Tentang HISAB di Akhirat
Ketika semua golongan manusia sudah menerima kitab catatan amal perbuatan yang pernah mereka lakukan di dunia, baik yang diterima dengan tangan kanan maupun tangan kiri, maka pembuktian konkrit dari apa yang sudah tercatat itu harus dilaksanakan.
Untuk itu, maka alam hisab digelar, bukan karena catatan itu tidak dapat dipertanggungjawabkan, sama sekali tidak! Karena yang sudah tertulis di dalam kitab tersebut adalah hasil kinerja sistem urusan ketuhanan yang kecanggihannya tidak perlu diragukan lagi.
Sungguhpun demikian, oleh karena setiap hak dan kewajiban antara sesama yang sudah tercatat didalam kitab tersebut harus dibuktikan dan ditunaikan dengan seadil-adilnya, karena sejak saat itu sedikitpun tidak boleh ada urusan yang belum selesai dan tidak boleh ada penganiayaan lagi untuk selamanya, maka setiap vonis yang diputuskan harus rasional, agar masing-masing keputusan dapat diterima secara masuk akal.
Bumi dengan segala urusannya harus sudah selesai saat itu, karena hari selanjutnya yang ada hanyalah langit dan urusannya, maka hak dan kewajiban antara orang tua dan anaknya, anak dan orang tuanya, suami dan istrinya, istri dan suaminya, murid dan gurunya, guru dan muridnya, tuan dengan hamba sahayanya, hamba sahaya dengan tuannya, semuanya harus sudah ditunaikan saat itu.
Hak dan kewajiban, hutang dan piutang, pertolongan dan penganiayaan, pengabdian dan pengkhianatan, kesetiaan dan perselingkuhan, ketaatan dan kemunafikan, semuanya harus sudah selesai saat itu, bahkan penganiayaan manusia kepada seekor semut sekalipun saat itu harus diadili pula.
Oleh karena alam akhirat dan segala urusannya adalah hal yang ghaib bagi manusia, sehingga tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah, maka pembicaraan selanjutnya haruslah dengan wahyu Allah dan sunnah Rasul-Nya.
Gambaran hari hisab itu telah digambarkan Allah dengan firman-Nya : “Ya Tuhan kami, berilah ampun aku dan kedua ibu bapakku dan sekalian orang-orang mu'min pada hari terjadinya hisab (hari kiamat)."
Dan janganlah sekali-kali kamu (Muhammad) mengira, bahwa Allah lalai dari apa yang diperbuat oleh orang-orang yang dzalim, sesungguhnya Allah memberi tangguh kepada mereka sampai hari yang pada waktu itu mata (mereka) terbelalak, mereka datang bergegas-gegas memenuhi panggilan dengan mengangkat kepalanya, sedang mata mereka tidak berkedip-kedip dan hati mereka kosong.” (Q.S. Ibrahim (14) : 41-43).
Selama di dunia, ketika kadang-kadang kedzaliman menjadi menang, angkara murka bertahan, penindasan merajalela, yang benar teraniaya dan disingkirkan, yang salah malah berkuasa dan bertahan.
Demikian itu, bukan karena yang bathil itu pasti lebih kuat kemudian dapat memenangkan yang hak, akan tetapi saat itu proses sistem kompetisi belum selesai, sekali-kali Allah tidak melupakan kedzaliman itu, namun yang jelek dan yang baik itu didunia diberikan masa tangguh oleh-Nya : “Sesungguhnya Allah memberi tangguh kepada mereka sampai hari yang pada waktu itu mata (mereka) terbelalak.” (Q.S. (14) : 42).
Artinya orang yang suka berbuat dzalim itu masih mendapat kesempatan menunggu, sebelum mata mereka terbelalak melihat siksa yang sudah disiapkan di depan mata mereka.
Hal itu bertujuan, barangkali sebelum itu mereka sadar dan bertaubat serta memperbaiki segala kesalahan yang dilakukan itu, adapun orang yang suka berbuat kebajikan, dengan masa tangguh itu supaya mereka bisa meningkatkan kebajikannya sampai mendapatkan pengakuan terhadap kebajikan itu dengan derajat tinggi di sisi Allah sebagai orang benar atau derajat Ash-Shiddiq, meski derajat tersebut kadang-kadang harus dibeli dengan nyawa sebagai seorang syuhada di jalan Allah.
