata,“Sesungguhnya Rasulullah Saw apabila keluar ingin shalat ied, beliau memerintahkan agar menancapkan semisal ujung tombak didepannya, lalu beliau shalat menghadap tombak tersebut, sedangkan orang-orang berada di belakangnya, amalan ini beliau kerjakan pula ketika bepergian.”

- Menghadap kendaraan, dengan dalilnya adalah dari lbnu Umar Ra berkata,”Sesungguhnya Rasulullah Saw menghadapkan ontanya, lalu beliau shalat menghadap kepadanya.”

6. Menunda iqamat karena makmum masih shalat sunnah, sebagian makmum melarang orang yang akan qamat, karena masih ada orang yang menjalankan shalat sunnah, tindakan ini adalah keliru, sebab iqamat disyari'atkan ketika imam telah datang, dalilnya adalah dari Abu Qatadah dari Ayahnya dan ia berkata : Rasulullah Saw bersabda,”Apabila telah iqamat, janganlah kamu berdiri sehingga engkau melihatku, dan engkau wajib mendatanginya dengan tenang.” (H.R Ibnu Majah).

7. Bercakap-cakap setelah iqamat, berbicara setelah iqamat dan sebelum takbiratul ihram apabila berhubungan dengan shalat, seperti meluruskan shaf dan semisalnya hukumnya sunnah, tetapi bila tidak ada hubungannya dengan shalat hendaknya ditinggalkan, karena kita sedang persiapan untuk menjalankan shalat yang memang berhadapan langsung dengan Allah Swt.

8. Berjalan dengan cara tergesa-gesa, makmum hendaknya tidak berjalan tergesa-gesa atau bahkan berlari untuk menuju ke masjid karena khawatir ketinggalan shalat (masbuk), tetapi hendaknya berjalan dengan tenang. Abu Hurairah Ra dari Nabi Saw dan Rasulullah Saw bersabda,”Apabila kamu mendengarkan iqamat, hendaklah berjalan untuk shalat, dan wajib bagimu mendatanginya dengan tenang dan janganlah lari terburu-buru, maka apa yang kamu jumpai bersama imam kerjakan, dan yang kurang, sempurnakan.” (H.R Bukhari dan Muslim).

9. Melanjutkan shalat sunnah setelah iqamat, ketika makmum melihat imam telah bertakbiratul ihram, hendaklah menghentikan shalat sunnahnya untuk segera mengikuti shalat berjamaah. Dalilnya adalah dari Abu Buhainah Ra, ia berkata : “Ketika shalat subuh akan dimulai, Rasulullah Saw melihat seorang laki-laki sedang melanjutkan shalat (sunnahnya), padahal muadzin sedang iqamat, Lalu beliau berkata kepadanya,"Apakah kamu ingin shalat shubuh empat raka’at?" (H.R Muttafaqun’Alaihi). Selanjutnya dari Abu Hurairah Ra dan dari Rasulullah Saw dan sesungguhnya beliau bersabda,”Apabila iqamat telah dikumandangkan, maka tidak diperkenankan shalat kecuali shalat wajib.” (H.R Ibnu Majah).

10. Enggan memilih shaf pertama, termasuk kebiasaan yang keliru, ketika makmum mendengar iqamat, ia tidak segera mengisi shaf yang pertama, tetapi mencari shaf di belakang, padahal shaf pertama lebih utama daripada shaf berikutnya. Abu Hurairah Ra berkata, sesungguhnya Rasulullah Saw bersabda,”Andaikan manusia mengetahui betapa besar pahala orang yang menjawab adzan dan shaf yang pertama, lalu ia tidak memperolehnya melainkan harus mengikuti undian, tentu ia akan segera mengikutinya.” (H.R Bukhari dan Muslim).

