PENGERTIAN RUH DAN JIWA PADA MANUSIA
“Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya, maka dia tahanlah jiwa (orang) yang telah dia tetapkan kematiannya dan dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang di tetapkan, sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda - tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berfikir.” “Dan kami wahyukan (perintahkan) kepada Musa : "Pergilah di malam hari dengan membawa hamba - hambaKu (Bani Israil), karena sesungguhnya kamu sekalian akan di susuli.” “Dia di bawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril).”Ruh yang menggerakkan badan atau jasmani suatu saat akan meninggalkan jasmaninya tersebut dengan jalan kematian, yang akan meninggalkan jasmani tersebut adalah ruh yang telah di tiupkan kedalam jasmani tersebut melalui di panggil kembali atau dicabut oleh malaikat izra’il yang memang bertugas untuk menjemput ruh atau nyawa dari seseorang anak manusia (adam).
Ruh dan jiwa itu tidak berbeda, jika ada yang mengatakan bahwa berbeda adalah suatu hal yang keliru, sebab berdasarkan dalil – dalil dari Al-Qur’an dapat di ketahui akan hal ruh ini adalah yakni suatu jiwa di cabut oleh malaikat dan di bawa kembali kepada penciptaNya, ruh inilah yang menimbulkan kehidupan dan kehidupan akan lenyap bersamaan dengan perginya ruh ini (mati), jadi kata – katanya saja yang berbeda tetapi maknanya sama saja, yaitu ruh atau jiwa adalah sama atau satu jua adanya, perbedaannya terletak adalah jika ruh bersatu dengan jasmani atau badan, maka kerap kali di namakan dengan jiwa, jika telah meninggalkan badan atau jasmani (mati/di cabut) maka di namakan dengan ruh, demikian adanya letak perbedaan tetapi maknanya satu jua.
Ruh di ciptakan atau asal kejadiannya tidak berupa dari benda alam nyata yang wujud ini, maknanya tidak ada misalnya dengan di dunia ini, maka dari itu manusia tidak akan dapat mengetahui akan sifat – sifat atau dzatnya, tetapi Allah Swt menjelaskan kepada manusia bahwa ruh itu bisa naik dan turun, mendengar, melihat serta berbicara seperti layaknya yang di perbuat oleh jasmani kita sekarang ini, walau begitu sifat mendengarnya, melihatnya dan berdirinya serta lain sebagainya bukanlah seperti yang kita ketahui sekarang ini, jadi hati – hati juga dalam menafsirkannya, contohnya Rasulullah Saw menceritakan perjalanan ruh adalah bahwasanya ruh itu di bawa ke langit kemudian di kembalikan ke kuburnya dalam waktu singkat untuk di beri kenikmatan atau siksaan, tentu definisinya berbeda dengan keadaan alam nyata.
Ruh menyebar di seluruh badan dan tiada suatu tempat khusus bagi ruh ini dalam jasmani atau jasad, prosesnya seperti kehidupan menyeluruh yang automatis, apabila di masukkan ruh tersebut maka secara keseluruhan akan menjadi hiduplah seluruh badan tersebut tanpa kecuali, begitu juga sebaliknya, apabila ruh tersebut meninggalkan jasmani atau jasad, maka secara automatis pula seluruh jasad atau jasmani tersebut akan mati seketika, beginilah kinerjanya ruh dalam bersatu dengan jasad atau jasmani, tidak ada tempat yang khusus tetapi meliputi secara keseluruhan terkhusus bagi jasmani atau jasad.
Ruh ini di ciptakan seperti layaknya makhluk yang di ciptakan lebih dahulu daripada jasad atau jasmani anak adam, jelasnya ruh lebih dulu di ciptakan daripada jasad, sebagaimana di jelaskan Allah Swt berikut ini : “Tuhan berfirman : "Demikianlah". Tuhan berfirman : "Hal itu adalah mudah bagiKu, dan sesunguhnya telah aku ciptakan kamu sebelum itu, padahal kamu (di waktu itu) belum ada sama sekali.” (Surah Maryam Ayat 9).