Sungguh Allah sekali-kali tidak melupakan mereka, pada hari mahsyar itu, masing-masing golongan akan diadili dengan seadil-adilnya, tidak seperti keadilan di dunia!? Pada hari akhirat itu setiap manusia akan menemukan bagiannya sendiri dari seluruh akibat perbuatan yang sudah dilakukan didunia, maka pada waktu itu orang yang dzalim, “Datang bergegas-gegas memenuhi panggilan dengan mengangkat kepalanya, sedang mata mereka tidak berkedip-kedip dan hati mereka kosong.” (Q.S. (14) : 41-43).
Karena kesempatan untuk memperbaiki diri dan bertaubat sudah tertutup, tinggal menunggu kepastian yang sudah pasti, neraka dan seluruh isinya di dalam keadaan terhina dan berpasrah diri.
Allah berfirman : “Dan sesungguhnya mereka akan memikul beban (dosa) mereka dan beban-beban (dosa yang lain) di samping beban-beban mereka sendiri, dan sesungguhnya mereka akan ditanya pada hari kiamat tentang apa yang selalu mereka ada-adakan.” (Q.S. Al-Ankabut (29) : 13).
“Menanggung beban disamping beban mereka sendiri” maksudnya adalah dosa dari kejelekan orang lain yang mengikuti kejelekan yang pernah diperbuat sendiri, selama kejelekan itu diikuti orang lain, maka orang yang pertama berbuat kejelekan itu akan mendapatkan bagian dosa dari kejelekan yang diikuti temannya tersebut, meski orang yang berbuat jelek yang pertama kali itu sudah lama meninggal dunia.
Ada golongan manusia pada hari mahsyar itu datang dengan amal kebaikan vertikal yang lebih, namun dengan amal ibadah horizontal yang kurang, ketika proses perhitungan berjalan, kebaikan vertikal itu harus terpotong untuk mengganti kekurangan horizontal, sehingga pahala vertikal itu menjadi habis, padahal dosa horizontalnya masih menumpuk, maka para pelaku keadilan bertanya kepada Tuhannya, Tuhannya menjawab : "Ambillah kejelekan orang yang didzalimi menjadi kejelekannya."
Keadaan yang akan terjadi di alam akhirat tersebut telah diceritakan Nabi Saw dalam haditsnya yang diriwayatkan dari Abu Umamah Al-Bahali Ra, Rasulullah Saw bersabda :
(ؼُمِتى مبٔوظّٖجُلِ مؼَوِمَ ماظْؼٔقَوعَئ موَػُوَ مطَـٔقُِّ ماظْقَلَـَوتٔ مصَلاَ مؼََّالُ مؼُؼْؿَصٗ معٔـِهُم
حَؿٓى متَػْـى محَلَـَوتُهُ مثُمٖ مؼُطَوظَىُ مصَقَؼُوِلُ مآُ مسَّٖ موَجَلٖ مأَضْؿٔصٗوِا معٔنِ مسَؾِّٔيم
صَؿَؼُوِلُ ماظْؿَلاَئٔؽَيُ معَو مبَؼٔقًَِ مظَهُ محَلَـَوتْ مصَقَؼُوِلُ مخُُّوِا معٔنِ مدَقٚؽَوتٔ ماظْؿَظْؾُوِمِم
صَوجِعَؾُوِامسَؾَقِهٔ)مثُمٖمتَلاَمرَدُوِلُمآٔمصََؾّىمآُمسَؾَقِهٔموَدَؾّمَم"وَظَقَقِؿٔؾُنٖمأَثِؼَوظَفُمِم
وَأَثِؼَولاًمعَعَمأَثِؼَوظٔفِمِ"مم
“Pada hari kiamat seseorang didatangkan dengan membawa kebaikan yang banyak akan tetapi kebaikannya selalu terpotong sehingga habislah kebaikan itu, kemudian dicarikan (masih dibutuhkan baginya untuk membayar kejelekannya). Allah berfirman: “Potonglah kebaikannya”. Para malaikat menjawab : “Dia sudah tidak mempunyai kebaikan lagi”. Maka Allah berfirman: “Ambilkan kejelekan yang teraniaya jadikan sebagai kejelekannya”. Lalu Rasulullah membaca ayat :
"وليحولن أثقالهن وأثقالا هع أثقالهن"
“Dan sesungguhnya mereka akan memikul beban (dosa) mereka dan beban-beban (dosa yang lain) di samping beban-beban mereka sendiri." (Q.S. (29) : 13), Golongan yang digambarkan di dalam hadits tersebut barangkali orang-orang yang ahli ilmu dan ahli ibadah, namun mereka kurang memperhatikan hubungannya dengan sesama manusia.
