Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer
Allah Swt berfirman : "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang di beri ilmu pengetahuan beberapa derajat." (Q.S. Al-Mujadalah : 11). Rasulullah Saw bersabda : "Barang siapa yang menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia, wajiblah ia memiliki ilmu, barang siapa yang ingin selamat dan berbahagia di akhirat, wajiblah ia mengetahui ilmu dan barangsiapa yang menginginkan kedua-duanya, wajiblah ia memiliki ilmu kedua-duanya pula." (H.R. Bukhari dan Muslim).

REFERENSI TENTANG WUDLU' ALA RASULULLAH

MENGUSAP TELINGA PADA WUDHU’
Sewaktu berwudhu’, di tengah-tengah lingkungan umat Islam di masyarakat, kebanyakannya dari mereka ketika selesai mengusap kepala, lalu mengambil air lagi untuk di gunakan mengusap telinga, hal ini termasuk hal yang agak berbeda dalam berwudhu’ sebagaimana yang di lakukan Rasulullah, di tegaskan sedemikian karena dua alasan, yaitu : Dasar yang di pakai tentang di syari’atkannya mengambil air baru, untuk berwudhu’ pada telinga, adalah bersumber dari hadits yang lemah, yaitu dari hadits ‘Abdullah bin Zaid yang berbunyi :
إِنَّهُ رَأَى رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ يَتَوَضَّأُ فَأَخَذَ لِأُذُنَيْهِ مَاءً خِلاَفَ الَّذِيْ أَخَذَ لِرَأْسِهِ
Artinya : “Sesungguhnya ia melihat Rasulullah Saw berwudhu’ lalu beliau mengambil untuk kedua telinganya air selain dari air yang dia ambil untuk kepalanya.”
Hadits dengan lafazh ini di iriwayatkan oleh Imam Al-Baihaqy dari Al-Haitsam bin Kharijah, Ibnu Wahb, ‘Amir bin Harits, ‘Itban bin Waqi’ Al-Anshary dari ayahnya dan dari ‘Abdullah bin Zaid, Imam Al-Baihaqy juga menyebutkan bahwa ada rawi lain, juga meriwayatkan hal yang sama dari Ibnu Wahb yaitu, ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Imran bin Miqlash dan Harmalah bin Yahya.
Nah, hadits ini tergolong hadist Syadz (lemah), sebagaimana yang di isyaratkan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Kitab Bulughul Maram, kami menetapkan Syadznya hadits ini karena tiga faktor, yaitu :
1.    Imam Muslim meriwayatkan hadits ini dari jalan Ibnu Wahb tetapi dengan lafazh yang berbunyi :
وَمَسَحَ بِرَأْسِهِ بِمَاءٍ غَيْرِ فَضْلِ يَدِهِ
Artinya : “Dan beliau (Rasulullah) mengusap kepalanya dengan air bukan sisa (air untuk mencuci) tangannya.”
Imam Ibnu Turkumany, dalam Kitab Al-Jauhar An-Naqy, menyebutkan bahwa Ibnu Daqiq Al-Ied melihat dalam riwayat Ibnul Muqri’ dari Harmalah dari Ibnu Wahb bukan seperti lafazh Al-Baihaqy tetapi seperti lafazh Muslim.
2.    Enam orang perawi, semua meriwayatkan dari Ibnu Wahb dan mereka menyebutkan hadits dengan lafazh riwayat Muslim, Enam rawi itu adalah : Harun bin Ma’ruf, Harun bin Sa’id, Abu Ath-Thahir, Hajjaj bin Ibrahim Al-Azraq, Ahmad bin ‘Abdirrahman bin Wahb, dan Syuraij bin Nu’man, riwayat mereka ada dalam Kitab Shahih Muslim, Musnad Abu ‘Awanah dan Musnad Ahmad.
Jadi nampak dan jelaslah, bahwa dari sini ada kesalahan riwayat dari Al-Baihaqy yang menetapkan bahwa telinga di usap dengan air tersendiri, sehingga riwayat ini tidak bisa di pakai untuk sebagai dasar, mengambil air tersendiri untuk kedua telinga adalah menyelisihi sunnah Rasulullah Saw, sebab dalam satu hadits yang shahih, Rasulullah Saw menyatakan sebagai berikut :
الْأُذُنَانِ مِنَ الرَّأْسِ
Artinya : “Kedua telinga itu bagian dari kepala.”