11. Tidak merapatkan shaf, sering kita jumpai makmum ketika menjalankan shalat berjamaah, mereka tidak memperhatikan kerapian shaf, tidak meluruskan dan tidak merapatkannya, padahal shaf yang kurang rapat akan mengganggu ketenangan shalat. Dalilnya adalah, dari riwayat An-Nu'man bin Basyir, ia berkata : Saya mendengar Rasulullah Saw bersabda,”Sungguh engkau mau meluruskan shafmu atau Allah akan menaruh permusuhan dan kemarahan di hatimu.” (H.R Ibnu Majah). Imam Bukhari berkata, hendaknya pundak menyentuh pundak, kaki menyentuh dengan kaki di dalam pengaturan shaf, An-Nu'man bin Basyir Ra berkata,"Kami melihat salah satu di antara kami menyentuhkan pundaknya dengan pundak temannya."

12. Memulai shaf dari kanan atau dari kiri, sering kita melihat seseorang ketika masuk masjid dan mendapatkan shaf di depannya sudah penuh, dia memulai shaf baru dari ujung kanan atau kiri, padahal menurut sunnah hendaknya memulai dari belakang imam. Shaf hendaknya dimulai dari tengah di belakang imam, sedangkan sesudah itu, shaf sebelah kanan lebih utama dari pada sebelah kiri, berdasarkan hadits yang shahih, penyusunan shaf adalah dimulai di belakang imam, selanjutnya memanjang ke kanan dan ke kiri, bukan dimulai dari ujung kanan, demikian pula shaf berikutnya.

13. Membuat shaf sebelum di depannya penuh, sering juga kita jumpai makmum menyusun shaf baru padahal shaf di depannya belum penuh, perbuatan ini menyelisihi sunnah, adalah dilarang membuat shaf baru sebelum shaf di depannya penuh, dan tidak mengapa mereka mengambil shaf bagian kanan lebih banyak daripada shaf sebelah kiri, dan tidak harus ada keseimbangan.

14. Shalat sendirian di samping kanan belakang imam, jika makmum laki-laki hanya seorang, maka letak shafnya bukan di samping kiri dan bukan pula dibelakang imam sebagaimana menurut kebiasaan yang dilakukan pada umumnya, tetapi disebelah kanan imam dan lurus bersamanya. Dalilnya adalah dari riwayat yang diceritakan oleh Ibnu Abbas Ra, sesungguhnya ia berkata,”Saya tidur di rumah Maimunah istri Rasulullah Saw, waktu itu Rasulullah Saw tiba gilirannya bermalam di rumahnya, lalu Rasulullah Saw berwudlu’, lalu berdiri untuk melaksanakan shalat (malam), aku berdiri di samping kiri beliau, lalu beliau menarikku dan menjadikanku di sebelah kanannya.” (H.R Bukhari dan Muslim).

15. Shalat sendirian di belakang shaf, makmum dilarang membuat shaf sendirian selagi shaf di depannya belum penuh. Riwayat dari Wabishah bin Ma'bad, ia berkata, Nabi Saw melihat seseorang shalat sendirian di belakang shaf, kemudian memerintahkannya untuk mengulanginya.” (H.R Bukhari dan Muslim).

16. Memilih shaf yang terputus, shaf makmum dalam satu baris hendaknya bersambung dengan makmum yang lain, tidak terpisah oleh tiang atau tembok. Kecuali dalam keadaan darurat karena masjid sangat sempit, sehingga terpaksa harus shalat di tempat yang ada. Sahabat Ibnu Mas'ud Ra berkata,"Janganlah kamu menyusun shaf di antara tiang-tiang.” Para ahli ilmu seperti Imam Ahmad dan Ishaq membenci barisan shaf antara tiang-tiang.

17. Mengeraskan bacaan takbir, kadang kala kita menjumpai sebagian makmum tatkala imam membaca takbir, makmumpun bertakbir dengan suara yang keras, padahal tidak ada tujuan membantu mengeraskan takbir imam, perbuatan ini adalah menyelisihi sunnah. Imam disyari’atkan mengeraskan bacaan semua takbir agar makmum mendengarnya, sedangkan makmum menurut sunnah tidak diperintahkan mengeraskan takbiratul ihram atau takbir intiqal (pindah gerakan), tetapi dengan suara cukup didengar sendiri, bahkan mengeraskan takbir bagi makmum termasuk bid'ah. Dari Aisyah Ra, ia berkata : Rasulullah Saw bersabda,”Barang siapa membuat cara baru di dalam urusan ibadah kami yang tiada contoh dari sunnah, maka ditolak.” (H.R. Bukhari dan Muslim).