Shalatnya, puasanya, dzikir dan wiridnya tekun, tapi apabila berhutang kepada temannya tidak pernah membayar, bahkan sering minta uang kepada jamaah dengan mengatas namakan agama, padahal uang itu sejatinya untuk memenuhi kebutuhan pribadi dan keluarganya.
Mereka juga berdakwah kesana kemari, memberikan pengajian antar panggung dan televisi, padahal tujuannya hanya untuk memperkaya diri sendiri, Allah tidak akan pernah melupakan itu, apabila mereka tidak mendapatkan siksa di dunia, karena Allah masih memberikan masa tangguh, maka diakhirat mereka akan menemukan siksa yang lebih parah.
Orang boleh menerima upah atau pemberian dari pengabdian yang dilakukan kepada orang lain, tapi jangan upah itu yang menjadi tujuan utama, apabila bayaran itu yang menjadi tujuan dakwah yang dilakukan, maka berarti orang tersebut telah menjual ayat-ayat Allah dengan harga murah.
Allah melarang yang demikian itu dengan firman-Nya : “Dan janganlah kamu menjadi orang yang pertama kafir kepadanya dan janganlah kamu menukarkan ayat-ayat-Ku dengan harga yang rendah, dan hanya kepada Akulah kamu harus bertaqwa.” (Q.S. Al-Baqarah : 41).
Qatadah Ra berkata : "Barangsiapa menunjukkan kepada kesesatan ia akan mendapatkan dosa dan dosa orang yang melakukannya dengan tanpa sedikitpun dikurangi dari dosanya itu."
Dalilnya adalah firman Allah : “(ucapan mereka) menyebabkan mereka memikul dosa-dosanya dengan sepenuh-penuhnya pada hari kiamat dan sebagian dosa-dosa orang yang mereka sesatkan yang tidak mengetahui sedikitpun (bahwa mereka disesatkan). Ingatlah, amat buruklah dosa yang mereka pikul itu.” (Q.S. An-Nahl (6) : 25).
Orang mengadu domba dan menghasud temannya sehingga kemudian saling membenci dan bermusuhan misalnya, dari itu kemudian berakibat orang tersebut berbuat dzalim kepada temannya sendiri secara terus-menerus.
Selama perbuatan dzalim itu dilakukan, selama itu orang yang menghasud itu mendapatkan bagian dosa dari kedzaliman yang diperbuat temannya itu, baik secara kualitas maupun kuantitas, namun bagi yang dizalimi, terlebih apabila ia menerima kedzaliman itu dengan sabar, ia akan mendapatkan kiriman pahala dari yang orang mendzalimi selama kedzaliman itu masih dilaksanakan.
Oleh karena itu, bagi orang yang didzalimi, seharusnya bersyukur, karena tanpa susah payah beribadah, mereka tiap saat mendapatkan kiriman pahala yang mengalir terus-menerus sepanjang kezaliman itu masih diperbuat oleh orang yang mendzaliminya.
Demikian pula sebaliknya, orang yang berbuat kebaikan kemudian kebaikannya itu diikuti orang lain, meskipun yang berbuat kebaikan itu sudah meninggal dunia, selama kebaikan itu diikuti orang lain, ia akan mendapatkan kebaikan sebagaimana yang diperbuat orang yang mengikutinya dengan tanpa dikurangi sedikitpun.
Demikian yang dinyatakan Rasulullah Saw di dalam dua haditsnya berikut ini, bahwa Rasulullah Saw bersabda :
(عَنِمدَنٖمصٔيماْلإِدِلاَمِمدُـٖيًمدَقٚؽَيًمصَعَؾَقِهٔموِزِرُػَوموَوِزِرُمعَنِمسَؿٔلَمبٔفَومبَعَِّهُمعٔنِم
شَقِِّمأَنِمؼُـِؼَصَمعٔنِمأَوِزَارِػٔمِمذَيِءْ)م
“Barangsiapa di dalam Islam berbuat dengan perbuatan kejelekan, maka ia akan mendapatkan dosa dan dosa orang yang mengikuti perbuatannya dengan sedikitpun tanpa dikurangi dari dosanya.” Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah Ra.