Maksud dan arti dari hadits ini adalah bahwa telinga itu bagian dari kepala dan hukumnya sama dengan kepala, karena bagian dari kepala, maka kedua telinga di usap dengan air yang di ambil untuk kepala, sebagai kesimpulan, bahwa kedua telinga di usap dengan air lebih dari kepala setelah mengusap kepala dan tidak di syaratkan mengambil air tersendiri untuk telinga, Wallahu a’lam bissawwab.
Ibnu Taimiyah berkata, “Dan cara wudhu’ yang pasti dari beliau Rasulullah Saw dalam riwayat Ash-Shahihain (Bukhary-Muslim) dan lain-lainnya dan dari beberapa jalan perawi, tidak ada padanya (keterangan) mengambil air baru bagi telinga.” demikian seperti yang di katakan dalam Shahih Bukhari dan Muslim. Ibnul Qayyim juga berkata,“Dan tidak tsabit (tetap/shahih) dari beliau, bahwa beliau mengambil untuk kedua (telinga)nya air baru.” Ini ada pada Kitab Ibnul Qayyim dalam Zadul Ma’ad, jadi pendapat yang kami kuatkan di sini adalah pendapat dari Jumhur ulama, lihat pada Al-Mughny, Al-Majmu’, Nailul Authar dan lain-lainnya.

MENGUSAP LEHER DAN TENGKUK PADA WUDHU’
Kesalahan dalam berwudhu’ juga di temui pada mengusap leher atau sebagian dari yang lain, seperti mengusap tengkuk, kesalahan ini adalah jelas karena tidak ada hadits yang shahih yang menunjukkan hal tersebut, yang ada hanyalah hadits-hadits yang lemah ataupun palsu, di antaranya :
Hadits Laits bin Abi Sulaim dari Thalhah bin Musharrif, dari ayahnya, dari kakeknya, yaitu :
إِنَّهُ رَأَى رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ يَمْسَحُ رَأْسَهُ حَتَّى بَلَغَ القَذَالَ وَمَا يَلِيْهِ مِنْ مُقَدَّمِ الْعُنُقِ
Artinya : “Sesungguhnya beliau melihat Rasulullah Saw mengusap kepalanya hingga ke belakang kepala (tengkuk) dan yang setelahnya dari permulaan batang leher.”
Hadits ini di riwayatkan oleh Imam Ahmad, Abu Daud, Al-Baihaqy dan Ath-Thahawy dalam Syarah Ma’an Al-Atsar, Ath-Thabarany dan Al-Khatib dalam Tarikh Baghdad, di dalam sanadnya ada perawi yang bernama Laits bin Abi Sulaim dan ia adalah seorang rawi yang lemah, juga riwayat Thalhah bin Musharrif dari ayahnya dari kakeknya, dan ada kelemahan sebagaimana yang telah di jelaskan pada pembahasan memisah antara berkumur-kumur dan menghirup air kedalam hidung, karena itulah Imam An-Nawawy dalam Al-Majmu’, berkata,“Ia adalah hadits yang lemah menurut kesepakatan (para ulama).”
Ada lagi hadits yang berbunyi mengenai hal ini adalah sebagai berikut :
مَسَحُ الرَّقَبَةِ أَمَانٌ مِنَ الْغُلِّ
Artinya : “Mengusap leher adalah pengaman dari Al-Ghill (dengki, iri hati, benci).”
Juga hadits yang berbunyi demikian,
مَنْ تَوَضَّأَ وَمَسَحَ عُنُقَهُ لَمْ يُغَلَّ بِالْأَغْلاَلِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Artinya : “Siapa yang berwudhu’ dan mengusap lehernya, ia tidak akan di belenggu dengan (rantai) belenggu hari kiamat.”