Di namakan dengan manusia jika ada bersatunya ruh dengan jasad, jika hanya ruh maka namanya ruh, jika hanya jasad maka di namakan pula dengan jasad mati, manusia di ajak berbicara oleh Allah Swt dengan ruhnya, oleh sedemikian maka ruh adalah makhluk dan tidak dapat di pungkiri lagi, singkatnya seorang manusia adalah kesatuannya ruh dengan jasad sementara intinya adalah ruh sedangkan jasad hanya berupa wadah atau tempat saja.
Dalam jiwa manusia mempunyai sifat – sifat kejiwaan yang ikut terbawa tatkala ruh di tiupkan kedalam jasad atau jasmani manusia, yaitu : Jiwa yang membawa kepada keburukan, yakni sifat – sifat madzmumah (keburukan) seperti, sombong, takbur, iri hati, congkak, lalai dan lain sebagainya, sebagaimana firman Allah Swt dalam Al-Qur’an Surah Yusuf Ayat 52 yang berbunyi : (Yusuf berkata) : "Yang demikian itu agar Dia (Al Aziz) mengetahui bahwa Sesungguhnya aku tidak berkhianat kepadanya di belakangnya, dan bahwasanya Allah tidak meridhai tipu daya orang - orang yang berkhianat.”
Jiwa manusia yang seperti inilah yang selalu di tunggangi oleh hawa nafsunya dan selalu mendorongnya untu melakukan perbuatan buruk dan jahat yang jelas – jelas berdosa kepada Allah Swt jika di perturutkan akan sifat jiwa yang seperti ini;
Jiwa yang membawa kepada sifat mencela dan mengumpat serta menyesali diri sendiri, sehingga ianya selalu melakukan perbuatan dosa seperti, mengumpat dan menyesali diri, sebagaimana firman Allah Swt dalam Al-Qur’an Surah Al-Qiyamah Ayat 2 yang berbunyi : “Dan aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (dirinya sendiri).”
Ini sifat ruh jika telah di panggil kembali ke hadiratNya adalah selalu menyesali akan ingin kembali ke dunia supaya dapat membuat amal perbuatan yang lebih banyak lagi, sementara sewakti dia di dunia sifat jiwa ini membawa kepada sifat suka mengumpat dan mencela – cela diri sendiri ataupun orang lain, yang jelas sifat adalah perbuatan dosa.
Jiwa yang membawa kepada ketenangan jiwa, sebagaimana firman Allah Swt dalam Al-Qur’an Surah Al-Fajr Ayat 27-30 yang berbunyi : Ayat 27. Artinya : “Hai jiwa yang tenang.” Ayat 28. Artinya : “Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi di ridhaiNya.” Ayat 29. Artinya : “Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba – hambaKu.” Ayat 30. Artinya : “Masuklah ke dalam syurgaKu.” Nah, inilah jiwa selalu membawa kepada kebaikan dan senantiasa mencintai akan ketaatan dan kebaikan serta selalu beribadah kepada Allah Swt, jiwa ini membawa kepada sifat patuh kepada Allah Swt dan membenci akan maksiat dan sifat yang buruk, utamanya ruh atau jiwa jika sendirinya adalah bersifat seperti ini, baru berpengaruh sifat buruk di atas jika telah bersatu dengan jasmani atau jasad.
Pengertian di atas bukan berarti di dalam jiwa manusia hanya mempunyai sifat 3 (tiga) macam saja, tetapi adalah sebagai bahan jiwa dan tentu akan berkembang dengan sendirinya yang di sertai oleh akal dan pikiran yang melaksanakan pengembangan ata segala sifat baik dan buruk yang ada di dunia ini, sementara kontrolnya adalah tingkat keimanan seseorang dalam menjalani kehidupan di dunia ini, jadi intinya adalah jiwa itu satu tetapi mempunyai berbagai sifat, secara asal yang tersebut di atas sifat utamanya senantiasa memerintahkan berbuat dosa atau maksiat, namun jika sifat tersebut di lawan dengan perjuangan keimanan maka terjadilah saling mencela antara sifat tersebut di atas yang di namakan dengan peperangan bathin, jika imannya kuat maka sifat yang baiklah yang menang, jika sifat buruk yang kuat maka terjerumuslah manusia tersebut kelembah kemasiatan dosa, ada juga manusia yang kadarnya naik turun, kadang baik kadang buruk, ini di sebabkan karena akal dan pikiran yang di pergunakan tidak mau memilih untuk istiqamah dalam ketetapan untuk selalu berbuat baik dan taat kepada Allah Swt, apabila jiwa keimanannya kuat maka menjadilah jiwa yang tenang sebagaimana ayat atau firman tuhan di atas.
