Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer
Allah Swt berfirman : "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang di beri ilmu pengetahuan beberapa derajat." (Q.S. Al-Mujadalah : 11). Rasulullah Saw bersabda : "Barang siapa yang menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia, wajiblah ia memiliki ilmu, barang siapa yang ingin selamat dan berbahagia di akhirat, wajiblah ia mengetahui ilmu dan barangsiapa yang menginginkan kedua-duanya, wajiblah ia memiliki ilmu kedua-duanya pula." (H.R. Bukhari dan Muslim).

IKHLASKAN TAUHID HIJAB BISA TERBUKA

Pandangan tentang wujud dan berbilangnya dzat yang bersifat qadim adalah bahwa asma atau nama illahi itulah yang bersifat qadim dan bukanlah seseorang hamba, begitu pula dzat yang tetap dari asal muasalnya makhluk adalah memiliki kebebasan seperti Allah Swt dengan berdasarkan gerak dan pikirannya, tetapi kuasailah nafsu hanya yang di ridhai-Nya.Asma itu selalu menunjukkan kepada yang di namainya dan meliputi akan kejadiannya dan kehidupannya, akan tetapi keseluruhan itu ada dalam himpunan rahmat dan kekuasaan Allah Swt yang mengaturnya, dengan demikian maka dzat - dzat yang sekian banyaknya itu muncul atas kekuasaan pengetahuan Allah Swt atas sekalian alam ini, bisakah kita menyaksikan Allah Swt dalam ke-ESA-aan-Nya tersebut? Jawabannya adalah bisa ya dan bisa tidak, ini tergantung atas kedekatan seseorang hamba dan berdasarkan kehendak karunia dan rahmat-Nya atas hambaNya tersebut, tiada jalan lain bagi seseorang hamba untuk bisa melihat dzat-Nya atau dia-Nya melainkan dengan karunia-Nya juga.

Untuk bagi seseorang hamba yang arif dan taqwa tentu tersedia jalan menuju kesana, hanya saja tidak akan dapat di saksikan secara lahiriah melainkan hanya dengan secara bathiniah dan nur illahi yang di pancarkan-Nya kepada hamba yang di kehendaki-Nya berdasarkan tingkat perjuangan amal ibadah seseorang hamba tersebut.

Nur itu di sebut juga dengan Subuhatu 'an-nur (cahaya nur illahi yang suci) yang menyelimuti akan sekalian alam ini, tetapi hal ini tidak bisa di buktikan dengan upaya ilmu naqli dan qasbi semata, ini hanya dengan kemurahan dan kekuasaan illahi yang menuntunnya kearah tersebut, setelah mengalami pembersihan bathin dan penyucian jiwa baru hal ini bisa di dapat dengan rahmatNya.

Allah Swt berfirman : "Hai para jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus penjuru langit dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya melainkan dengan kekuatan illahi." (Q.S 55:33). Inilah yang di namakan mi'raj (naik) ke hadhorat illahi dan hanya di khususkan kepada Rasulullah Saw, dan bagi para ulama arif billah senantiasa mengikuti jejak beliau yang mana Rasulullah Saw adalah satu - satunya wasilah untuk bisa sampai kepada limpahan kemurahan illahi dengan salah satu cara selalu bershalawat untuk beliau, karena Allah Swt dan para malaikatNya melaksanakan hal ini dan tercantum dalam Al-Qur'an bagi perintah shalawat bagi Nabi Muhammad Saw ini.

Allah Swt juga berfirman : "Dan carilah jalan (kamu sekalian) jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya." (Q.S 5:35) Hal ini tidak berarti bahwa pencapaian tahap kasyaf hanya bisa di peroleh melalui wasilah muhammadiyah semata, tetapi lebih menentukan adalah kehendak dan rahmat Allah Swt jua, tanpa melalui pembersihan jiwa dan latihan - latihan rohani yang bersandarkan kepada Syari'at Nabi, maka hal itu sangat mustahil untuk di dapatkan, pembersihan jiwa bisa mengantarkan seseorang hamba kepada pengenalan akan rahasia ketuhanan dengan dasar tuntunan syari'ah jua, jika meninggalkan syari'ah maka kesesatanlah yang di dapat, sebab segala sesuatu harus berdasarkan syari'at, ilmu dan wawasan yang tinggi untuk bisa mengupasnya, inipun secara pribadi atau untuk individu semata, lain halnya dengan ilmu muamalah, maka secara umum bagi umat manusia walaupun tingkat awam sekalipun, tetapi untuk tingkat rohani kebathinan suatu amal ibadah memerlukan kepada pemahaman yang tinggi dengan di dasari ilmu syari'at dari Nabi Saw.