Kedua hadits di atas adalah hadits palsu sebagaimana yang di terangkan oleh Imam Al-Albany dalam Silsilah Al-hadits Adh-Dha’ifah wal Maudhu’ah (Kitab tentang keterangan hadist palsu), Imam An-Nawawy berkata,“Tidak ada sama sekali (hadits) yang shahih dari Nabi Saw yang ada di dalamnya (yakni dalam masalah mengusap leher atau tengkuk).” Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah juga berkata dalam Al-Fatawa,“Tidak benar dari Nabi Saw bahwa beliau mengusap lehernya dalam wudhu’, bahkan tidak di riwayatkan hal tersebut dari beliau dalam hadits yang shahih, bahkan hadits-hadits shahih, yang di dalamnya ada (penjelasan) sifat wudhu’ Nabi Saw, (menerangkan bahwa) beliau tidak mengusap lehernya.  Karena itulah, hal tersebut tidak di anggap sunnah oleh Jumhur Ulama seperti Malik, Ahmad dan Syafi’i dalam madzhab mereka, dan siapa yang meninggalkan mengusap leher, maka wudhu’nya adalah benar menurut kesepakatan para ulama.” Ibnul Qayyim juga berkata dalam Kitab Zadul Ma’ad,“Tidak ada satu hadits pun yang shahih dari beliau tentang mengusap leher.”

BERDO’A SETIAP KALI MENCUCI ANGGOTA WUDHU’
Jika ada orang yang berwudhu’, ketika ia berkumur – kumur lalu membaca,
اللَّهُمَّ اسْقِنِيْ مِنْ حَوْضِ نَبِيَّكَ كَأْسًا لاَ أَظْمَأُ بَعْدَهُ أَبَدُا
Artinya : “Ya Allah berilah saya minum dari telaga NabiMu satu gelas yang saya tidak akan haus selama-lamanya.”
Lalu ketika ia mencuci wajah, dia juga membaca,
اللَّهُمَّ بَيِّضْ وَجْهِيْ يَوْمَ تَسْوَدُّ الْوُجُوْهُ
Artinya : “Ya Allah, putihkanlah wajahku pada hari wajah-wajah menjadi hitam.”
Ketika ia mencuci tangan, dia membaca,
اللَّهُمَّ أَعْطِنِيْ كِتَابِيْ بِيَمِيْنِيْ وَلاَ تُعْطِنِيْ بِشِمَالِيْ
“Ya Allah, berikanlah kitabku di tangan kananku dan janganlah engkau berikan di tangan kiriku.”
Selanjutnya ketika ia mengusap kepala, dia membaca,
اللَّهُمَّ حَرِّمْ شَعْرِيْ وَبَشَرِيْ عَلَى النَّارِ
Artinya : “Ya Allah, haramkanlah rambut dan kulitku dari api neraka.”
Lalu ketika ia mengusap telinga dia membaca,
اللَّهُمَّ اجْعَلْنِيْ مِنَ الَّذِيْنَ يَسْتَمِعُوْنَ الْقَوْلَ فَيَتَّبِعُوْنَ أَحْسَنَهُ
Artinya : “Ya Allah, jadikanlah saya dari orang - orang yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti yang terbaiknya.”
Ketika ia mencuci kaki dia membaca,
اللَّهُمَّ ثَبِّتْ قَدَمِيْ عَلَى الصِّرَاطِ
“Ya Allah, kokohkanlah kedua kakiku di atas jembatan (hari kiamat).”
Do’a-do’a di atas banyak di sebutkan oleh orang-orang kemudian dari kalangan Syafi’iyah, dan ini adalah perkara yang keliru, karena tidak ada sama sekali dasar dalilnya, bahkan Imam Besar ulama Syafi’iyah, yang di kenal dengan nama Imam An-Nawawy, menegaskan, bahwa do’a ini tidak ada asalnya dan tidak pernah di sebutkan oleh orang-orang terdahulu (shalaf) di kalangan Syafi’iyah, maka dengan ini tidaklah di ragukan bahwa do’a ini termasuk bid’ah sesat dalam wudhu’ yang harus di tinggalkan. Lihat keterangannya pada Kitab Al-Majmu’, Wallahu ta’ala a’lam wa fauqa kulli dzi ‘ilmin ‘alim.

