Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer
Allah Swt berfirman : "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang di beri ilmu pengetahuan beberapa derajat." (Q.S. Al-Mujadalah : 11). Rasulullah Saw bersabda : "Barang siapa yang menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia, wajiblah ia memiliki ilmu, barang siapa yang ingin selamat dan berbahagia di akhirat, wajiblah ia mengetahui ilmu dan barangsiapa yang menginginkan kedua-duanya, wajiblah ia memiliki ilmu kedua-duanya pula." (H.R. Bukhari dan Muslim).

KEKHUSYU'AN SHALAT

Khusyu'an Shalat

Ada beberapa kiat khusyu' dalam shalat yang kerap kali disinggung oleh para ulama dalam buku-buku mereka khususnya yang berkenaan dengan hukum dan tata cara shalat, di antaranya adalah :

Mengenal Allah, Menghadirkan, Mengagungkan dan Takut Kepada-Nya.
Orang yang paling khusyu' dalam shalat adalah orang yang paling bertaqwa, karena Allah berfirman : "(orang-orang yang khusyu' yaitu) orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Rabb mereka, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya." (Q.S. Al-Baqarah : 46). Dalam hal itu Allah juga berfirman : "Sesungguhnya yang takut (bertaqwa) kepada Allah hanyalah para ulama." (Q.S. Al-Fathir : 28). Maksudnya, hanya orang-orang yang berilmu yang tergolong bertaqwa kepada Allah dan tentunya, hanya merekalah yang digolongkan orang-orang yang khusyu' dalam shalatnya, yang dimaksud dengan ilmu di sini tentunya ilmu yang shahih yang membuahkan amalan shalih. Karena itu Al-Hasan Al-Bashri pernah menyatakan : "Ilmu itu ada dua macam: ilmu ungkapan lidah, dan ilmu di sanubari. Adapun ilmu sanubari, itulah ilmu yang bermanfaat. Sedangkan ilmu ungkapan lidah, adalah hujjah Allah atas manusia." Allah berfi rman : "Apakah kamu yang lebih beruntung wahai orang-orang musyrik ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam, dengan sujud dan berdiri, sedangkan ia takut akan (adzab) akhirat dan mengharapkan rahmat Rabb-nya..." (Q.S. Az-Zumar : 9).

Hendaknya Orang Yang Shalat Menyadari Bahwa Shalat Adalah Perjumpaan, Sekaligus Komunikasi Dirinya Dengan Allah
Hal itu telah diisyaratkan dalam hadits Nabi : "Apabila seorang di antaramu sedang shalat, sesungguhnya dirinya sedang berkomunikasi kepada Allah, maka janganlah ia membuang ludah ke hadapan muka, atau ke arah kanan; tapi hendaknya ia membuangnya ke-sebelah kiri, atau di bawah telapak kakinya." Diriwayatkan oleh Al-Bukhari: 531, Muslim: syarah Nawawi: 5/40-41, An-Nasa'i: 1/163, 11/52-53 dan lain-lain.

Imam Nawawi berkata : "Sabda beliau: "..sesungguhnya ia sedang berkomunikasi kepada Rabb-nya...", merupakan isyarat akan pentingnya keiklasan hati, kehadirannya (dalam shalat) dan pengosongannya dari selain berdzikir kepada Allah..." Jika shalat adalah komunikasi seorang hamba kepada Allah dan itu sudah disadari oleh orang yang shalat; maka sudah selayaknya hal itu memacu dirinya untuk bersikap khusyu'. Karena diapun sadar, bahwa segala gerak hatinya, apalagi gerak tubuh kasarnya, pasti selalu diperhatikan oleh Allah.

Ikhlash Dalam Melaksanakannya
Keikhlasan adalah ruh amal. Allah berfi rman : "Yang menjadikan hidup dan mati, agar Dia menguji kamu, siapakah di antara kamu sekalian yang terbaik amalannya." (Q.S. Al-Mulk : 2). Berkenaan dengan ayat ini; Fudhail bin Iyyadh pernah menyatakan : "Yang dimaksudkan dengan yang terbaik amalannya, adalah yang paling ikhlas dan paling benar." Satu amalan yang dianggap pelakunya sudah ikhlas, bila tak mencocoki ajaran syari'at yang benar, tak akan diterima. Demikian juga amalan yang benar sesuai ketentuan, namun tidak ikhlas karena Allah, juga tak ada gunanya. Ikhlas, artinya hanya untuk Allah. Benar, artinya menuruti, satu amalan yang dilakukan dengan ikhlas, dengan sendirinya akan mudah meleburkan diri si hamba secara menyeluruh ke dalam ibadah itu sendiri, karena tak satupun menurut keyakinannya yang pantas menguras perhatian dirinya selain Allah.