18. Tidak segera shalat bersama imam, sering kita jumpai ketika makmum masbuk, melihat imamnya sedang sujud, tidaklah segera bertakbiratul ihram lalu bertakbir untuk sujud bersamanya, tetapi menunggu imam berdiri, perbuatan ini adalah menyalahi sunnah, riwayat dari Anas bin Malik Ra, Nabi Saw bersabda,”Sesungguhnya imam itu dijadikan panutan, apabila dia bertakbir, bertakbirlah, dan apabila dia sujud, sujudlah dan apabila dia bangun, bangunlah.” (H.R. Bukhari dan Muslim).

19. Mendahului Imam, mendahului imam termasuk dosa besar dan berat ancamannya. Dari Abu Hurairah ia berkata : Rasulullah Saw bersabda,”Apakah tidak takut makmum yang mengangkat kepalanya sebelum imam, apabila Allah merubah kepalanya menjadi kepala keledai.” (H.R. Muslim). Jika makmum sengaja mendahului imam maka shalatnya batal, tetapi apabila karena lupa, maka segera kembali untuk mengikuti imam.

20. Tidak membetulkan imam ketika keliru, makmum hendaklah membetulkan ketika salah membaca ayat atau gerakan, jika salah bacaannya dibetulkan bacaannya. Jika salah gerakannya, hendaklah makmum pria membetulkan dengan membaca subhanallah, sedangkan wanita dengan bertepuk tangan. Dalilnya dari riwayat ini, dari Sahl bin Sa'ad, Rasulullah Saw bersabda,”Hai manusia, mengapa kalian ketika hendak mengingatkan pada waktu shalat, engkau bertepuk tangan? Sesungguhnya tepuk tangan itu untuk wanita, maka barang siapa menjumpai kesalahan pada waktu shalat, hendaklah mengatakan "Subhanallah.” (H.R. Bukhari dan Muslim).

21. Shalat Qabliyah Jum’ah, makmum usai mendengar adzan pada hari Jum'at, mereka segera bangun untuk menjalankan shalat sunnah qabliyah jum'ah, perbuatan ini termasuk bid'ah (tidak ada contohnya dari Rasulullah Saw). Tiada satu dalilpun dari sunnah yang menjelaskan anjuran shalat sunnah qabliyah Jum'ah. Adapun pendapat yang membolehkan karena dikiaskan dengan shalat sunnah qabliyah dzuhur, tidaklah dapat diterima, karena pada shalat jum’at Rasulullah Saw tidak ada melakukannya. Ibnul Qayim Al-Jauziyah berkata,”Barang siapa yang mengira, bahwa setelah adzan Jum'at dianjurkan shalat dua raka'at, dia termasuk manusia yang paling tidak mengerti dengan sunnah.”

22. Makmum berkeliaran sebelum Imam berpaling dari kblat, makmum hendaknya tidak mendahului imam keluar dari masjid setelah salam, melainkan bila imam telah berpaling dari kiblat. Imampun hendaknya tidak lama-lama menghadap kiblat setelah salam, dalilnya dari riwayat Ibnu Abbas Ra, ia berkata, Pada suatu hari Rasulullah Saw mengimami kami. Setelah salam, beliau menghadap kepada kami lalu Rasulullah Saw bersabda,”Wahai manusia, sesungguhnya aku ini imammu, maka janganlah kamu mendahuluiku ketika aku ruku', sujud, ketika bangun dan jangan pula mendahuluiku ketika keluar.” (H.R. Bukhari dan Muslim). Ibnu Taimiyah berkata,"Hendaknya makmum tidak bangun dari tempat shalatnya sehingga imam berpaling dari arah kiblat."