Ruh adalah sudah nyata di namakan dengan makhluk, sebab ada hidup dan ada kematian, apabila seseorang manusia telah meninggal dunia bukanlah berarti lenyap selamanya tiada berbekas, yang hancur hanyalah jasad atau jasmani saja, sedangkan ruh kembali kepada penciptaNya, dan kelak jika telah di tiupkan sangkakala yang kedua, maka ruh – ruh akan di kembalikan kepada jasad atau badannya untuk di proses lebih lanjut amal baik dan buruknya guna mendapatkan ganjarannya, sebab di kehidupan inilah semuanya yang kekal dan selama – lamanya, jadi tidak benar ruh akan ikut mati lenyap bersama dengan matinya jasad manusia.
Kembalinya ruh atau jiwa itu (mati) dengan cara berpisah dengan jasad atau badan atau jasmani, jadi ruh juga ikut merasakan dahsyatnya kematian, bukan hanya jasad saja yang merasakan hebatnya kematian tersebut, dia ikut merasakan kenikmatan atau siksaan dari Allah Swt sesuai dengan perbuatannya di dunia, sebagaimana firman Allah Swt dalam Al-Qur’an Surah Ad-Dukhaan Ayat 56 yang berbunyi : “Mereka tidak akan merasakan mati di dalamnya kecuali mati di dunia, dan Allah memelihara mereka dari azab neraka.” Sewaktu ruh dan jasad telah mengalami kematian, maka akan di tempat sesuai dengan porsi masing – masing yaitu amal perbuatan dan derajatnya, yakni : Ruhnya para nabi dan rasul di tempatkan pada tempat yang paling baik dan layak di sisiNya, sebagaimana di riwayat oleh ‘Aisyah Ra, bahwa beliau pernah mendengar Rasulullah Saw berdo’a atau memohon kepada tuhannya, yaitu “Ya Allah, berikanlah tempat kembali yang tinggi (mulia).” (Hadist riwayat Bukhari).
Ruhnya para syuhada akan tetap hidup di sisi Allah Swt dan mendapatkan rezki karuniaNya, sebagaimana firman Allah Swt dalam Al-Qur’an Surah Ali Imran Ayat 28 yang berbunyi : “Janganlah orang - orang mukmin mengambil orang - orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang - orang mukmin, barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah, kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang di takuti dari mereka, dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)Nya, dan hanya kepada Allah kembali (mu).” Namun perlu di ketahui adalah tidak semua ruh para syuhada mendapatkan kenikmatan ini, hal di sebabkan oleh ada di antara mereka yang tertahan masuk ke syurga di karenakan adanya hutang yang belum di bayar, ini berdasarkan tketerangan Rasulullah Saw dan bersabda : "Ruhnya orang – orang yang shaleh berada pada burung – burung yang bergantungan di pepohonan syurga, seperti yang di riwayatkan oleh sabda Rasulullah Saw yang berbunyi : “Ruh – ruh mereka akan berada di dalam burung – burung yang hijau, yang memiliki sarang yang bergelantungan di ‘arsy, dan pergi ke syurga sekehendaknya, kemudian kembali ke sarangnya.” (Hadist riwayat Muslim.
Ruhnya orang – orang yang berdosa berada pada tempat siksaan yang pedih dan dahsyat serta mengerikan, sementara ruhnya orang kafir lebih gawat lagi dan berbau sangat busuk, sampai – sampai bumipun mencelanya saking busuknya.Dari hal uraian yang singkat ini mengenai ruh ini, maka dapatlah suatu pijakan untuk berpikir akan langkah kedepan, apakah tetap dalam kemaksiatan atau lautan dosa? Sementara mati itu tidak dapat tidak akan datang menemui kita kapan saja dan hanya Allah Swt yang tahu, bersiaplah untuk menghadapi ini, karena hasilnya kelak akan kita terima pada hari kemudian yang kekal dan selama – lamanya, hidup di dunia ini hanyalah untuk mencari bekal pada kehidupan akhirat, maka persiapkanlah bekal tersebut dengan memperbanyak amal ibadah dan ketaatan kepada Allah Swt, dan belajarlah mati sebelum di matikan, belajar sembahyang sebelum di sembahyangkan.