Mengkonsentrasikan Diri Hanya Untuk Allah
Dalam shahih Muslim diriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda : "Seandainya seorang hamba (sesudah berwudhu dengan baik) tegak melakukan shalat, memuji Allah, menyanjung-Nya, mensucikan diri-Nya yang mana itu memang merupakan hak-Nya, mengkonsentrasikan diri hanya rnengingat Allah, maka ia akan keluar dari shalatnya laksana bayi yang baru dilahirkan."

Al-Imam Ibnu Katsir menyatakan : "Sesungguhnya kekhusyu'an dalam shalat itu hanya dapat dicapai oleh orang yang mengkonsentrasikan hatinya untuk shalat itu, di sibukkan oleh shalat hingga tak mengurus yang lainnya; sehingga ia lebih mengutamakan shalat dari amalan yang lain."

Menghindari Berpalingnya Hati Dan Anggota Tubuh
Dari Shalat Aisyah Ra pernah bertutur : "Aku pernah bertanya kepada Rasulullah tentang berpalingnya wajah di kala shalat, ke arah lain. Beliau menjawab : "Itu adalah hasil curian syetan dari shalat seorang hamba."

Ath-Tayyibi menyatakan : "Dinamakan dengan "hasil curian", menunjukkan betapa buruknya perbuatan itu. karena orang yang shalat itu tengah menghadap Allah, namun syetan mengintai dan mencuri kesempatan. Apabila ia lengah, syetan langsung beraksi! Imam Ash-Shan'ani menyatakan : "Sebab dimakruhkannya berpaling tanpa hajat di kala shalat, karena itu dapat mengurangi kekhusu'an, dan dapat juga menyebabkan sebagian anggota badan berpaling dari kiblat. Juga karena shalat itu adalah menghadap Allah.

Merenungi Setiap Gerakan Dan Dzikir-Dzikir Dalam Shalat
Imam Ibnul Qayyim pernah menyatakan : "Ada satu hal yang ajaib, yang dapat diperoleh oleh orang yang merenungi makna-makna Al-Qur'an. Yaitu keajaiban-keajaiban Asma dan Sifat Allah. Itu terjadi, tatkala orang tadi menuangkan segala curahan iman dalam hatinya, sehingga ia dapat memahami bahwa setiap Asma dan Sifat Allah itu memiliki tempat (bukan dibaca) di setiap gerakan shalat. Artinya bersesuaian. Tatkala ia tegak berdiri, ia dapat menyadari ke-Maha Terjagaan Allah, dan apabila ia bertakbir, ia ingat akan ke-Maha Agung-an Allah."

Memelihara Tuma'ninah (Ketenangan), Dan Tidak Terburu-buru Dalam Shalat
Allah berfi rman : "Dan apabila kamu sudah tenang, maka dirikanlah shalat..." (Q.S. An-Nisa' : 103). Ayat di atas jelas mengisyaratkan bahwa ketenangan, adalah faktor vital dalam shalat yang harus diperhatikan. Sehingga "keharusan" shalat bagi seorang mukmin di saat-saat berperang dengan orang-orang ka fir, dilakukan kala ia sudah kembali tenang. Hal ini juga terpahami jelas dari hadits tentang "Shalat orang yang asal-asalan", yang lalu dikoreksi oleh Nabi Saw, bahkan orang itu disuruh mengurangi shalatnya dengan sabda beliau, yang artinya : "...dan ruku'lah sehingga kamu tuma'ninah dalam ruku' itu. lalu tegaklah berdiri sampai kamu tuma'ninah dalam berdiri...dst."

