Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer
Allah Swt berfirman : "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang di beri ilmu pengetahuan beberapa derajat." (Q.S. Al-Mujadalah : 11). Rasulullah Saw bersabda : "Barang siapa yang menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia, wajiblah ia memiliki ilmu, barang siapa yang ingin selamat dan berbahagia di akhirat, wajiblah ia mengetahui ilmu dan barangsiapa yang menginginkan kedua-duanya, wajiblah ia memiliki ilmu kedua-duanya pula." (H.R. Bukhari dan Muslim).

Bid’ah

Bid'ah adalah maksudnya sesuatu bentuk ibadah yang dikategorikan dalam menyembah Allah Swt, yang Allah Swt sendiri tidak memerintahkannya, Rasulullah Saw tidak menyuruh, mengajar dan mencontohkannya, serta para sahabat-sahabat Rasulullah Saw juga tidak melakukannya atau mencontohkannya.

Kewajiban sebagai seorang muslim adalah mengingatkan amar ma'ruf nahi munkar kepada saudara-saudara seiman yang masih sering mengamalkan amalan-amalan ataupun cara-cara bid'ah. Allah berfirman, "Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridai Islam itu jadi agama bagimu." Jadi tidak ada satu halpun yang luput dari penyampaian risalah oleh Nabi. Sehingga jika terdapat hal-hal baru yang berhubungan dengan ibadah, maka itu adalah bid'ah.” (Q.S Al-Maidah : 3).

"Kulu bid'ah dhalalah..." semua bid'ah adalah sesat (berat dalam masalah aturan pelaksanaan ibadah), "Wa dholalatin fin Naar..." dan setiap kesesatan itu adanya dalam neraka, beberapa hal seperti kecanggihan dan kemajuan zaman, maka itu bukanlah bid’ah, yaitu naik pesawat, naik mobil, pakai pasta gigi, tidak dapat dikategorikan sebagai bid'ah, namun semua hal ini tidak dapat dikategorikan sebagai bentuk ibadah yang menyembah Allah Swt, bid’ah hanya pada peraturan dan hukum Islam.

Ada tata cara dalam beribadah yang wajib dipenuhi, misalnya dalam hal shalat, ada ruku, sujud, pembacaan Al-Fatihah, Tahiyyat, dan lain-lain, ini semua adalah wajib dan siapa pun yang menciptakan hal dan cara baru dalam shalat, maka itulah bid'ah, ada tata cara dalam ibadah yang dapat kita ambil hikmahnya, seperti pada zaman Rasulullah Saw, beliau menggunakan siwak, maka sekarang menggunakan sikat gigi dan pasta gigi, terkecuali pada beberapa muslim di Arab, India, mereka memang menggunakan siwak.

Menemukan hal baru dalam ilmu pengetahuan bukanlah bid'ah, bahkan dapat menjadi ladang amal bagi umat muslim, banyak muncul hadits-hadits yang bermuara (matannya) kepada hal bid'ah, dan ini sangat sulit sekali untuk diingatkan kepada para pengamal bid'ah, apakah yang menyebabkan timbulnya Hadits-Hadits Palsu? Didalam Kitab Khulaashah Ilmil Hadits dijelaskan, bahwa kabar yang datang pada Hadits ada tiga macam, yaitu :

1. Yang wajib dibenarkan (diterima).

2. Yang wajib ditolak (didustakan, tidak boleh diterima) yaitu Hadits yang diadakan orang mengatas namakan Rasulullah Saw.

3. Yang wajib ditangguhkan (tidak boleh diamalkan) dulu sampai jelas penelitian tentang kebenarannya, karena ada dua kemungkinan, boleh jadi itu adalah ucapan Nabi Saw dan boleh jadi pula itu bukan ucapan Nabi Saw (dipalsukan atas nama Nabi Saw).

Untuk mengetahui apakah Hadits itu palsu atau tidak, ada beberapa cara, yaitu :

1. Atas pengakuan orang yang memalsukannya, misalnya Imam Bukhari pernah meriwayatkan dalam Kitab Taarikhut Ausath dari 'Umar bin Shub-bin bin 'Imran At-Tamiimy, yang sesungguhnya dia pernah berkata, artinya : “ Aku pernah palsukan khutbah Rasulullah Saw. Maisarah bin Abdir Rabbik Al-Farisy pernah mengakui bahwa dia sendiri telah memalsukan Hadits-hadits yang berhubungan dengan Fadhilah Qur'an (Keutamaan Al-Qur'an) lebih dari 70 hadits, yang sekarang banyak diamalkan oleh ahli-ahli bid'ah, menurut pengakuan Abu 'Ishmah Nuh bin Abi Maryam bahwa dia pernah memalsukan dari Ibnu Abbas Ra beberapa Hadits yang hubungannya dengan Fadhilah Qur'an satu Surah demi Surah.

2. Dengan memperhatikan dan mempelajari tanda-tanda (qarinah) yang lain yang dapat menunjukkan bahwa Hadits itu adalah Palsu, misalnya dengan melihat dan memperhatikan keadaan dan sifat perawi yang meriwayatkan hadits itu.