Ruh dan jiwa itu tidak berbeda, jika ada yang mengatakan bahwa berbeda adalah suatu hal yang keliru, sebab berdasarkan dalil – dalil dari Al-Qur’an dapat di ketahui akan hal ruh ini adalah yakni suatu jiwa di cabut oleh malaikat dan di bawa kembali kepada penciptaNya, ruh inilah yang menimbulkan kehidupan dan kehidupan akan lenyap bersamaan dengan perginya ruh ini (mati), jadi kata – katanya saja yang berbeda tetapi maknanya sama saja, yaitu ruh atau jiwa adalah sama atau satu jua adanya, perbedaannya terletak adalah jika ruh bersatu dengan jasmani atau badan, maka kerap kali di namakan dengan jiwa, jika telah meninggalkan badan atau jasmani (mati/di cabut) maka di namakan dengan ruh, demikian adanya letak perbedaan tetapi maknanya satu jua.
Ruh di ciptakan atau asal kejadiannya tidak berupa dari benda alam nyata yang wujud ini, maknanya tidak ada misalnya dengan di dunia ini, maka dari itu manusia tidak akan dapat mengetahui akan sifat – sifat atau dzatnya, tetapi Allah Swt menjelaskan kepada manusia bahwa ruh itu bisa naik dan turun, mendengar, melihat serta berbicara seperti layaknya yang di perbuat oleh jasmani kita sekarang ini, walau begitu sifat mendengarnya, melihatnya dan berdirinya serta lain sebagainya bukanlah seperti yang kita ketahui sekarang ini, jadi hati – hati juga dalam menafsirkannya, contohnya Rasulullah Saw menceritakan perjalanan ruh adalah bahwasanya ruh itu di bawa ke langit kemudian di kembalikan ke kuburnya dalam waktu singkat untuk di beri kenikmatan atau siksaan, tentu definisinya berbeda dengan keadaan alam nyata.
Ruh menyebar di seluruh badan dan tiada suatu tempat khusus bagi ruh ini dalam jasmani atau jasad, prosesnya seperti kehidupan menyeluruh yang automatis, apabila di masukkan ruh tersebut maka secara keseluruhan akan menjadi hiduplah seluruh badan tersebut tanpa kecuali, begitu juga sebaliknya, apabila ruh tersebut meninggalkan jasmani atau jasad, maka secara automatis pula seluruh jasad atau jasmani tersebut akan mati seketika, beginilah kinerjanya ruh dalam bersatu dengan jasad atau jasmani, tidak ada tempat yang khusus tetapi meliputi secara keseluruhan terkhusus bagi jasmani atau jasad.
Ruh ini di ciptakan seperti layaknya makhluk yang di ciptakan lebih dahulu daripada jasad atau jasmani anak adam, jelasnya ruh lebih dulu di ciptakan daripada jasad, sebagaimana di jelaskan Allah Swt berikut ini : “Tuhan berfirman : "Demikianlah". Tuhan berfirman : "Hal itu adalah mudah bagiKu, dan sesunguhnya telah aku ciptakan kamu sebelum itu, padahal kamu (di waktu itu) belum ada sama sekali.” (Surah Maryam Ayat 9).
Di namakan dengan manusia jika ada bersatunya ruh dengan jasad, jika hanya ruh maka namanya ruh, jika hanya jasad maka di namakan pula dengan jasad mati, manusia di ajak berbicara oleh Allah Swt dengan ruhnya, oleh sedemikian maka ruh adalah makhluk dan tidak dapat di pungkiri lagi, singkatnya seorang manusia adalah kesatuannya ruh dengan jasad sementara intinya adalah ruh sedangkan jasad hanya berupa wadah atau tempat saja.