Semangat Dalam Melakukannya
Ini satu hal yang lumrah. Karena tatkala seseorang shalat dengan seenaknya, malas dan tidak bersemangat; jelas tak akan dapat diharapkan kehusyu'annya. Oleh sebab itu, dalam hadits yang diceritakan Anas bin Malik disebutkan bahwa Rasulullah Saw pernah memasuki masjid. Tiba-tiba beliau melihat ada tali yang direntangkan antara dua tiang masjid tersebut. Beliau lantas bertanya: "Untuk apa tali ini?" Para shahabat menjawab: "Itu punyanya Zainab. Kalau dia lagi lemas waktu shalat, itu dijadikan tempat berpegangan." maka beliau bersabda, yang artinya: "Lepaskan tali itu. setiap kamu itu hendaknya shalat dengan bersemangat. Kalau dia memang merasa capek, ya istirahat dulu."
Rasulullah Saw juga pernah bersabda,"Apabila salah seorang di antara kamu mengantuk, sedangkan ia tengah melalukan shalat; hendaknya ia tidur terlebih dahulu sehingga hilang rasa mengantuknya. Karena kalau ia shalat terus, jangan jangan, ia ingin beristighfar malah mencaci dirinya sendiri."

Berkenaan dengan hal itu, Imam An-Nawawi pernah menyatakan : "Hadits tersebut mengandung anjuran agar seorang hamba itu shalat dengan konsentrasi penuh, khusyu', terfokus kirannya kepada Allah dan dengan semangat. Hadits tersebut juga menyuruh orang yang mengantuk selagi shalat itu untuk tidur dulu, atau melakukan hal lain yang dapat menghilangkan rasa kantuknya." Dalam hal ini, nampak sekali kesalahan sebagian kaum Muslimin yang menganggap shalat yang khusyu' itu cenderung harus dilakukan dengan lemah gemulai dan tak bertenaga. Kalau kita tilik kembali tata cara shalat yang diajarkan Nabi Saw akan kita dapati bahwa seluruh gerakan shalat secara kolektif ternyata harus dilakukan dengan bersemangat, bukan dengan melemas-lemaskan tubuh.
Ambil contoh misalnya: ruku'. Di saat melakukan ruku', orang yang shalat diperintahkan untuk meluruskan punggung, namun disamping itu ia juga diperintahkan untuk membengkokkan sedikit kedua tangannya.

Konsekuensinya, ia harus melakukan gerakan itu dengan perhatian penuh, contoh lain, kala bersujud. Di saat bersujud, seorang mukmin harus meluruskan punggungnya, meluruskan pahanya, meletakkan dengan tepat tujuh anggota sujud, menekankan kening ke bumi, bertumpu pada kedua belah telapak tangan, merapatkan kedua telapak kaki, mengarahkan dengan penuh jari-jari kaki kearah kiblat, merenggangkan kedua lengan, menjauhkan perut dengan bumi, disamping juga berdzikir, memanjangkan sujud dan lain-lain. Semuanya itu, tak syak lagi, hanya bisa dilakukan dengan penuh perhatian dan semangat yang tinggi.

Memilih Tempat Shalat Yang Sesuai
Artinya yang memenuhi syarat agar bisa membuat shalat kita menjadi khusyu'. Tempat tadi paling tidak harus memenuhi beberapa kriteria berikut :
1. Tenang, dan jauh dari keributan yang ditimbulkan -mungkin- oleh penuh sesaknya orang-orang yang shalat, sehingga membikin suara yang mengganggu. Sesungguhnya Nabi pernah marah ketika dalam shalat beliau mendengar suara ribut di belakangnya.
2. Hadirnya para malaikat. Artinya, kita menghindari hal-hal atau sesuatu yang menghalangi malaikat (rahmat) untuk memasuki tempat kita menunaikan shalat. misalnya, lukisan benda bernyawa, atau anjing, karena Nabi Saw bersabda : "Para malaikat tidak akan memasuki satu rumah yang didalamnya ada lukisan benda bernyawa, atau anjing." Imam Al-Khitabi menjelaskan : "Yang dimaksud di situ adalah para malaikat yang datang membawa rahmat dan berkah, bukan para malaikat yang mencatat amalan seorang hamba, karena mereka (yang kedua) itu tak pernah berpisah dengan manusia."