Untuk hal ini yang di lakukan adalah dengan cara riyadhah (latihan) ruhaniyah, atau sering di istilahkan kaum sufi adalah pembersihan jiwa dari segala sifat madzmumah yang tercela, sebab yang akan di tuju adalah dzat yang maha suci dan maha agung, jika jiwa masih kotor dengan sefat tercela, maka tiada pernah tercapa akan tujuan yang di maksud, bebaskan diri dalam amal ibadah untuk hanya mengingat kepadaNya dan jangan selain-Nya, hiasai jiwa dengan lazim dzikrullah (ingat kepada Allah Swt) dan kosongkan pikiran keduniaan pada saat beribadah tersebut.

Dengan mengekalkan dzikir da'im ini maka hasil yang jelas di dapat adalah kebersihan jiwa, akhlak yang baik, penyayang dan penyantun kepada sesama makhluk, penyabar, pengasih, mencintai Allah Swt dan lain sebagainya sifat mahmudah (baik), dengan demikian maka tentulah mendapatkan nikmat, karunia dan rahmat dari Allah Swt, jika Allah Swt sudah merahmati seseorang hamba, maka apa saja gerak laku hamba adalah merupakan bayangan dari sifatNya yang baik dan sudah tentu pula akan dapat lebih mengerti akan hakikatnya makhluk alam semesta ini di hadapan tuhannya.

Hamba yang sudah bersih jiwanya akan selalu merasa rendah di hadapan tuhannya, sifat kehambaannya muncul secara ikhlas, tiada berkehendak apapun juga kecuali mengharapkan ridha atau rahmat Allah Swt semata, selalu menyerahkan pengakuan dan penyandaraan semua pekerjaan di dunia ini hanya kepada pengaturan Allah Swt saja, ikhlas dan tawadduk dalam beramal ibadah tanpa ada rasa ria yang halus apalagi ria yang nyata, maka ini sangat jauh daripadanya, hamba yang beginilah yang berhasil dalam perantauan di dunia ini dan mendapat hidayah naungan dari Allah Swt kelak di akhirat, sementara di dunia ia mendapatkan kemanisan iman yang mantap.

Hawa nafsu adalah sesuatu hal pujaan yang paling berbahaya dan harus di perangi serta di taklukkan hanya untuk menuju Allah Swt saja, Allah Swt berfirman : "Apakah kamu pernah melihat orang yang menjadikan hawa dan nafsunya sebagai tuhannya dan Allah menyesatkannya, sedang ia mengetahui (bahwa dirinya sesat)." (Q.S 45:23), dan Rasulullah Saw juga pernah bersabda : "Tidaklah seseorang di antara kamu (di katakan) beriman, melainkan jika hawa nafsunya mengikuti apa yang untuknya aku di datangkan." Dari sini Rasulullah Saw sama sekali tidak mengajak kepada pelenyapan hawa nafsu, tetapi menyuruh kepada untuk meluruskannya dan memperbaiki tindakan hawa nafsu tersebut serta mengarahkannya menuju kepada yang paling berhak di sembah, yaitu Allah Swt.

Oleh sebab itu para arif billah menjadikan nafsunya hanya untuk perbuatan yang di ridhai Allah Swt dan cinta kepadaNya, hidupilah hawa dan nafsu hanya untuk menuju Allah Swt dan jangan membunuhnya, sebab Allah Swt menjadikan manusia di dunia ini dengan nafsu sebagai kodratnya, dan merupakan tugas manusia dan untuk sebagai cobaan bagi hamba guna menuju kepada kehidupan akhirat yang lebih abadi berdasarkan keridhaan Allah Swt berdasarkan ajaran Rasulullah Saw yang di perintahkanNya untuk di sampaikan kepada umat.

