PENGERTIAN QALB, AQL, NAFS DAN RUH
Menurut Imam Al-Ghazali istilah Ruh, Qalb, Aql dan Nafs sama-sama mempunyai dua makna. Kata qalb bermakna hati dalam bentuk fisik maupun hati dalam bentuk non fisik. hati dalam bentuk fisik adalah bagian tubuh manusia yang sangat penting karena penjadi pusat aliran darah ke seluruh tubuh, darah ini pula yang membawa kehidupan, oleh karena itu Rasulullah bersabda: ”Sesungguhnya dalam diri manusia terdapat segumpal daging, jika gumpalan daging itu bagus maka akan baguslah seluruh anggota tubuh, jika gumpalan daging itu rusak maka akan rusak pula seluruh anggota tubuh. ketahuilah, gumpalan daging itu adalah jantung (Qalb).” Berdasarkan hadits ini sebenarnya tidak tepat kalau Qalb itu di artikan dengan hati, tetapi yang tepat adalah jantung. Lalu muncul hati yang bisa sedih, suka menangis, atau suka tersinggung.
Berikutnya di jelaskan bahwa hati kita inilah yang menentukan seluruh kepribadian kita. kalau hati kita bersih, akan bersihlah seluruh akhlak kita. Yang ini bukan hati dalam pengertian fisik, akan tetapi hati dalam pengertian ruhani. Oleh karena itu Kata Al-Ghazali, ada makna hati yang kedua, yaitu : Lathifah Rabbaniyah Ruhaniyyah. (sesuatu yang lembut yang berasal dari Tuhan dan bersifat ruhaniyah), lathifah itulah yang membuat kita mengetahui atau merasakan sesuatu kata Al-Qur’an, hati itu mengetahui merasakan, juga memahami, jadi hati adalah suatu bagian ruhaniyah yang kerjanya memahami sesuatu, itulah Qalb.
Menurut para sufi, hati juga merupakan bagian dari diri kita yang dapat menyingkap ilmu-ilmu ghaib, ada riwayat yang menyebutkan bahwa kita mempunyai dua pasang mata: yaitu mata lahir dan mata bathin, jadi hati adalah lathifah yang mempunyai mata untuk bisa melihat atau menembus hal-hal yang ghaib. Dengan hati juga kita dapat melihat tuhan, kata Imam Al-Ghazali, hati itu hati dapat membawa kita kepada ilmu mukasyafah yakni ilmu yang menyingkapkan hal-hal Gha’ib.
Hal itu erat kaitannya dengan ruh. Ruh juga mempunyai dua arti. ada ruh yang berkaitan dengan tubuh yang erat kaitannya dengan jantung ini, yang beredar bersama peredaran darah. Kalau darah sudah tidak beredar lagi dan jantung kita sudah berhenti ruh itupun tidak ada. Itulah ruh dalam bentuk jasmani yang terikat dengan jasad. Selain itu juga ada ruh dalam arti yang kedua yang ajaibnya definisinya sama dengan hati, yaitu lathifah Rubbaniyah Ruhaniyan, secara abstrak atau maknawi ruh sama dengan hati.