Al-Hasan berkata bahwasanya Rasulullah Saw bersabda :
(عَنِ مدَسَو مإِلى مػُّّى مصَوتٗؾٔعَ مسَؾَقِهٔ موَسُؿٔلَ مبٔهٔ مصَؾَهُ معٔـِلُ مأُجُوِرِ معَنِ مأتٖؾَعَهُ موَلاَم
ؼُـِؼَصُمذَاظٔكَمعٔنِمأُجُوِرِػٔمِمذَقِؽّوموَأَؼٗؿَومدَاعٍمدَسَومإِلىمضَلاَظَيٕمصَوتٗؾٔعَمسَؾَقِفَوموَسُؿٔلَم
بٔفَومبَعَِّهُمصَعَؾَقِهٔمعٔـِلُمأَوِزَارِمعَنِمسَؿٔلَمبٔفَومعٔؿٖنِمأتٖؾَعَهُملاَمؼُـِؼَصُمذَاظٔكَمعٔنِم
أَوِزَارِػٔمِمذَقِؽّو)م
“Barang siapa mengajak kepada Hidayah, kemudian diikuti dan diamalkan, maka ia akan mendapatkan pahala sebagaimana pahala orang yang mengikutinya dengan sedikitpun tanpa dikurangi pahalanya, dan barang siapa menujukkan jalan kesesatan, kemudian diikuti dan diamalkan, maka ia akan mendapatkan sebagaimana dosa orang yang mengerjakan dan orang yang mengikutinya tanpa sedikitpun dikurangi dosanya.”
Namun demikian, ketika hari kiamat datang dan seluruh manusia dibangkitkan lagi dari alam kuburnya, dengan apa yang sudah didapatkan selama di dunia dan di alam barzah itu, baik pahala dan dosa yang diperbuat sendiri maupun pahala dan dosa yang didapat dari kiriman temannya, di hari hisab itu, hal tersebut akan diperhitungkan lagi dengan seadila-dilnya.
Masih banyak lagi riwayat yang mengabarkan tentang alam mahsyar dan alam akhirat, juga berita-berita tentang alam ghaib yang lainnya, baik dari Al-Qur‘an Al-Karim maupun hadits Nabi Saw, namun demikian yang terpenting dari itu adalah bukan banyaknya berita itu, tapi bagaimana hati seorang hamba mengimaninya.
Oleh karena itu, meski hanya dengan satu riwayat saja, asal yang satu itu mampu diyakini dan diamalkan dalam perbuatan nyata, maka yang satu itu akan mampu menjadikan lebih dari cukup untuk membuahkan kemanfaatan yang besar baginya.
Karena sebesar apapun ilmu pengetahuan seseorang tanpa keyakinan yang kuat, sedikitpun ilmu itu tidak bisa membawa kemanfaatan yang berarti, selanjutnya Allah berfirman : “Adapun orang yang diberikan kitabnya dari sebelah kanannya, maka dia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah dan dia akan kembali kepada kaumnya (yang sama-sama beriman) dengan gembira.” (Q.S. Al-Insyiqaq (84) : 7-9).
Adapun orang yang menerima catatan amalnya dengan tangan kanan, mereka akan mendapatkan kegembiraan bersama teman-temannya dalam kegembiraan yang nyata.
Kegembiraan itu ialah, karena di saat kehidupan orang-orang yang ada di sekeliling mereka sedang mengalami kesulitan yang amat sangat, ia dengan kelompoknya mendapatkan banyak kemudahan hidup, lebih-lebih di saat sedang menjalani proses tahapan peradilan pertamanya di alam hisab.
Saat itu mereka akan bersama-sama lagi dalam satu rombongan dengan teman-teman baiknya itu, yaitu para Ash-Shalihin, Asy-Syuhada, Ash-Shiddiqin dan An-Nabiyin, sebagai guru-guru yang dicintainya dengan perasaan penuh kegembiraan melebihi kegembiraan di saat masih bersama-sama dengan mereka dahulu di kehidupan alam dunia dan alam barzah.