MENGUSAP KEPALA 3 (TIGA) KALI PADA WUDHU’
Berdasarkan hadits yang di riwayatkan dari Ar-Rubayyi’ bintu Mu’awwidz,
وَمَسَحَ رَأْسَهُ مَرَّتَيْنِ
Artinya : “Dan beliau mengusap kepalanya dua kali.”
Hadits ini dikeluarkan oleh ‘Abdurrazzaq dalam Al-Mushannaf, Abu Daud, At-Tirmidzy, Ibnu Majah, Ahmad, Ath-Thabarany dan Al-Baihaqy,  kesemua hadist ini dari jalan ‘Abdullah bin Muhammad bin ‘Aqil, dan dia ini adalah perawi yang di perselisihkan oleh para ulama apakah bisa di terima haditsnya atau tidak.  Kami lebih suka ke pendapat Syeikh Muqbil Rahimahullah yang menguatkan akan lemahnya riwayatnya, apalagi dalam hadits ini dia telah guncang dalam meriwayatkannya, keguncangan tersebut karena di dalam riwayat yang lain di sebabkan oleh hadist yang di keluarkan Abu Daud, At-Tirmidzi, Ibnu Abi Syaibah, Al-Baihaqy, Ath-Thabarani dan Ibnul Jauzy. ‘Abdullah bin Muhammad bin ‘Aqil menyebutkan, bahwa mengusap kepala satu kali bukan dua kali, maka hal ini memperkuat akan lemahnya hadits ini, Wallahu a’lam bissawaab.
Berdasarkan hadits dari Sahabat Rasulullah Saw, yaitu : ‘Utsman bin ‘Affan Ra berkata tentang ini, yaitu ; “Telah di riwayatkan dari riwayat-riwayat yang aneh dari ‘Utsman Ra tentang pengulangan dalam mengusap kepala, akan tetapi riwayat-riwayat tersebut bersamaan dengan berselisihnya dari riwayat para “ahli hafal” yang tsiqah dan bukanlah dapat jadi hujjah di kalangan Ahli Ma’rifat atau para ulama, walaupun sebagian dari orang-orang Syafi’iyah berhujjah dengannya.” Abu Daud juga mengatakan dalam Kitab As-Sunan, “Hadits-hadits ‘Utsman yang shahih semuanya menunjukkan bahwa mengusap kepala itu hanya sekali saja.”
Ini kesimpulan secara umum tentang lemahnya riwayat mengusap kepala tiga kali dalam wudhu’, dari hadits ‘Utsman bin ‘Affan Ra, atas lemahnya hadist tersebut dapat kami uraikan sebagai berikut, yakni ;
Di sebutkannya mengusap kepala 3 (tiga) kali dalam Hadits Utsman bin ‘Affan Ra, adalah dapat di temui dari beberapa jalan, sebagai berikut :
1.    Dari jalan Abdurrahman bin Wardan, dari Abu Salamah, dari Humran dan dari Utsman bin ‘Affan Ra, yang di riwayatkan oleh Abu Daud, Al-Bazzar, Ad-Daraquthny, Al-Maqdasy, dan Al-Baihaqy, nah, Abdurrahman bin Wardan ini perawi yang lemah di tingkat syawahid (pendukung hadist);
2.    Dari Amir bin Syaqiq bin Jamrah, Syaqiq bin Salamah dan dari ‘Utsman bin Affan Ra yang di riwayatkan oleh Abu Daud, Ad-Daraquthny dan Al-Baihaqy, dalam sanad hadits ini ada dua yang cacat, yaitu : Pertama, Amir bin Syaqiq, dia merupakan layyinul hadits, sebagaimana kesimpulan yang di sampaikan oleh Ibnu Hajar dalam Kitab At-Taqrib. Kedua, Amir bin Syaqiq telah goyah dalam meriwayatkan hadits ini, sebab dalam Sunan Abu Daud, Musnad Al-Bazzar, dan Shahih Ibnu Khuzaimah, dia meriwayatkan hadits yang sama dan tidak menyebutkan bahwa kepala di usap 3 (tiga) kali.