Ruh itulah yang merasakan penderitaan atau kebahagiaan. Orang barat mungkin menyebutnya mind, kita menyebutnya jiwa. Selanjutnya adalah persoalan hati. Menurut Al-Ghazali yang menjadi perhatian kita bukanlah hati fisik, biarlah itu menjadi urusan dokter saja, yang menjadi urusan kita adalah lathifah rabbaniyah ruhaniyah adalah suatu yang sangat lembut. Tuhan juga di sebut dengan Al-Latif (yang maha lembut). lahtifah berarti juga lutf yang artinya anugrah. Jadi Al-Latif berarti dzat yang memberi anugrah. Berikutnya adalah Akal. Ia juga memiliki dua nama, ada akal sebagai ilmu tentang sesuatu sehingga orang yang berakal adalah orang yang mengetahui ilmu tentang sesuatu, dalam makna ini, akal sama dengan ilmu, selain itu akal juga berarti sesuatu di dalam diri kita menjadi yang menjadi alat untuk memperoleh ilmu, jadi akal bisa di sebut sebagai ilmu itu sendiri, dan bisa juga sebagai alat untuk memperoleh ilmu, hal itu berarti sama artinya dengan hati, latifah rubbaniyah ruhaniyah mudrikah alimah arifah. jadi bagian dari kita untuk mengetahui sesuatu di sebut akal. Alhasil ternyata tidak ada perbedaan antara ruh, hati dan akal. ketiganya sama-sama merupakan sesuatu yang merasakan kepedihan atau kebahagiaan yang tidak berkaiatan dengan jasmani. Orang dapat merasakan pedih tampa mengalami gangguan fisik, sedikitpun. tubuhnya normal tetapi mengalami kepedihan yang luar biasa. Dalam penelitian modern di sebutkan bahwa yang merasalan sakit di tubuh kita sebetulnya bukan tubuh, akan tetapi ruh. Dalam dunia yang tidak modern juga, orang orang mengetahui bahwa kalau seseorang tidak mempunyai ruh, ia tidak akan merasakan sakit apapun, meski tubuhnya di potong-potong. Hal ini membuktikan bahwa yang merasakan sakit bukan tubuh kita, tetapi ruh kita atau qalb atau akal-dalam definisi lathif sesuatu yang merasakan kepedihan atau kebahagiaan yang tidak berkaitan dengan jasmani. Orang bisa merasa sangat pedih tanpa mengalami gangguan fisik sedikitpun. Tubuhnya normal tetapi ia mengalami kepedihan yng luar biasa. Dalam penelitian modern di sebutkan bahwa yang merasakan adalah lathifah rabbaniyah ruhiyyah. Orang-orang modern mencoba membuktikan hal ini dengan hipnotis, misalnya seseorang menghipnotis anda dan menyuruh anda tidur. Kemudian ia memberikan posthypnotic suggestion (sugesti pasca hipnotis) kepada anda, sehingga ketika bangun dari tidur, anda tidak merasakan apa-apa meskipun tubuh anda dikerat-kerat. meskipun anda sadar, anda tidak merasakan sakit sedikitpun, sebab ruh anda sudah diperintahkan untuk tidak merasakan sakit. Jadi yang merasakan sakit itu bukan tubuh kita, tetapi ruh. Yang mendengar, melihat dan merasa sakit adalah ruh. Jika ruhanda tidak mau merasakan, anda pun tidak akan merasakannya, kalau anda di kejar ular, lalu anda lari dengan cepat sehinggga menginjak pecahan-pecahan kaca, anda tidak akan merasakan sakit setelah anda selamat yakni ketika anda sudah tidak memperhatikan ular lagi, barulah ruh anda akan memperhatikan kaki anda. Semula tidak merasa, kini terasa sakit. Sebab, saat itu ruh sedang memperhatikan pecahan-pecahan kaca bukan ular lagi. Berikutnya adalah Nafs, di kalangan ulama, nafs itu bermakna dua. Pertama, nafs dalam arti jelek yakni Al-Hawa yang di dalam bahasa Indonesia sering di gabungkan menjadi satu, yakni hawa nafsu tugas kita adalah membersihkan hati kita dari nafsu. Hati yang bersih dari nafsu oleh Al-Qur’an di sebut dengan qalbun salim, tidak akan di ganggu syaithan. Kalau kita shalat lalu kita datang kepadanya dengan hati yang di penuhi oleh makanan syaithan, dzikir yang kita ucapkan tidak akan dapat mengusir syaithan, syaithan akan tetap bertengger di sekitar kita. Begitu kita lengah, ia akan masuk dan bersarang di hati kita memakan makanannya, yang di antaranya adalah Al-Hawa tersebut. Di ceritakan bahwa sesuatu ketika syaithan datang kepada Ibn Al-Aajjaj dan berkata, ia tidak menemukan makananya di dalam diri orang-orang salih. Ia kekurangan makanan karena orang mukmin yang salih itu menghancurkan hawa nafsunya. Kedua, nafs, yang berarti manusia secara keseluruhan. Hakikat diri kita itu adalah nafs kita, ego atau diri kita.