Untuk itu, maka alam hisab digelar, bukan karena catatan itu tidak dapat dipertanggungjawabkan, sama sekali tidak! Karena yang sudah tertulis di dalam kitab tersebut adalah hasil kinerja sistem urusan ketuhanan yang kecanggihannya tidak perlu diragukan lagi.
Sungguhpun demikian, oleh karena setiap hak dan kewajiban antara sesama yang sudah tercatat didalam kitab tersebut harus dibuktikan dan ditunaikan dengan seadil-adilnya, karena sejak saat itu sedikitpun tidak boleh ada urusan yang belum selesai dan tidak boleh ada penganiayaan lagi untuk selamanya, maka setiap vonis yang diputuskan harus rasional, agar masing-masing keputusan dapat diterima secara masuk akal.
Bumi dengan segala urusannya harus sudah selesai saat itu, karena hari selanjutnya yang ada hanyalah langit dan urusannya, maka hak dan kewajiban antara orang tua dan anaknya, anak dan orang tuanya, suami dan istrinya, istri dan suaminya, murid dan gurunya, guru dan muridnya, tuan dengan hamba sahayanya, hamba sahaya dengan tuannya, semuanya harus sudah ditunaikan saat itu.
Hak dan kewajiban, hutang dan piutang, pertolongan dan penganiayaan, pengabdian dan pengkhianatan, kesetiaan dan perselingkuhan, ketaatan dan kemunafikan, semuanya harus sudah selesai saat itu, bahkan penganiayaan manusia kepada seekor semut sekalipun saat itu harus diadili pula.
Oleh karena alam akhirat dan segala urusannya adalah hal yang ghaib bagi manusia, sehingga tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah, maka pembicaraan selanjutnya haruslah dengan wahyu Allah dan sunnah Rasul-Nya.
Gambaran hari hisab itu telah digambarkan Allah dengan firman-Nya : “Ya Tuhan kami, berilah ampun aku dan kedua ibu bapakku dan sekalian orang-orang mu'min pada hari terjadinya hisab (hari kiamat)."
Dan janganlah sekali-kali kamu (Muhammad) mengira, bahwa Allah lalai dari apa yang diperbuat oleh orang-orang yang dzalim, sesungguhnya Allah memberi tangguh kepada mereka sampai hari yang pada waktu itu mata (mereka) terbelalak, mereka datang bergegas-gegas memenuhi panggilan dengan mengangkat kepalanya, sedang mata mereka tidak berkedip-kedip dan hati mereka kosong.” (Q.S. Ibrahim (14) : 41-43).
Selama di dunia, ketika kadang-kadang kedzaliman menjadi menang, angkara murka bertahan, penindasan merajalela, yang benar teraniaya dan disingkirkan, yang salah malah berkuasa dan bertahan.
Demikian itu, bukan karena yang bathil itu pasti lebih kuat kemudian dapat memenangkan yang hak, akan tetapi saat itu proses sistem kompetisi belum selesai, sekali-kali Allah tidak melupakan kedzaliman itu, namun yang jelek dan yang baik itu didunia diberikan masa tangguh oleh-Nya : “Sesungguhnya Allah memberi tangguh kepada mereka sampai hari yang pada waktu itu mata (mereka) terbelalak.” (Q.S. (14) : 42).
Artinya orang yang suka berbuat dzalim itu masih mendapat kesempatan menunggu, sebelum mata mereka terbelalak melihat siksa yang sudah disiapkan di depan mata mereka.
Hal itu bertujuan, barangkali sebelum itu mereka sadar dan bertaubat serta memperbaiki segala kesalahan yang dilakukan itu, adapun orang yang suka berbuat kebajikan, dengan masa tangguh itu supaya mereka bisa meningkatkan kebajikannya sampai mendapatkan pengakuan terhadap kebajikan itu dengan derajat tinggi di sisi Allah sebagai orang benar atau derajat Ash-Shiddiq, meski derajat tersebut kadang-kadang harus dibeli dengan nyawa sebagai seorang syuhada di jalan Allah.
