Kedudukan Adab Islam Dalam Pandangan Salaf
Telah disebutkan dari para ulama Salaf tentang pujian terhadap adab dan ahlinya, keutamaan serta dorongan kepadanya, banyak sekali riwayat dan penukilan yang menjelaskan kedudukan adab dalam pandangan mereka.
Di antaranya adalah Habib Al-Jalab berkata: "Aku bertanya kepada Ibnul Mubarak: 'Apakah Sebaik-baik perkara yang diberikan kepada seseorang?' Dia menjawab: 'Akal yang cerdas.' Aku berkata: 'Kalau tidak bisa?' Dia menjawab: 'Adab yang baik.' Aku berkata: 'Kalau tidak bisa?' Dia menjawab 'Saudara penyayang yang selalu bermusyawarah dengannya.' Aku berkata: 'Kalau tidak bisa?' Dia menjawab: 'Diam yang panjang,' Aku berkata: 'Kalau tidak bisa?' Dia menjawab; 'Kematian yang segera'.
Imam Asy-Syafi'i berkata: "Barang siapa yang ingin Allah membukakan hatinya atau meneranginya, hendaklah ia ber-khalwat (menyendiri), sedikit makan, meninggalkan pergaulan dengan orang-orang bodoh, dan membenci ahli ilmu yang tidak memiliki inshaf (sikap objektif) dan adab."
Ibnu Sirin berkata: "Para Salaf mempelajari adab sebagaimana mereka mempelajari ilmu."
Al-Hasan berkata; "Sesungguhnya seorang laki-laki keluar untuk menuntut ilmu adab baginya selama dua tahun, kemudian dua tahun."
Habib bin Asy-Syahid berkata kepada anaknya: "Wahai, anakku, pergaulilah para fuqaha' dan ulama; belajarlah dan ambillah adab dari mereka. Sesungguhnya hal itu lebih aku sukai daripada banyak hadits."
Seorang Salaf berkata kepada anaknya: "Wahai anakku, engkau mempelajari satu bab tentang adab lebih aku sukai daripada engkau mempelajari tujuh puluh bab dari ilmu.
Mukhallad bin Al-Husain berkata kepada Ibnul Mubarak: "Kami lebih membutuhkan banyak adab daripada banyak hadits."
Dikatakan kepada Imam Asy-Syafi'i: "Bagaimana hasratmu terhadap adab? Dia menjawab: "Aku mendengar satu huruf dari adab yang belum pernah aku dengar, maka seluruh anggota badanku ingin memiliki pendengaran hingga dapat merasakan kenikmatan mendengarnya." Dikatakan; "Bagaimana keinginanmu untuk mendapatkannya? " Dia menjawab: "Seperti keinginan seorang wanita yang kehilangan anaknya, sedang ia tidak memiliki anak selainnya."
Abu Bakar Al-Mithwa'i berkata: "Aku bolak-balik kepada Abu ‘Abdillah, yakni Imam Ahmad bin Hanbal selama sepuluh tahun, Beliau membacakan kitab Al-Musnad kepada anak-anaknya. Aku tidak menulis satu pun hadits darinya, Aku hanya melihat pada adab dan akhlak beliau."
Adz-Dzahabi menyebutkan: "Bahwasanya majelis Imam Ahmad dihadiri oleh Lima ribu orang, lima ratus diantaranya mencatat, sedangkan selebihnya mengambil manfaat dari perilaku, akhlak, dan adab beliau."
lbnul Mubarak berkata: "Aku telah mencoba diriku, maka aku tidak mendapatkan baginya sesuatu yang lebih bermanfaat, setelah taqwa kepada Allah daripada adab dalam setiap kondisinya meski jiwaku tidak suka, selalu lebih baik daripada diamnya dari berbuat bohong atau mengghibahi manusia, sesungguhnya ghibah telah diharamkan oleh Yang Maha Mulia dalam kitab-kitab aku katakan pada diriku: "Taatlah" dan aku memaksanya kesantunan dan ilmu adalah perhiasan bagi orang yang memiliki kemuliaan seandainya ucapanmu itu dan perak, wahai diri, maka diam adalah dari emas."
Ibnul Mubarak juga berkata: "Aku mempelajari adab selama tiga puluh tahun dan aku mempelajari ilmu selama dua puluh tahun, Adalah para Salaf mempelajari adab, baru kemudian mempelajari ilmu."