3.    Dari Muhammad bin ‘Abdillah bin Abi Maryam, Ibnu Darah Maula ‘Utsman, dan dari Utsman. Di keluarkan oleh Ahmad, Ad-Daraquthny, Al-Baihaqy, Al-Maqdasy dan Ibnu Jauzy. Ibnu Darah ini adalah tergolong majhulul hal (tidak di kenal), sebagaimana yang di katakan oleh Ibnu Hajar dalam Kitabnya At-Talkhis dan ada kemungkinan dia guncang dalam meriwayatkan hadits ini, sebab dalam riwayat Al-Bazzar tidak di sebutkan mengusap kepala tiga kali.
4.    Dari jalan Ishaq bin Yahya, Mu’awiyah bin ‘Abdillah bin Ja’far bin Abi Thalib yang dari ayahnya dan dari Utsman. Hal ini di keluarkan oleh Imam Ad-Daraquthny dan Al-Baihaqy,  di sebutkan bahwa yang bernama Ishaq bin Yahya ini adalah tergolong hadits matrukul (di tinggalkan haditsnya).
5.    Dari jalan Shalih bin Abdul Jabbar, Ibnu Bailamany dan dari ayahnya, dan Utsman bin ‘Affan, di riwayatkan oleh Imam Ad-Daraquthny dan di dalam sanadnya ada tiga kelemahan :
a.    Shalih bin ‘Abdul Jabbar meriwayatkan hadits-hadits yang mungkar dari Ibnul Bailamany, ini yang di keluarkan Al-‘Uqaily dalam komentarnya.
b.    Ibnul Bailamany, namanya adalah Muhammad bin Abdurrahman, dia ini perawi yang mungkar hadits, bahwa dia di anggap Muttaham (di curigai berdusta) oleh Ibnu ‘Ady dan Ibnu Hibban.
c.    Ayah Ibnul Bailamany, yaitu ‘Abdurrahman, adalah tergolong dha’if sebagaimana yang di katakan oleh Al-Hafidz Ibnu Hajar, ini tercantum dalam kitab Mizanul I’tidal, Lisanul Mizan, Taqribut Tahdzib dan lain-lain.
Berdasarkan hadits ‘Ali bin Abi Thalib.
Imam Az-Zaila’iy dalam kitabnya, Nashbur Rayah, menyebutkan bahwa ada tiga jalan dalam hadits ‘Ali bin Abi Thalib yang menyebutkan bahwa kepala di usap tiga kali, berikut ini uraian asal hadist dari jalan-jalan sebagai berikut :
1.    Dari jalan Abu Hanifah yang meriwayatkan dari Khalid bin ‘Alqamah, ‘Abdul Khair, dan dari Ali, di riwayatkan oleh Abu Hanifah yang sebagaimana dalam musnadnya, dan oleh Abu Yusuf dalam Kitabul Atsar serta Al-Baihaqy, di dalamnya hal ini ada dua kelemahan :
a.    Abu Hanifah dha’if menurut jumhur ulama Al-Jarh wat-ta’dil, baca Nasyru Ash-Shahifah karya Syeikh Muqbil Rahimahullah.
b.    Imam Ad-Daraquthny menyebutkan bahwa Abu Hanifah telah menyelisihi sekelompok ulama Al-Huffadz (ahli penghafal), seperti Zaidah bin Qudamah, Sufyan Ats-Tsaury, Syu’bah, Abu ‘Awanah, Syarik, Ja’far bin Harits, Harun bin Sa’d, Ja’far bin Muhammad, Hajjaj bin Artha`ah, Aban bin Taghlib, Ali bin Shalih, Hazim bin Ibrahim, Hasan bin Shalih dan Ja’far Al-Ahmar. Semuanya menyebutkan bahwa kepala hanya di usap satu kali, bukan tiga kali. Demikian di tuliskan dalam kitab Az-Zaila’iy dan dalam kitab Nashbur Rayah dan ‘Ilal Ad-Daraquthny.