Sungguh Allah sekali-kali tidak melupakan mereka, pada hari mahsyar itu, masing-masing golongan akan diadili dengan seadil-adilnya, tidak seperti keadilan di dunia!? Pada hari akhirat itu setiap manusia akan menemukan bagiannya sendiri dari seluruh akibat perbuatan yang sudah dilakukan didunia, maka pada waktu itu orang yang dzalim, “Datang bergegas-gegas memenuhi panggilan dengan mengangkat kepalanya, sedang mata mereka tidak berkedip-kedip dan hati mereka kosong.” (Q.S. (14) : 41-43).
Karena kesempatan untuk memperbaiki diri dan bertaubat sudah tertutup, tinggal menunggu kepastian yang sudah pasti, neraka dan seluruh isinya di dalam keadaan terhina dan berpasrah diri.
Allah berfirman : “Dan sesungguhnya mereka akan memikul beban (dosa) mereka dan beban-beban (dosa yang lain) di samping beban-beban mereka sendiri, dan sesungguhnya mereka akan ditanya pada hari kiamat tentang apa yang selalu mereka ada-adakan.” (Q.S. Al-Ankabut (29) : 13).
“Menanggung beban disamping beban mereka sendiri” maksudnya adalah dosa dari kejelekan orang lain yang mengikuti kejelekan yang pernah diperbuat sendiri, selama kejelekan itu diikuti orang lain, maka orang yang pertama berbuat kejelekan itu akan mendapatkan bagian dosa dari kejelekan yang diikuti temannya tersebut, meski orang yang berbuat jelek yang pertama kali itu sudah lama meninggal dunia.
Ada golongan manusia pada hari mahsyar itu datang dengan amal kebaikan vertikal yang lebih, namun dengan amal ibadah horizontal yang kurang, ketika proses perhitungan berjalan, kebaikan vertikal itu harus terpotong untuk mengganti kekurangan horizontal, sehingga pahala vertikal itu menjadi habis, padahal dosa horizontalnya masih menumpuk, maka para pelaku keadilan bertanya kepada Tuhannya, Tuhannya menjawab : "Ambillah kejelekan orang yang didzalimi menjadi kejelekannya."
Keadaan yang akan terjadi di alam akhirat tersebut telah diceritakan Nabi Saw dalam haditsnya yang diriwayatkan dari Abu Umamah Al-Bahali Ra, Rasulullah Saw bersabda :
(ؼُمِتى مبٔوظّٖجُلِ مؼَوِمَ ماظْؼٔقَوعَئ موَػُوَ مطَـٔقُِّ ماظْقَلَـَوتٔ مصَلاَ مؼََّالُ مؼُؼْؿَصٗ معٔـِهُم
حَؿٓى متَػْـى محَلَـَوتُهُ مثُمٖ مؼُطَوظَىُ مصَقَؼُوِلُ مآُ مسَّٖ موَجَلٖ مأَضْؿٔصٗوِا معٔنِ مسَؾِّٔيم
صَؿَؼُوِلُ ماظْؿَلاَئٔؽَيُ معَو مبَؼٔقًَِ مظَهُ محَلَـَوتْ مصَقَؼُوِلُ مخُُّوِا معٔنِ مدَقٚؽَوتٔ ماظْؿَظْؾُوِمِم
صَوجِعَؾُوِامسَؾَقِهٔ)مثُمٖمتَلاَمرَدُوِلُمآٔمصََؾّىمآُمسَؾَقِهٔموَدَؾّمَم"وَظَقَقِؿٔؾُنٖمأَثِؼَوظَفُمِم
وَأَثِؼَولاًمعَعَمأَثِؼَوظٔفِمِ"مم
“Pada hari kiamat seseorang didatangkan dengan membawa kebaikan yang banyak akan tetapi kebaikannya selalu terpotong sehingga habislah kebaikan itu, kemudian dicarikan (masih dibutuhkan baginya untuk membayar kejelekannya). Allah berfirman: “Potonglah kebaikannya”. Para malaikat menjawab : “Dia sudah tidak mempunyai kebaikan lagi”. Maka Allah berfirman: “Ambilkan kejelekan yang teraniaya jadikan sebagai kejelekannya”. Lalu Rasulullah membaca ayat :
"وليحولن أثقالهن وأثقالا هع أثقالهن"
“Dan sesungguhnya mereka akan memikul beban (dosa) mereka dan beban-beban (dosa yang lain) di samping beban-beban mereka sendiri." (Q.S. (29) : 13), Golongan yang digambarkan di dalam hadits tersebut barangkali orang-orang yang ahli ilmu dan ahli ibadah, namun mereka kurang memperhatikan hubungannya dengan sesama manusia.