Dalam jiwa manusia mempunyai sifat – sifat kejiwaan yang ikut terbawa tatkala ruh di tiupkan kedalam jasad atau jasmani manusia, yaitu : Jiwa yang membawa kepada keburukan, yakni sifat – sifat madzmumah (keburukan) seperti, sombong, takbur, iri hati, congkak, lalai dan lain sebagainya, sebagaimana firman Allah Swt dalam Al-Qur’an Surah Yusuf Ayat 52 yang berbunyi : (Yusuf berkata) : "Yang demikian itu agar Dia (Al Aziz) mengetahui bahwa Sesungguhnya aku tidak berkhianat kepadanya di belakangnya, dan bahwasanya Allah tidak meridhai tipu daya orang - orang yang berkhianat.”
Jiwa manusia yang seperti inilah yang selalu di tunggangi oleh hawa nafsunya dan selalu mendorongnya untu melakukan perbuatan buruk dan jahat yang jelas – jelas berdosa kepada Allah Swt jika di perturutkan akan sifat jiwa yang seperti ini;
Jiwa yang membawa kepada sifat mencela dan mengumpat serta menyesali diri sendiri, sehingga ianya selalu melakukan perbuatan dosa seperti, mengumpat dan menyesali diri, sebagaimana firman Allah Swt dalam Al-Qur’an Surah Al-Qiyamah Ayat 2 yang berbunyi : “Dan aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (dirinya sendiri).”
Ini sifat ruh jika telah di panggil kembali ke hadiratNya adalah selalu menyesali akan ingin kembali ke dunia supaya dapat membuat amal perbuatan yang lebih banyak lagi, sementara sewakti dia di dunia sifat jiwa ini membawa kepada sifat suka mengumpat dan mencela – cela diri sendiri ataupun orang lain, yang jelas sifat adalah perbuatan dosa.
Jiwa yang membawa kepada ketenangan jiwa, sebagaimana firman Allah Swt dalam Al-Qur’an Surah Al-Fajr Ayat 27-30 yang berbunyi : Ayat 27. Artinya : “Hai jiwa yang tenang.” Ayat 28. Artinya : “Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi di ridhaiNya.” Ayat 29. Artinya : “Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba – hambaKu.” Ayat 30. Artinya : “Masuklah ke dalam syurgaKu.” Nah, inilah jiwa selalu membawa kepada kebaikan dan senantiasa mencintai akan ketaatan dan kebaikan serta selalu beribadah kepada Allah Swt, jiwa ini membawa kepada sifat patuh kepada Allah Swt dan membenci akan maksiat dan sifat yang buruk, utamanya ruh atau jiwa jika sendirinya adalah bersifat seperti ini, baru berpengaruh sifat buruk di atas jika telah bersatu dengan jasmani atau jasad.
Pengertian di atas bukan berarti di dalam jiwa manusia hanya mempunyai sifat 3 (tiga) macam saja, tetapi adalah sebagai bahan jiwa dan tentu akan berkembang dengan sendirinya yang di sertai oleh akal dan pikiran yang melaksanakan pengembangan ata segala sifat baik dan buruk yang ada di dunia ini, sementara kontrolnya adalah tingkat keimanan seseorang dalam menjalani kehidupan di dunia ini, jadi intinya adalah jiwa itu satu tetapi mempunyai berbagai sifat, secara asal yang tersebut di atas sifat utamanya senantiasa memerintahkan berbuat dosa atau maksiat, namun jika sifat tersebut di lawan dengan perjuangan keimanan maka terjadilah saling mencela antara sifat tersebut di atas yang di namakan dengan peperangan bathin, jika imannya kuat maka sifat yang baiklah yang menang, jika sifat buruk yang kuat maka terjerumuslah manusia tersebut kelembah kemasiatan dosa, ada juga manusia yang kadarnya naik turun, kadang baik kadang buruk, ini di sebabkan karena akal dan pikiran yang di pergunakan tidak mau memilih untuk istiqamah dalam ketetapan untuk selalu berbuat baik dan taat kepada Allah Swt, apabila jiwa keimanannya kuat maka menjadilah jiwa yang tenang sebagaimana ayat atau firman tuhan di atas.