Zakat, adalah merupakan sarana pembersihan dan juga sebagai gambaran bagi seseorang yang meninggalkan hartanya sebagian sebagai bekal untuk di akhirat, juga adalah simbol pengakuan seseorang hamba terhadap pemilik dan pengaturnya yang sebenarnya, yaitu Allah Swt, dengan demikian adalah zakat merupakan pembebasan bagi seseorang hamba yang beriman guna melepaskan diri dari pengakuan hawa nafsu atas kepemilikan sesuatu.

Puasa juga merupakan pembebasan diri dari kebutuhan - kebutuhan zahir atau jasad, supaya jangan hawa nafsu mengaku bahwa jasad adalah tercipta dengan sendirinya.

Sujud adalah merupakan pembebasan seseorang hamba atas pengaruh hawa nafsu dari sifat kesombongan, egois dan serba aku bagi segalanya, tetapi nyatakan diri sebagai seseorang hamba dan mengharapkan limpahan illahi atas keberkahan di kehidupan dunia ini, semakin seseorang hamba menghambakan diri kepada-Nya, maka tuhan pun akan menambah rahmat-Nya kepada hamba-Nya, maka dari itu ikhlaskan setiap amal ibadah dan perbuatan.

Rasulullah Saw bersabda : "Tidak akan masuk syurga orang yang dalam hatinya ada seberat biji sawi dari sifat takabbur." Pembersihan penyakit bathin terkadang membuat seseorang hamba bersifat baik dan bisa juga bersifat buruk, ini adalah salah satu ujian Allah Swt juga kepada hamba-Nya yang mencoba untuk mendekatkan diri kepada-Nya, hati - hatilah dalam hal ini, jangan sampai terjadi pendurhakaan yang berulang kepada-Nya, sebab hal ini makin menjauhkan seseorang hamba dengan tuhannya.

Alangkah indahnya bagi seseorang hamba jika tergolong kepada hadist qudsyi ini : "Senantiasa hamba-Ku tetap berupaya mendekatkan dirinya kepada-Ku dengan amal - amal sunnah hingga Aku mencintainya, jika Aku telah mencintainya, maka Aku adalah pendengarannya yang di pakai olehnya untuk mendengar, dan penglihatannya yang di pakai olehnya untuk melihat, serta tangannya yang di pakai olehnya untuk menggenggam."

Pengertian hadist di atas adalah bahwa Allah Swt menanggalkan sifat ketuhanan-Nya untuk seseorang hamba yang di kehendakiNya serta di ridhai-Nya, tetapi jangan sampai latah hingga terucap yang lepas kontrol sebagaimana sufi terdahulu, seperti Akulah Allah Swt, ini di sebabkan ia tidak bisa membedakan antara hukum dan dzat-Nya, malah kedurhakaan yang muncul jadinya akibat lepas kontrol nafsunya dan mengikut ucapan syaithan tanpa di sadarinya, maka seseorang sufi demikian adalah termasuk kufur zindiq (bersifat kafir dalam aqidah keimanan), tetapi hendaklah sadari bahwa segala sesuatu ini adalah hakikatnya kebesaran Allah Swt yang maha meliputi alam ini, dengan sifat pengakuan kehambaan tersebut maka di singkapkan Allah Swt segala sesuatu yang tidak akan pernah di dapatnya secara sendiri saja melainkan hanya atas rahmat, karunia dan hidayah dari-Nya bagi hamba yang beriman secara ikhlas dan mutlak tanpa berubah lagi grafik keimanannya.

Camkanlah : "Jadilah sekedar hanya sifat-Nya saja, janganlah coba - coba untuk mengetahui dzat-Nya apalagi menjadi dzat-Nya, sebab itu adalah mustahil dan suatu keingkaran semata."...

Posting Komentar untuk "IKHLASKAN TAUHID HIJAB BISA TERBUKA"