3. Terdapat ketidak sesuaian makna dari matan (isi cerita) hadits tersebut dengan Al-Qur'an, hadits tidak pernah bertentangan dengan apa yang ada dalam ayat-ayat Qur'an maupun antar sesama hadist itu sendiri.

4. Terdapat kekacauan atau terasa berat didalam dan pada susunannya, baik lafadznya ataupun jika ditinjau dari segi susunan bahasa dan Nahwunya (grammarnya).

Sebab-sebab terjadi atas timbulnya Hadits-hadits Palsu

Adanya kesengajaan dari pihak lain untuk merusak ajaran Islam, ada juga karena untuk menguatkan pendirian atau madzhab sesuatu golongan tertentu, umumnya dari golongan-golongan Islam itu sendiri, seperti para kaum sufi, para ahli bid'ah, orang-orang zindiq, orang yang menamakan diri mereka zuhud, para entertainmant, penguasa-penguasa dan lain-lain kalangan.

Semua yang tersebut ini membolehkan untuk meriwayatkan atau mengadakan Hadits-hadits Palsu yang ada hubungannya dengan semua amalan-amalan dan syi’ar-syi’ar yang mereka kerjakan, yang disebut dengan “Targhiib” atau sebagai sesuatu ancaman yang terkenal dengan nama “At-Tarhiib”, untuk sarana mendekatkan diri kepada Sultan, Raja-raja, Penguasa-penguasa, Presiden, Pengusaha-pengusaha dan lain-lainnya dengan tujuan mencari kedudukan tau untuk meraih kesenangan duniawi sebagai penjilat, untuk mencari penghidupan dunia sebagai mata pencaharian dengan menjual hadits-hadits palsu dan membernarkan segala tindakan yang memang sudah bertentangan pengertian dan pemahamannya dengan agama, ada juga sebagai penarik perhatian manusia sebagaimana yang telah dilakukan oleh para ahli dongeng dan tukang cerita, juru lawak, juru khutbah, dan lain-lainnya.

Hukum Meriwayatkan Hadits-hadits Palsu

Secara muthlaq, meriwayatkan hadits-hadits palsu itu hukumnya haram bagi mereka yang sudah jelas mengetahui bahwa hadits itu palsu, bagi mereka yang meriwayatkan dengan tujuan memberi tahu kepada orang bahwa hadits ini adalah palsu (menerangkan kepada mereka sesudah meriwayatkan atau mebacakannya) maka tidak ada dosa atasnya, mereka yang tidak tahu sama sekali kemudian meriwayatkannya atau mereka mengamalkan makna hadits tersebut karena tidak tahu, maka tidak ada dosa atasnya, akan tetapi sesudah mendapatkan penjelasan bahwa riwayat atau hadits yang dia ceritakan atau amalkan itu adalah hadits palsu, maka hendaklah segera dia tinggalkannya, kalau tetap dia amalkan sedang dari jalan atau sanad lain tidak ada sama sekali, maka hukumnya tidak boleh dan adalah berdosa.

Beberapa hadist Rasulullah Saw tentang larangan dan sanksi berbuat bid’ah, yaitu :

1. Barangsiapa menimbulkan sesuatu yang baru dalam urusan (agama) kita yang bukan dari ajarannya maka tertolak. (H.R. Bukhari).

2. Sesungguhnya ucapan yang paling benar adalah Kitabullah, dan sebaik-baik jalan hidup ialah jalan hidup Muhammad, sedangkan seburuk-buruk urusan agama ialah yang diada-adakan, tiap-tiap yang diada-adakan adalah bid'ah, dan tiap bid'ah adalah sesat, dan tiap kesesatan (menjurus) ke neraka. (H.R. Muslim).

3. Apabila kamu melihat orang-orang yang ragu dalam agamanya dan ahli bid'ah sesudah aku (Rasulullah Saw), tiada maka tunjukkanlah sikap menjauh (bebas) dari mereka, perbanyaklah lontaran cerca dan kata tentang mereka dan kasusnya. Dustakanlah mereka agar mereka tidak makin merusak (citra) Islam, waspadai pula orang-orang yang dikhawatirkan meniru-niru bid'ah mereka, dengan demikian Allah akan mencatat bagimu pahala dan akan meningkatkan derajat kamu di akhirat. (H.R. Ath-Thahawi).

4. Kamu akan mengikuti perilaku orang-orang sebelum kamu sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta, sehingga kalau mereka masuk ke lubang biawak pun kamu ikut memasukinya. Para sahabat lantas bertanya,"Siapa mereka” yang baginda maksudkan itu, ya Rasulullah?" Beliau menjawab,"Orang-orang Yahudi dan Nasrani." (H.R. Bukhari).

5. Tiga perkara yang aku takuti akan menimpa umatku setelah aku tiada, kesesatan sesudah memperoleh pengetahuan, fitnah-fitnah yang menyesatkan, dan syahwat perut serta seks. (H.R Ar-Ridha).

6. Barangsiapa menipu umatku maka baginya laknat Allah, para malaikat dan seluruh manusia. Ditanyakan, "Ya Rasulullah, apakah pengertian tipuan umatmu itu?" Beliau menjawab,"Mengada-adakan amalan bid'ah, lalu melibatkan orang-orang kepadanya." (H.R. Daruquthni dari Anas).

Posting Komentar untuk "Bid’ah"