23. Imam disambut dengan shalawat Nabi, tatkala imam bangun meninggalkan tempat shalat, makmum segera menyambutnya (mengantarnya) dengan shalawat Nabi dan berjabat tangan. Membaca shalawat Nabi Saw disyari'atkan ketika bertasyahud pada waktu shalat fardhu atau shalat sunnah, dan disyariatkan pula ketika akan berdo'a pada setiap saat setelah membaca hamdalah dan memuji Allah, karena membaca shalawat nabi merupakan salah satu penyebab dikabulkan do'a.

24. Melangkahi pundak orang, karena kesalahan sebagian makmum yang datang pertama, mereka menjalankan shalat sunnah di sembarang tempat, maka terjadilah kekosongan sebagian shaf yang pertama dan berikutnya, sehingga orang yang datang belakangan, mereka melangkahi pundak saudaranya untuk memenuhi shaf yang kosong, sehingga terjadi pelanggaran yang tidak dibenarkan oleh sunnah. Oleh karena itu hendaknya makmum yang datang pertama tahiyatal masjid dengan mengambil shaf yang paling depan atau mencari tempat yang tidak mengganggu saudaranya yang datang belakangan, agar mereka tidak melangkahi pundak saudaranya, dalilnya adalah dari Abu Az-Zahiriyah dia berkata,”Aku pernah duduk bersana Abdullah bin Busr pada hari Jum'ah, lalu datang seorang laki-laki melangkahi manusia, sedangkan Rasulullah Saw pada waktu itu sedang berkhutbah, lalu beliau bersabda,"Duduklah, sungguh engkau telah mengganggu karena melangkahi dan terlambat."

25. Bermakmum kepada Imam ahli syirik, kita dilarang bermakmum dengan imam ahli syirik seperti Imam yang beristighatsah kepada selain Allah, kita wajib mencari masjid lain yang imamnya Ahlus sunnah, jika tidak menjumpainya kecuali orang yang pernah berbuat maksiat, sebaiknya berjama'ah dengan mereka agar kita lepas dari dosa, sebagaimana yang pernah dilakukan oleh sebagian sahabat, mereka bermakmum kepada Imam yang zhalim seperti Hajjaj bin Yusuf. Adapun bermakmum kepada orang yang musyrik, hukumnya haram. Dilarang bermakmum kepada setiap orang musyrik seperti orang yang beristighatsah kepada selain Allah, meminta pertolongan kepada selain-Nya, karena beristighatsah kepada selain Allah seperti beristighatsah kepada orang mati, kepada patung, jin dan selainnya termasuk perbuatan syirik.

26. Lewat di depan orang yang sedang shalat, sering kita jumpai sebagian jama'ah berjalan di depan orang yang sedang shalat. Perbuatan ini hukumnya haram, kecuali keluar karena berhadast atau mengantuk. Adapun dalil larangan lewat di depan orang yang sedang shalat yakni, dari Abu Juhaim (Abdullah bin Harits Al-Anshari), ia berkata, Rasulullah Saw bersabda,”Seandainya orang yang lewat di depan orang yang sedang shalat itu tahu betapa besar dosanya, tentu dia lebih menyukai berdiri selama empat puluh (hari, atau bulan atau tahun) daripada lewat di depan orang yang shalat.” (H.R. Bukhari dan Muslim).

27. Adapun dalil wajib keluar bagi orang yang mengantuk ketika shalat, dari 'Aisyah Ra, dia berkata, Rasulullah Saw bersabda,”Apabila orang itu mengantuk ketika shalat, hendaknya ia pergi, karena boleh jadi dia mendo'akan dirinya jelek sedang dia tidak merasa.” (H.R Bukhari dan Muslim). Adapun dalil wajib keluar bagi yang berhadats ketika shalat, dari Abu Hurairah Ra, dia berkata, Rasulullah Saw bersabda,”Apabila salah satu di antara kamu menjumpai gelembung di dalam perutnya, ragu-ragu, kentut apa tidak, maka janganlah keluar dari masjid sehingga mendengar suara atau menjumpai bau (kentut).” (H.R. Bukhari dan Muslim).