Di antaranya lagi, suara-suara musik, juga termasuk di antaranya suara bell lonceng, karena Nabi Saw pernah bersabda : "Sesungguhnya lonceng itu adalah seruling-seruling syetan."

Menghindari Segala Yang Menyibukkan Dan Mengganggu Shalat
Termasuk dalam lingkaran larangan itu, shalat di kala makanan sudah dihidangkan atau shalat di kala sedang menahan buang air kecil atau besar. Nabi Saw bersabda yang artinya : "Janganlah salah seorang di antara kamu shalat, kala makanan dihidangkan atau kala menahan buang air." Diriwayatkan dalam hadits Al-Bukhari dan Imam Muslim: 558, bahwasanya Ibnu Umar pernah dihidangi makanan; saat itu adzan berkumandang, namun beliau terus saja makan sampai selesai. Padahal beliau sudah mendengar suara bacaan imam. Di antaranya yang lain: shalat di bawah terik matahari. Dalam hal ini Rasulullah Saw pernah bersabda, yang artinya : "Apabila matahari bersinar terik atau panas sekali, tundalah waktu shalat hingga cuaca dingin, karena sesungguhnya panas yang terik itu berasal dari uap Narr Jahannam." Yang lainnya lagi: memandang (ketika shalat) sesuatu yang merusak konsentrasi. Dari Anas diceritakan, bahwa Aisyah memiliki kain korden berhias yang menutupi sebagian tembok rumahnya, maka Rasulullah Saw bersabda : "Singkirkan korden itu, sesungguhnya gambar-gambarnya itu terus terbayang dalam diriku di waktu shalat."

Imam Ash-Shan'ani berkomentar : "Sesungguhnya hadits itu mengandung larangan terhadap segala hal yang dapat mengganggu shalat. Baik itu ukiran-ukiran, hiasan-hiasan dan lain-lain.

Memanjangkan Bacaan
Memanjangkan bacaan surat dalam shalat, seringkali membantu proses kekhusyu'an, terutama bagi yang mengerti kandungan makna bacaan itu, atau bagi orang yang dianugerahi Allah kelembutan jiwa. Rasulullah Saw pernah ditanya: "Shalat bagaimana yang paling utama?" Beliau menjawab : "Yang panjang qunut atau kekhusyu'an nya."

Imam Ibnul `Arabi menyatakan : "Aku mencoba menyelidiki sumber-sumber kekhusyu'an; lalu kudapati ada sepuluh perkara, yaitu : Keta'atan, ibadah, kesinambungan melakukan amal shalih, shalat, bangun malam, berdiri panjang (dalam shalat), berdoa, ketundukan, diam tenang, dan tidak menoleh-noleh. Kesemuanya adalah alternatif yang saling terkait. Namun yang paling berpengaruh adalah : ketundukan, berdiam diri dan bangun malam."

Hendaknya kita shalat, seperti shalatnya orang yang akan bepergian jauh (meninggalkan alam fana) Rasulullah Saw pernah menegaskan : "Apabila engkau melakukan shalat, maka shalatlah kamu, dengan shalatnya orang yang akan meninggalkan alam fana..." Yang dimaksud, agar kita shalat dengan shalatnya orang yang rindu untuk berjumpa Allah, bukan shalatnya orang yang gila dunia, yang menjadikan dunia dan segala kesibukannya sebagai bayangan yang selalu terukir dalam benak, masih ada juga beberapa kiat khusyu'lainnya dalam shalat, cukup dikutip sebagian di antaranya sekedar untuk memacu dirt kita agar memperbaiki kualitas shalat kita.

Menghiasi dan menyempurnakannya dengan kekhusyu'an; sehingga pada akhirnya, akan menjadikan kita sebagai mukmin yang penuh keberuntungan, dunia dan akhirat. Lalu, kita berdo'a kepada Allah agar kita dijauhkan dari mereka yang disebutkan dalam fi rman Allah : "Maka sungguh satu kecelakan yang besar bagi meraka yang telah membatu hatinya untuk mengingat Allah, mereka itu dalam kesesatan yang nyata." (Q.S. Az-Zumar : 22).

Posting Komentar untuk "KEKHUSYU'AN SHALAT"