Al-Qarafi berkata dalam kitabnya, Al-Faruq, ketika menjelaskan kedudukan adab: "Ketahuilah bahwasanya sedikit adab lebih baik daripada banyak amal. Oleh karena itulah Ruwaiyim seorang alim yang shalih berkata kepada anaknya: 'Wahai, anakku, jadikanlah amalmu ibarat garam dan adabmu ibarat tepung. Yakni, perbanyaklah adab hingga perbandingan banyaknya seperti perbandingan tepung dan garam dalam suatu adonan, banyak adab dengan sedikit amal shalih lebih baik daripada amal dengan sedikit adab."
Ibnu Muflih Al-Hambali berkata pada awal kitabnya, Al-Aadaabusy Syar'iyyah; "Banyak di antara sahabat-sahabat kami yang telah menulis tentang pembahasan ini, diantaranya adalah : Abu Dawud As-Sajistani penulis kitab Sunan, Abu Bakar Al-Khalal, Abu Bakar 'Abdul 'Aziz, Abu Hafsh, Abu 'Ali
bin Musa, Al-Qadhi Abu Ya'la dan Ibnu 'Uqail."
Di samping itu, ada juga menulis tentang sebagian perkara yang berkaitan dengannya, misalnya amar ma'ruf nahi munkar, do'a, pengobatan dan pakaian, mereka adalah Ath-Thabrani, Abu Bakar Al-Ajurri, Abu Muhammad Al-Khalal, Al-Qadhi Abu Ya’la, putra beliau Abul Hasan, Ibnul Jauizi dan yang lainnya.
Di antara karya-karya yang membahas tentang adab syar'iyyah adalah sebagai berikut :
Di antaranya adalah Habib Al-Jalab berkata: "Aku bertanya kepada Ibnul Mubarak: 'Apakah Sebaik-baik perkara yang diberikan kepada seseorang?' Dia menjawab: 'Akal yang cerdas.' Aku berkata: 'Kalau tidak bisa?' Dia menjawab: 'Adab yang baik.' Aku berkata: 'Kalau tidak bisa?' Dia menjawab 'Saudara penyayang yang selalu bermusyawarah dengannya.' Aku berkata: 'Kalau tidak bisa?' Dia menjawab: 'Diam yang panjang,' Aku berkata: 'Kalau tidak bisa?' Dia menjawab; 'Kematian yang segera'.
Imam Asy-Syafi'i berkata: "Barang siapa yang ingin Allah membukakan hatinya atau meneranginya, hendaklah ia ber-khalwat (menyendiri), sedikit makan, meninggalkan pergaulan dengan orang-orang bodoh, dan membenci ahli ilmu yang tidak memiliki inshaf (sikap objektif) dan adab."
Ibnu Sirin berkata: "Para Salaf mempelajari adab sebagaimana mereka mempelajari ilmu."
Al-Hasan berkata; "Sesungguhnya seorang laki-laki keluar untuk menuntut ilmu adab baginya selama dua tahun, kemudian dua tahun."
Habib bin Asy-Syahid berkata kepada anaknya: "Wahai, anakku, pergaulilah para fuqaha' dan ulama; belajarlah dan ambillah adab dari mereka. Sesungguhnya hal itu lebih aku sukai daripada banyak hadits."
Seorang Salaf berkata kepada anaknya: "Wahai anakku, engkau mempelajari satu bab tentang adab lebih aku sukai daripada engkau mempelajari tujuh puluh bab dari ilmu.
Mukhallad bin Al-Husain berkata kepada Ibnul Mubarak: "Kami lebih membutuhkan banyak adab daripada banyak hadits."
Dikatakan kepada Imam Asy-Syafi'i: "Bagaimana hasratmu terhadap adab? Dia menjawab: "Aku mendengar satu huruf dari adab yang belum pernah aku dengar, maka seluruh anggota badanku ingin memiliki pendengaran hingga dapat merasakan kenikmatan mendengarnya." Dikatakan; "Bagaimana keinginanmu untuk mendapatkannya? " Dia menjawab: "Seperti keinginan seorang wanita yang kehilangan anaknya, sedang ia tidak memiliki anak selainnya."
Abu Bakar Al-Mithwa'i berkata: "Aku bolak-balik kepada Abu ‘Abdillah, yakni Imam Ahmad bin Hanbal selama sepuluh tahun, Beliau membacakan kitab Al-Musnad kepada anak-anaknya. Aku tidak menulis satu pun hadits darinya, Aku hanya melihat pada adab dan akhlak beliau."