28. Berjabat tangan setelah shalat, seing kita jumpai setelah shalat sunnah atau wajib Imam dan makmum berjabat tangan dengan tetangga kanan kiri bahkan dengan jama'ah di belakangnya pula. Perbuatan ini jelas mengganggu orang yang sedang berdzikir kepada Allah, lagi pula perbuatan ini menyelisihi sunnah. Adapun apa yang diamalkan oleh sebagian manusia, makmum bersegera berjabat tangan dengan imam setelah salam, tidak ada dalilnya. Amalan itu dibenci, karena setelah shalat, dianjurkan berdzikir sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw. Mengucapkan salam dan berjabat tangan disyari'atkan ketika orang itu datang dari bepergian dan ketika berpisah sekalipun hanya sebentar, baik di masjid ataupun di luar masjid, bukan setelah selesai shalat (salam kanan dan kiri).

29. Usai shalat fardhu langsung mengerjakan shalat sunnah, sering kita jumpai imam atau makmum ketika selesai menjalankan shalat, langsung berdiri melanjutkan shalat sunnah, amalan ini bertentangan dengan sunnah. Dalilnya dari Saib bin Yazid bin Ukhti Namir, ia berkata, Saya pernah shalat Jum'at bersama Mu'awiyah. Tatkala aku selesai shalat Jum'at, aku segera bangun untuk menjalankan shalat sunnah. Setelah Mu'awiyah masuk di rumah, beliau mengutus salah seorang untuk memanggilku, lalu Beliau berkata,”Jangan kamu ulangi perbuatanmu itu, apabila kamu selesai shalat Jum'ah, janganlah kamu menyambung dengan shalat yang lain sehingga kamu berbicara atau keluar terlebih dahulu, karena Rasulullah Saw memerintahkan demikian, yaitu hendaknya tidak disambung shalat dengan shalat sehingga kami berbicara atau keluar.” (H.R. Bukhari dan Muslim).

30. Sering Masbuk tanpa udzur, sebagian makmum ketika mendengar adzan tidak segera berangkat ke masjid, tetapi sering terlambat tanpa udzur. Perbuatan ini menyerupai shalat orang munafiq. Dalilnya dari Abu Hurairah Ra, sesungguhnya Rasulullah Saw bersabda,”Dan seandainya mereka mengerti betapa besar pahala orang yang bersegera datang ke masjid (untuk berjama'ah), tentu mereka akan berlomba-lomba mendahuluinya.” (H.R. Bukhari dan Muslim).

BAGIAN II (KEDUA)
“KEKELIRUAN DALAM SHALAT SECARA UMUM”


Hal-hal yang tidak boleh dilakukan ketika shalat, namun pelanggaran sedemikian sudah umum terjadi sekarang ini, yaitu :

1. Sering bergerak pada waktu shalat, kita sering menjumpai makmum ketika shalat, dia memutar-mutar jam tangannya, mempermainkan kancing bajunya, geleng-geleng kepala, banyak bergerak, mengelus-elus jenggot dan atau memintal kumis dan semisalnya. Perbuatan ini dilarang karena akan mengurangi bahkan dapat menghilangkan kekhusyu'an pada waktu shalat, padahal Allah Swt berfirman,”Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam shalatnya.” (Q.S Al-Mu’minun : 12). Bagi orang yang sedang shalat, hendaknya tidak berbuat sia-sia seperti menggerakkan pakaian, janggut atau yang lain. Bila gerakan ini sering dilakukan, hukumnya haram. Adapun pendapat yang mengatakan apabila gerakan itu dilakukan tiga kali hukumnya batal, pendapat ini lemah dan tidak berdalil.

2. Ketika shalat melihat ke atas atau ke sana kemari (tidak tetap pandangan), apabila sedang shalat hendaknya pandangan mata menundukkan ketempat sujud, tidak melihat ke kanan atau ke kiri apalagi ke belakang, karena perbuatan itu termasuk godaan syetan. Mengenai hal ini 'Aisyah Ra berkata, Aku pernah bertanya kepada Rasulullah Saw tentang hukum seseorang yang menoleh ketika shalat, maka beliau menjawab,"Itu adalah pencurian, syetan sedang mencuri shalat salah satu di antaramu." Sesungguhnya Anas bin Malik pernah bercerita kepada mereka, bahwa Rasulullah Saw bersabda,"Mengapa kaum itu tatkala shalat, mereka melihat ke atas." Dia (perawi hadits) berkata : Sunggguh amat keras beliau itu, sehingga beliau bersabda,"Hendaklah kaum itu berhenti, jika tidak mau, akan dicungkil matanya." (H.R Bukhari dan Muslim).