Shalatnya, puasanya, dzikir dan wiridnya tekun, tapi apabila berhutang kepada temannya tidak pernah membayar, bahkan sering minta uang kepada jamaah dengan mengatas namakan agama, padahal uang itu sejatinya untuk memenuhi kebutuhan pribadi dan keluarganya.
Mereka juga berdakwah kesana kemari, memberikan pengajian antar panggung dan televisi, padahal tujuannya hanya untuk memperkaya diri sendiri, Allah tidak akan pernah melupakan itu, apabila mereka tidak mendapatkan siksa di dunia, karena Allah masih memberikan masa tangguh, maka diakhirat mereka akan menemukan siksa yang lebih parah.
Orang boleh menerima upah atau pemberian dari pengabdian yang dilakukan kepada orang lain, tapi jangan upah itu yang menjadi tujuan utama, apabila bayaran itu yang menjadi tujuan dakwah yang dilakukan, maka berarti orang tersebut telah menjual ayat-ayat Allah dengan harga murah.
Allah melarang yang demikian itu dengan firman-Nya : “Dan janganlah kamu menjadi orang yang pertama kafir kepadanya dan janganlah kamu menukarkan ayat-ayat-Ku dengan harga yang rendah, dan hanya kepada Akulah kamu harus bertaqwa.” (Q.S. Al-Baqarah : 41).
Qatadah Ra berkata : "Barangsiapa menunjukkan kepada kesesatan ia akan mendapatkan dosa dan dosa orang yang melakukannya dengan tanpa sedikitpun dikurangi dari dosanya itu."
Dalilnya adalah firman Allah : “(ucapan mereka) menyebabkan mereka memikul dosa-dosanya dengan sepenuh-penuhnya pada hari kiamat dan sebagian dosa-dosa orang yang mereka sesatkan yang tidak mengetahui sedikitpun (bahwa mereka disesatkan). Ingatlah, amat buruklah dosa yang mereka pikul itu.” (Q.S. An-Nahl (6) : 25).
Orang mengadu domba dan menghasud temannya sehingga kemudian saling membenci dan bermusuhan misalnya, dari itu kemudian berakibat orang tersebut berbuat dzalim kepada temannya sendiri secara terus-menerus.
Selama perbuatan dzalim itu dilakukan, selama itu orang yang menghasud itu mendapatkan bagian dosa dari kedzaliman yang diperbuat temannya itu, baik secara kualitas maupun kuantitas, namun bagi yang dizalimi, terlebih apabila ia menerima kedzaliman itu dengan sabar, ia akan mendapatkan kiriman pahala dari yang orang mendzalimi selama kedzaliman itu masih dilaksanakan.
Oleh karena itu, bagi orang yang didzalimi, seharusnya bersyukur, karena tanpa susah payah beribadah, mereka tiap saat mendapatkan kiriman pahala yang mengalir terus-menerus sepanjang kezaliman itu masih diperbuat oleh orang yang mendzaliminya.
Demikian pula sebaliknya, orang yang berbuat kebaikan kemudian kebaikannya itu diikuti orang lain, meskipun yang berbuat kebaikan itu sudah meninggal dunia, selama kebaikan itu diikuti orang lain, ia akan mendapatkan kebaikan sebagaimana yang diperbuat orang yang mengikutinya dengan tanpa dikurangi sedikitpun.
Demikian yang dinyatakan Rasulullah Saw di dalam dua haditsnya berikut ini, bahwa Rasulullah Saw bersabda :
(عَنِمدَنٖمصٔيماْلإِدِلاَمِمدُـٖيًمدَقٚؽَيًمصَعَؾَقِهٔموِزِرُػَوموَوِزِرُمعَنِمسَؿٔلَمبٔفَومبَعَِّهُمعٔنِم
شَقِِّمأَنِمؼُـِؼَصَمعٔنِمأَوِزَارِػٔمِمذَيِءْ)م
“Barangsiapa di dalam Islam berbuat dengan perbuatan kejelekan, maka ia akan mendapatkan dosa dan dosa orang yang mengikuti perbuatannya dengan sedikitpun tanpa dikurangi dari dosanya.” Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah Ra.