Adz-Dzahabi menyebutkan: "Bahwasanya majelis Imam Ahmad dihadiri oleh Lima ribu orang, lima ratus diantaranya mencatat, sedangkan selebihnya mengambil manfaat dari perilaku, akhlak, dan adab beliau."
lbnul Mubarak berkata: "Aku telah mencoba diriku, maka aku tidak mendapatkan baginya sesuatu yang lebih bermanfaat, setelah taqwa kepada Allah daripada adab dalam setiap kondisinya meski jiwaku tidak suka, selalu lebih baik daripada diamnya dari berbuat bohong atau mengghibahi manusia, sesungguhnya ghibah telah diharamkan oleh Yang Maha Mulia dalam kitab-kitab aku katakan pada diriku: "Taatlah" dan aku memaksanya kesantunan dan ilmu adalah perhiasan bagi orang yang memiliki kemuliaan seandainya ucapanmu itu dan perak, wahai diri, maka diam adalah dari emas."
Ibnul Mubarak juga berkata: "Aku mempelajari adab selama tiga puluh tahun dan aku mempelajari ilmu selama dua puluh tahun, Adalah para Salaf mempelajari adab, baru kemudian mempelajari ilmu."
Al-Qarafi berkata dalam kitabnya, Al-Faruq, ketika menjelaskan kedudukan adab: "Ketahuilah bahwasanya sedikit adab lebih baik daripada banyak amal. Oleh karena itulah Ruwaiyim seorang alim yang shalih berkata kepada anaknya: 'Wahai, anakku, jadikanlah amalmu ibarat garam dan adabmu ibarat tepung. Yakni, perbanyaklah adab hingga perbandingan banyaknya seperti perbandingan tepung dan garam dalam suatu adonan, banyak adab dengan sedikit amal shalih lebih baik daripada amal dengan sedikit adab."
Sejarah Penulisan Tentang Adab Syar'i
Para ulama telah memberikan perhatian yang sangat besar terhadap adab Islami sepanjang kurun tertentu, mereka telah banyak menulis karya-karya yang sangat bermanfaat, diantaranya ada yang ditulis sccara terpisah membahas tentang adab secara umum. Sebagian lainnya berkaitan dengan adab-adab tertentu, seperti do'a, pengobatan dan lain sebagainya.Ibnu Muflih Al-Hambali berkata pada awal kitabnya, Al-Aadaabusy Syar'iyyah; "Banyak di antara sahabat-sahabat kami yang telah menulis tentang pembahasan ini, diantaranya adalah : Abu Dawud As-Sajistani penulis kitab Sunan, Abu Bakar Al-Khalal, Abu Bakar 'Abdul 'Aziz, Abu Hafsh, Abu 'Ali
bin Musa, Al-Qadhi Abu Ya'la dan Ibnu 'Uqail."
Di samping itu, ada juga menulis tentang sebagian perkara yang berkaitan dengannya, misalnya amar ma'ruf nahi munkar, do'a, pengobatan dan pakaian, mereka adalah Ath-Thabrani, Abu Bakar Al-Ajurri, Abu Muhammad Al-Khalal, Al-Qadhi Abu Ya’la, putra beliau Abul Hasan, Ibnul Jauizi dan yang lainnya.
Di antara karya-karya yang membahas tentang adab syar'iyyah adalah sebagai berikut :
- Kitab Adabul Mufrad, karya Imam Al-Bukhari.
- Kitab "Al-Adab" dalam Shahih Al-Bukhari.
- Kitab "Al-Adab" dalam Shahih Muslim.
- Kitab "Al-Adab" dalam Sunan Abi Dawud.
- Kitab "Al-Adab" dalam Sunan At-Tirmidzi.
- Kitab "Al-Adab" dalam Sunan Ibnu Majah.
- Kitab "Al-Adab" karya Al-Baihaqi.
- Kitab Al-Jaami' li Akhlaaqir Raawi wa Adabis Sama’ karya Al-Khathib Al-Baghdadi.
- Kitab Al-Jaami' Bayaanil ilmi wa Fadhlihi karya Ibnu 'Abdil.
- Kitab Tadzkiratus Saami’ wal Mutakallim fi Adabil ‘Aalim wa Muta’allim karya Ibnu Jama'ah.
- Kitab Al-Aadaabusy Syar’iyyah, karya Ibnu Muflih Al-Hambali.
- Kitab Adabul Akli, karya Ibnu ‘Imad Al-Aqfahasi Asy-Syafi’i.
- Kitab Min Aadaabiil Islam karya ‘Abdul Fattah Abu Ghuddah.
- Kitab "Al-Adab" karya Fuad As-Syalhub dan kitab-kitab tentang adab lainnya.
Posting Komentar untuk "Kedudukan Adab Islam Dalam Pandangan Salaf"
Terimakasih atas kunjungan anda...