3. Menyisingkan pakaian dan rambut, ketika shalat dilarang menyisingkan lengan baju atau melipatnya, demikian juga rambut dan baju. Dalilnya, dari Abdullah bin Abbas sesungguhnya Rasulullah Saw bersabda,”Aku diperintah agar sujud dengan tujuh anggota, yaitu dahi, hidung, dua tangan, dua lutut dan dua kaki, dan aku dilarang menyisingkan rambut dan baju.” (H.R. Bukhari dan Muslim). Imam Nawawi berkata, Ulama telah bersepakat bahwa ketika shalat dilarang menyingsingkan baju, lengan baju dan semisalnya.

4. Sering membersihkan debu di tempat sujud, pada waktu shalat, kita dianjurkan agar khusyu' di dalam setiap gerakan. Tidak dibenarkan menggerakkan anggota badan kecuali ada perintah, seperti ruku', sujud, berdiri, duduk dan sebagainya. Dan diperbolehkan membersihkan sesuatu di tempat sujud ketika shalat sekali saja. Riwayat dari Mu'aiqib, sesungguhnya Rasulullah Saw berkata kepada salah seorang yang meratakan tanah ketika sujud, maka beliau bersabda, "Jika kamu harus berbuat itu, maka boleh hanya sekali." (H.R. Bukhari dan Muslim).

5. Mengusap wajah setelah shalat, sebagian umat Islam setelah salam lalu mengusap wajah dengan tangan kanan. Perbuatan ini tergolong bid'ah, karena tidak ada tuntunannya dari sunnah Rasulullah Saw. Syaikh Ibnu Baz (Imam Masjidil Haram Makkah) ketika beliau ditanya tentang hukum mengusap muka setelah salam, beliau menjawab, tidak ada tuntunannya, tetapi jika mengusap wajah sebelum salam hukumnya makruh, sebab, Rasulullah Saw ketika salam pada waktu shalat subuh, pada dahinya terlihat bekas tanah basah, karena pada malam harinya turun hujan. Ini menunjukkan lebih utama tidak mengusap wajahnya sebelum salam.

6. Bertasbih dengan memakai alat tasbih, membaca tasbih, tahmid dan takbir setelah shalat atau sebelumnya dengan memakai alat tasbih termasuk perbuatan yang menyelisihi sunnah. Di katakan oleh Lembaga Fatwa Agama Islam dari Ulama Saudi Arabia berfatwa, berdzikir dan bertasbih dengan tangan itu lebih utama, kami tidak menjumpai amalan Rasulullah Saw bahwa beliau bertasbih dengan alat tasbih. Perlu kita maklumi amalan yang paling baik adalah mengikuti sunnah.

7. Usai salam membaca tiga ayat Surat Ali Imran, usai salam langsung membaca tiga ayat dari Surat Ali Imran khusus setelah selesai shalat Maghrib dan Subuh, kami tidak mengetahui dalilnya dari kutubus sunnah.

8. Menambah kalimat istighfar, kadang kala kita menjumpai imam atau makmum tatkala membaca istighfar yaitu "Astaghfirrullah" lalu ditambah dengan "Ya Arhamar raahimiin, irhamnaa" dengan bersama-sama, maka hukumnya bid'ah karena tidak ada contohnya dari perbuatan Rasulullah Saw.