2.    Di riwayatkan oleh Imam Al-Bazzar dalam Musnadnya dari jalan Abu Daud Ath-Thayalisi,  Sallam bin Sulaim Abul Ahwash, Abu Ishaq, Abu Hayyah bin Qais, dan dari ‘Ali Karamallahu wajhah, dan ini semua di sebutkan, bahwa beliau mengusap kepalanya tiga kali, demikianlah riwayat dari Al-Bazzar, tapi riwayat ini menjadi perselisihan oleh para imam-imam lainnya, seperti Abu Daud, At-Tirmidzy, An-Nasa`i, Ibnu Majah dan Al-Bukhary dalam Kitab Al-Kuna, Abdullah bin Ahmad dalam Kitab Zawa’id Al-Musnad, Abu Ya’la dan Al-Maqdasy dalam Al-Mukhtarah serta Al-Baihaqy, dari sini maka terlihat jelaslah ada kesalahan dalam riwayat Al-Bazzar, tetapi dari mana asal kesalahan ini, sedangkan seluruh rawi Al-Bazzar Kitab Muhtajun Bihim di pakai untuk berhujjah, kami lebih condong menitik beratkan kesalahan pada Al-Bazzar, karena beliau memiliki kelemahan dari sisi hafalannya, Wallahu a’lam bissawaab.
3.    Di riwayatkan oleh Imam Ath-Thabarany dalam Musnad Asy-Syamiyyin, di dalam sanadnya terdapat rawi-rawi yang tidak temukan biografinya, dan ada rawi yang bernama Sulaiman bin Abdurrahman, yakni dha’if, dan rawi lain bernama ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Ubaidillah Al-Himsyi, ini juga dha’if, kadang-kadang meriwayatkan hadits mungkar.
Berdasarkan hadits Abu Hurairah.
Di riwayatkan oleh Imam Ath-Thabarani dalam Kitab Al-Ausath, dari Abu Hurairah Ra, beliau berkata,
أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ تَوَضَّأَ فَمَضْمَضْ ثَلاَثًا وَاسْتَنْشَقَ ثَلاَثًا وَغَسَلَ وَجْهَهُ ثَلاَثًا وَغَسَلَ يَدَيْهِ ثَلاَثُا وَمَسَحَ بِرَأْسِهِ ثَلاَثًا وَغَسَلَ قَدَمَيْهِ ثَلاَثًا
Artinya : “Sesungguhnya Rasulullah berwudhu’ maka beliau berkumur-kumur tiga kali dan menghirup air tiga kali dan mencuci wajahnya tiga kali dan mencuci kedua tangannya tiga kali mengusap kepalanya tiga kali dan mencuci kedua kakinya tiga kali.”
Hadist ini di dalam sanadnya terdapat dua yang cacat, yaitu :
1.    Guru Imam Ath-Thabarani, Muhammad bin Yahya bin Al-Mundzir Al-Qazzaz Al-Bashri, tidak di sebutkan padanya jarh dan ta’dil.
2.    Amir bin ‘Abdul Wahid Al-Ahwal, ini di simpulkan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Kitab Taqribut Tahdzib, bahwa beliau adalah Shaduqun Yukhti`u, artinya ia menurut penilaian Al-Hafizh hanyalah di pakai sebagai pendukung saja, kemudian tidak pantas ia bersendirian dari ‘Atha` bin Abi Rabah dalam meriwayatkan hadits yang seperti ini, karena ‘Atha` adalah seorang rawi yang terkenal mempunyai banyak murid, lalu di mana murid-muridnya yang lain yang lebih senior, kenapa mereka tidak meriwayatkan hadits ini?
Kesimpulan sekarang adalah berdasarkan dari uraian di atas, jelaslah lemah pendapat bahwa kepala boleh di usap lebih dari satu kali, berarti dengan hal ini nampak kuat pendapat, bahwa kepala hanya di usap satu kali, pendapat inilah yang di kuatkan oleh Ibnu Qudamah, Ibnu Taimiyah, Syeikh Muqbil, dan lain-lain, Wallahu a’lam bissawwab, ini bersumber dari Kitab Al-Mughny, Al-Majmu’ dan Al-Fatawa.

Posting Komentar untuk "REFERENSI TENTANG WUDLU' ALA RASULULLAH"