Al-Hasan berkata bahwasanya Rasulullah Saw bersabda :
(عَنِ مدَسَو مإِلى مػُّّى مصَوتٗؾٔعَ مسَؾَقِهٔ موَسُؿٔلَ مبٔهٔ مصَؾَهُ معٔـِلُ مأُجُوِرِ معَنِ مأتٖؾَعَهُ موَلاَم
ؼُـِؼَصُمذَاظٔكَمعٔنِمأُجُوِرِػٔمِمذَقِؽّوموَأَؼٗؿَومدَاعٍمدَسَومإِلىمضَلاَظَيٕمصَوتٗؾٔعَمسَؾَقِفَوموَسُؿٔلَم
بٔفَومبَعَِّهُمصَعَؾَقِهٔمعٔـِلُمأَوِزَارِمعَنِمسَؿٔلَمبٔفَومعٔؿٖنِمأتٖؾَعَهُملاَمؼُـِؼَصُمذَاظٔكَمعٔنِم
أَوِزَارِػٔمِمذَقِؽّو)م
“Barang siapa mengajak kepada Hidayah, kemudian diikuti dan diamalkan, maka ia akan mendapatkan pahala sebagaimana pahala orang yang mengikutinya dengan sedikitpun tanpa dikurangi pahalanya, dan barang siapa menujukkan jalan kesesatan, kemudian diikuti dan diamalkan, maka ia akan mendapatkan sebagaimana dosa orang yang mengerjakan dan orang yang mengikutinya tanpa sedikitpun dikurangi dosanya.”
Namun demikian, ketika hari kiamat datang dan seluruh manusia dibangkitkan lagi dari alam kuburnya, dengan apa yang sudah didapatkan selama di dunia dan di alam barzah itu, baik pahala dan dosa yang diperbuat sendiri maupun pahala dan dosa yang didapat dari kiriman temannya, di hari hisab itu, hal tersebut akan diperhitungkan lagi dengan seadila-dilnya.
Masih banyak lagi riwayat yang mengabarkan tentang alam mahsyar dan alam akhirat, juga berita-berita tentang alam ghaib yang lainnya, baik dari Al-Qur‘an Al-Karim maupun hadits Nabi Saw, namun demikian yang terpenting dari itu adalah bukan banyaknya berita itu, tapi bagaimana hati seorang hamba mengimaninya.
Oleh karena itu, meski hanya dengan satu riwayat saja, asal yang satu itu mampu diyakini dan diamalkan dalam perbuatan nyata, maka yang satu itu akan mampu menjadikan lebih dari cukup untuk membuahkan kemanfaatan yang besar baginya.
Karena sebesar apapun ilmu pengetahuan seseorang tanpa keyakinan yang kuat, sedikitpun ilmu itu tidak bisa membawa kemanfaatan yang berarti, selanjutnya Allah berfirman : “Adapun orang yang diberikan kitabnya dari sebelah kanannya, maka dia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah dan dia akan kembali kepada kaumnya (yang sama-sama beriman) dengan gembira.” (Q.S. Al-Insyiqaq (84) : 7-9).
Adapun orang yang menerima catatan amalnya dengan tangan kanan, mereka akan mendapatkan kegembiraan bersama teman-temannya dalam kegembiraan yang nyata.
Kegembiraan itu ialah, karena di saat kehidupan orang-orang yang ada di sekeliling mereka sedang mengalami kesulitan yang amat sangat, ia dengan kelompoknya mendapatkan banyak kemudahan hidup, lebih-lebih di saat sedang menjalani proses tahapan peradilan pertamanya di alam hisab.
Saat itu mereka akan bersama-sama lagi dalam satu rombongan dengan teman-teman baiknya itu, yaitu para Ash-Shalihin, Asy-Syuhada, Ash-Shiddiqin dan An-Nabiyin, sebagai guru-guru yang dicintainya dengan perasaan penuh kegembiraan melebihi kegembiraan di saat masih bersama-sama dengan mereka dahulu di kehidupan alam dunia dan alam barzah.
Posting Komentar untuk "Tentang HISAB di Akhirat"
Terimakasih atas kunjungan anda...