9. Shalat Dzuhur setelah Shalat Jum’ah, mengerjakan shalat Dzuhur setelah menjalankan shalat Jum'ah termasuk perbuatan bid'ah. Sesungguhnya mengerjakan shalat dzuhur setelah Shalat Jum'ah tidak pernah dikerjakan oleh Rasulullah Saw walaupun hanya sekali dan tidak pula memerintahkannya, tidak pernah dikerjakan oleh sahabat, atau tabi'in walaupun seorang, dan tidak pula pernah dikerjakan oleh Imam Madzhab yang Empat orang, tetapi diada-adakan oleh pengikut Imam Syafi'i Mutaakhirin (generasi yang sekarang ini, yang terdahulu tidak ada sama sekali).

10. Sujud dua kali setelah salam, kadang kala kita jumpai sebagian orang setelah salam, ia sujud dua kali tanpa sebab. Perbuatan ini menyelisihi sunnah. Sesungguhnya bersujud dua kali setelah shalat adalah perbuatan yang sangat dibenci, karena tidak ada sebab tertentu, dan tidak ada tuntunan dari sunnah. Sujud dilakukan ketika shalat atau sesudahnya apabila lupa atau sujud tilawah usai membaca ayat sajdah. Adapun hukum sujud syukur para ulama berbeda pendapat. Imam Syafi'i menyunnahkannya sedangkan Imam Ahmad membolehkannya. (Pen. Tidak melakukannya).

11. Mengeraskan bacaan tahlil dengan menggoyangkan badan atau tubuh dan menggelengkan kepala, berdzikir dan berdo'a dengan menggelengkan kepala termasuk perbuatan bid'ah. Berdzikir dianjurkan agar tenang dengan suara yang lembut. Allah Swt berfirman,”Berdo'alah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (Q.S Al-A'raf : 55).

12. Keluar masuk masjid tanpa memperhatikan kaki, Imam Bukhari menjelaskan dalam Bab "Hendaknya memulai dengan kaki kanan ketika masuk masjid dan lainnya." Ibnu Umar mendahulukan kaki kanan ketika masuk masjid dan keluar dengan mendahulukan kaki kiri. Riwayat dari 'Aisyah Ra, ia berkata, Rasulullah Saw Menyukai mendahulukan yang kanan dari semua urusan menurut kemampuannya, baik ketika berwudhu, menyisir rambut dan memakai sandal.” (H.R. Bukhari dan Muslim).

13. Keluar masuk masjid tanpa do’a, Rasulullah Saw menganjurkan setiap orang yang masuk dan keluar masjid hendaknya membaca do'a. Dalilnya, dari Abi Asid dia berkata, Rasulullah Saw bersabda,”Apabila salah satu di antara kamu masuk masjid, hendaklah berdo'a, Ya Allah, bukakanlah aku pintu rahmat-Mu, dan bila keluar berdo'alah, Ya Allah, aku mohon kepada-Mu karunia-Mu.” (H.R. Bukhari dan Muslim).

14. Membungkukkan badan, sebagian orang ketika akan keluar atau masuk masjid yang di depannya ada orang tua yang sedang duduk, ia lewat sambil membungkukkan badan dan mengulurkan tangan kanan ke bawah, perbuatan ini tidak mengikuti sunnah, sebaiknya ditinggalkan walaupun dengan alasan menghormati orang tua. Hal ini karena kita tidak menjumpai ahli ilmu dan para ulama mengamalkan atau melakukannya.

15. Berjama’ah hanya dimasjid golongannya, tidak dibenarkan orang berjama'ah mencari masjid yang sesuai dengan golongannya. Umat Islam dilarang berpecah belah, karena perpecahan adalah tanah dan penyakit, bahkan awal permusuhan. Tampak diluar mereka ramah tersenyum simpul, tetapi hati mereka bertengkar. Inilah kenyataan yang tidak bisa kita ingkari. Allah Swt berfirman,”Dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah, yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka.” (Q.S Ar-Ruum : 31-32). Tetapi jika meninggalkan masjid di desanya karena banyak bid'ahnya dan mencari masjid yang imamnya mengikuti sunnah dan didepan masjid atau sampingnya sunyi dari kuburan, maka (hal ini) termasuk mengikuti sunnah.