Dalam Al-Qur’an, pengertian nafs bermacam-macam. Paling tidak ada tiga : (1) Nafsu Ammarah, (2) Nafsu Lawwamah dan (3) Nafsu Muthma’innah.
Ammarah berasal dari kata amara. Dalam Surah Yusuf di sebutkan: “Sesungguhnya nafsu itu menyuruh (ammaratun ) berbuat jelek”. (Q.S. 12 : 53).
Ammarah artinya yang memerintahkan yang mendesahkan, atau yang mengajak. Nafsu ini merupakan nafsu dalam tingkatan yang paling rendah, nafsu yang masih suka menyuruh orang mengikuti hawa nafsunya yang tunduk kepada ghadab dan syahwat serta sifat-sifat kebinatangannya.
Nafsu yang kebih tinggi adalah nafsu lawwamah. Jika seseorang mengetahui dirinya selalu mengikuti nafsunya, lalu ia menyesali dan mengadili dosa-dosanya, itulah yang di sebut nafsu lawwamah, Allah bersumpah dengan macam pengadilan : “Aku bersumpah dengan hari kiamat dan aku bersumpah dengan nafsu lawamah”. (Q.S. 75 : 1-2). Ada tiga macam pengadilan, berurutan dari yang paling tidak adil hingga yang paling adil. Pengadilan yang paling tidak adil adalah pengadilan di dunia. Mungkin pengadilan di dunia ini merupakan pengadilan yang paling banyak tidak adilnya. Sebab di sini keadilan di ukur dengan seberapa kuat atau lemahnya seseorang. Lalu ada pengadilan yang agak adil, yakni pengadilan hati nurani, yang di sebut nafsu lawwamah. Diri kita menjadi hakim yang mengadili, yang membuat kita gelisah. Di situ tidak bisa lagi berbohong. Akan tetapi nafsu Lawwamah ini hanya bisa mengecam saja. Ia tidak bisa menjatuhkan hukuman kepada seseorang yang bersangkutan. Oleh karena itu, ada pengadilan yang paling adil, yaitu pengadilan hari kiamat. Di situ orang tidak bisa berdusta dan tidak bisa menghindar lagi. Di situ juga akan di tetapkan hukuman yang seadil adilnya. Tidak ada satupun orang yang luput dari pengadilan tuhan. Itulah pertama kali Allah bersumpah dengan hari kiamat. Yang terakhir, yakni diri yang paling tinggi adalah diri sesudah tunduk kepada kehendak Allah, yang sudah meninggalkan hawa nafsunya. Diri itulah yang kelak ketika kembali kepada tuhan hanya akan di sapa dengan penuh kemesraan : “Wahai jiwa yang tenang! Kembalilah kamu kepada tuhanmu dengan perasaan rela dan direlakan.” (Q.S. 89 : 27-28). Nafsu muthmainnah adalah orang yang datang kepada Allah dengan hati yang bersih.