Ruh adalah sudah nyata di namakan dengan makhluk, sebab ada hidup dan ada kematian, apabila seseorang manusia telah meninggal dunia bukanlah berarti lenyap selamanya tiada berbekas, yang hancur hanyalah jasad atau jasmani saja, sedangkan ruh kembali kepada penciptaNya, dan kelak jika telah di tiupkan sangkakala yang kedua, maka ruh – ruh akan di kembalikan kepada jasad atau badannya untuk di proses lebih lanjut amal baik dan buruknya guna mendapatkan ganjarannya, sebab di kehidupan inilah semuanya yang kekal dan selama – lamanya, jadi tidak benar ruh akan ikut mati lenyap bersama dengan matinya jasad manusia.
Kembalinya ruh atau jiwa itu (mati) dengan cara berpisah dengan jasad atau badan atau jasmani, jadi ruh juga ikut merasakan dahsyatnya kematian, bukan hanya jasad saja yang merasakan hebatnya kematian tersebut, dia ikut merasakan kenikmatan atau siksaan dari Allah Swt sesuai dengan perbuatannya di dunia, sebagaimana firman Allah Swt dalam Al-Qur’an Surah Ad-Dukhaan Ayat 56 yang berbunyi : “Mereka tidak akan merasakan mati di dalamnya kecuali mati di dunia, dan Allah memelihara mereka dari azab neraka.” Sewaktu ruh dan jasad telah mengalami kematian, maka akan di tempat sesuai dengan porsi masing – masing yaitu amal perbuatan dan derajatnya, yakni : Ruhnya para nabi dan rasul di tempatkan pada tempat yang paling baik dan layak di sisiNya, sebagaimana di riwayat oleh ‘Aisyah Ra, bahwa beliau pernah mendengar Rasulullah Saw berdo’a atau memohon kepada tuhannya, yaitu “Ya Allah, berikanlah tempat kembali yang tinggi (mulia).” (Hadist riwayat Bukhari).
Ruhnya para syuhada akan tetap hidup di sisi Allah Swt dan mendapatkan rezki karuniaNya, sebagaimana firman Allah Swt dalam Al-Qur’an Surah Ali Imran Ayat 28 yang berbunyi : “Janganlah orang - orang mukmin mengambil orang - orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang - orang mukmin, barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah, kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang di takuti dari mereka, dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)Nya, dan hanya kepada Allah kembali (mu).” Namun perlu di ketahui adalah tidak semua ruh para syuhada mendapatkan kenikmatan ini, hal di sebabkan oleh ada di antara mereka yang tertahan masuk ke syurga di karenakan adanya hutang yang belum di bayar, ini berdasarkan tketerangan Rasulullah Saw dan bersabda : "Ruhnya orang – orang yang shaleh berada pada burung – burung yang bergantungan di pepohonan syurga, seperti yang di riwayatkan oleh sabda Rasulullah Saw yang berbunyi : “Ruh – ruh mereka akan berada di dalam burung – burung yang hijau, yang memiliki sarang yang bergelantungan di ‘arsy, dan pergi ke syurga sekehendaknya, kemudian kembali ke sarangnya.” (Hadist riwayat Muslim.
Ruhnya orang – orang yang berdosa berada pada tempat siksaan yang pedih dan dahsyat serta mengerikan, sementara ruhnya orang kafir lebih gawat lagi dan berbau sangat busuk, sampai – sampai bumipun mencelanya saking busuknya.Dari hal uraian yang singkat ini mengenai ruh ini, maka dapatlah suatu pijakan untuk berpikir akan langkah kedepan, apakah tetap dalam kemaksiatan atau lautan dosa? Sementara mati itu tidak dapat tidak akan datang menemui kita kapan saja dan hanya Allah Swt yang tahu, bersiaplah untuk menghadapi ini, karena hasilnya kelak akan kita terima pada hari kemudian yang kekal dan selama – lamanya, hidup di dunia ini hanyalah untuk mencari bekal pada kehidupan akhirat, maka persiapkanlah bekal tersebut dengan memperbanyak amal ibadah dan ketaatan kepada Allah Swt, dan belajarlah mati sebelum di matikan, belajar sembahyang sebelum di sembahyangkan.
Posting Komentar untuk "PENGERTIAN RUH DAN JIWA PADA MANUSIA"
Terimakasih atas kunjungan anda...