16. Pria memilih berjama’ah di rumah, amalan ini termasuk menyelisihi sunnah, karena Rasulullah Saw juga mempunyai keluarga, tetapi beliau tidak berjama'ah dengan keluarganya, bahkan beliau berniat membakar rumah kaum muslimin yang tidak menjalankan shalat jama'ah di masjid. Rasulullah Saw juga menyuruh orang buta tatkala mendengarkan adzan hendaknya shalat dimasjid, maka bagaimana dengan orang yang memiliki penglihatan yang sehat? Dalilnya dari riwayat Abu Hurairah Ra, dia berkata, datang seorang laki-laki buta kepada Rasulullah Saw, lalu dia berkata,"Wahai Rasulullah, sesungguhnya tiada seorangpun yang menuntunku ke masjid." Lalu dia minta keringanan kepada Rasulullah Saw agar diizinkan shalat di rumah. Beliau membolehkannya. Tatkala dia berpaling, beliau memanggilnya lalu bertanya,"Apakah kamu mendengar adzan panggilan shalat?" Dia menjawab,"Ya". "Jika begitu, datangilah." (H.R. Bukhari dan Muslim).

17. Berjama’ah di kantor atau tempat kerja, amalan ini juga menyelisihi sunnah, karena Allah berfirman,”Dan ruku'lah beserta orang yang ruku'.” (Q.S Al-Baqarah : 43). Lembaga Fatwa Ulama Saudi Arabia ketika ditanya bagaimana hukum shalat berjama'ah di kantor perusahaan? Mereka menjawab : Sudah menjadi ketetapan sunnah baik berupa perbuatan maupun perkataan, bahwa beliau bersama sahabat menjalankan shalat jama'ah di masjid, bahkan beliau berniat akan membakar rumah orang yang tidak berjama'ah di masjid.

18. Berjama’ah hanya sebagian waktu, penyakit yang melanda kaum muslimin umumnya di negri kita, ialah malas menjalankan shalat jama'ah, mereka berjama'ah hanya waktu tertentu, seperti shalat maghrib. Sedangkan untuk shalat Isya' dan subuh mereka merasa keberatan, sebagaimana orang munafiq berat mengerjakannya. Dalilnya, dari Abu Hurairah Ra, ia berkata, Rasulullah Saw bersabda,”Tiada shalat jama'ah yang paling berat dikerjakan oleh orang munafik melainkan shalat subuh dan isya', seandainya mereka mengetahui betapa besar pahalanya, tentu dia akan mengerjakannya walaupun dalam keadaan merangkak.” (H.R. Bukhari dan Muslim).

19. Merokok di masjid, kadang kala kita jumpai sebagian masjid, disediakan asbak rokok. Sebelum imam datang, mereka merokok di halaman masjid. Bau rokok ini tentu akan mempengaruhi lingkungan di dalam masjid dan pasti mengganggu jama'ah, karena tidak semua orang senang dengan rokok. Mengganggu hukumnya haram, apalagi mengganggu orang yang beribadah. Dalilnya dari riwayat ini, sesungguhnya Jabir bin Abdillah berkata bahwa Rasulullah Saw bersabda,”Barangsiapa makan bawang, hendaklah menjauhi kami, atau menjauhi masjid kami.” (H.R. Bukhari dan Muslim). Apabila ada orang makan bawang, beliau menyuruh agar menjauhi masjid, karena baunya yang mengganggu, padahal bawang itu halal dan tidak membahayakan bagi kesehatan, maka bagaimana rokok yang sudah jelas membahayakan kesehatan sebagaimana yang tertulis di luar bungkus rokok dan spanduk di sana sini, bahkan baunya lebih busuk daripada bawang.
 

20. Berpakaian yang terlarang, berpakaian yang menutup mata kaki, (atau) tipis sehingga badannya kelihatan, tebal tapi sempit, bergambar makhluk yang bernyawa, terlihat sebagian auratnya ketika ruku' atau sujud dan lain sebagainya termasuk menyelisihi sunnah, kita wajib menjauhinya.

Posting Komentar untuk "KEKELIRUAN PARA MA’MUM (JAMA’AH)"