Hadist Tentang Hati
Qalb mempunyai dua makna: Qalb dalam bentuk fisik dan qalb dalam bentuk ruh. Dalam arti fisik, Qalb dapat kita terjemahkan sebagai “jantung”. Dalam hubungan inilah Rasulullah bersabda,"Di antara tubuh itu ada mudghah, ada suatu daging; yang apabila ia baik, maka baiklah seluruh tubuh dan apabila ia rusak, maka rusaklah seluruh tubuh itu. Ketahuilah mudghah itu adalah qalb.” Orang sering menerjemahkan qalb di sini sebagai “hati”, sehingga mereka berkata, "Kalau hati kita ini bersih maka seluruh tubuh kita bersih.” Padahal sebenarnya yang di maksud di sini adalah hati dalam bentuk jasmani. Karena Rasulullah menyebutnya segumpal daging. Itulah yang di maksud oleh Rasulullah bahwa di dalam tubuh kita ada segumpal daging yang apabila daging itu baik, maka baiklah seluruh tubuh dan apabila rusak maka rusaklah seluruh tubuh. Dan segumpal daging itu adalah Al-Qalb, jantung dalam bentuk fisik. Ada juga qalb dalam arti kekuatan ruhaniah yang mampu melakukan peng-idrak-an.
Idrak adalah memahami, mempersepsi dan mencerapi. Misalnya perasaan sedih dan gembira, yang berpikir dan yang merenungkan itu kekuatan batin yang di sebut qalb. Dan ini dalam bahasa indonesia di sebut hati. Sehingga kalau ada sebutan, "Hatinya hancur,” maka yang di maksud bukan jantungnya hancur tetapi ada bagian jiwa orang itu yang hancur. Ketika Nabi mengatakan,”Ada segumpal daging dalam tubuh,” Nabi juga melambangkan peran hati dalam kesehatan jiwa. Sebagaimana jantung memegang peranan penting dalam kesehatan tubuh, maka begitu pula hati.
Ia memegang peranan amat penting dalam kesehatan ruhani kita. Kalau hati kita rusak, maka seluruh ruhani kita rusak dan kalau hati kita baik, seluruh ruhani kita baik.
Banyak hadits nabi yang membicarakan qalb ini. Di antaranya, Rasulullah mengatakan bahwa “Qalb ini karena sifat berubah-ubahnya bagaikan selembar bulu dipadang pasir yang bergantung pada akar pepohonan kemudian dibolak-balik oleh angin dari atas kebawah “. Ketika Rasulullah menggambarkan hati itu seperti selembar bulu yang tergantung di atas pohon yang di tiup angin, beliau mengingatkan kita agar berhati-hati menghadapi perubahan itu. Karena itu, ada do’a yang di ajarkan Nabi untuk mengokohkan hati, yaitu “Teguhkanlah hatiku dalam agama-mu”.
Dalam pertanggung jawaban yang berkaitan dengan amal manusia, Allah menghukum bukan hanya amal lahiriyah dalam bentuk perbuatan yang jelek tetapi juga niat yang jelek yang tersembunyi dalam hati. Al-Qur’an mengatakan : “Allah mennghukum kamu dengan apa yang dilakukan oleh hati kamu.” (Q.S. 2 : 225). Dalam ayat lain di sebutkan "Janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui, sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati kamu akan di mintai pertanggungjawaban.” (Q.S. 17 : 36). Jadi, jangan mengira kalau kita punya niat yang jelek itu tidak di mintai pertanggungjawaban. Itu juga di hukum. "Tidakkah mereka mengetahui bahwa Allah mengetahui segala yang mereka sembunyikan dan segala yang mereka nyatakan". (Q.S. 2 : 27).
Jadi, termasuk niat yang ada dalam hati pun akan di hitung Allah, oleh karena itu, berhati-hatilah dengan niat itu. Dalam suatu perjalanan yang panjang dengan udara yang panas, para sahabat kelelahan. Waktu itu Rasulullah mengatakan,“Ada orang yang tinggal di Madinah dan tidak ikut berangkat dengan kita tetapi ia mendapatkan ganjaran seperti ganjaran amal yang sedang kita laksanakan”. Ketika para sahabat bertanya : ”Mengapa?” Rasulullah menjawab,“Karena dia telah berniat pergi bersama kita, tetapi karena uzur yang tidak dapat di tolak, dia tidak bisa berangkat bersama kita, dan Allah membalas mereka semua dengan niatnya.” Bila ada laki-laki menikah dengan mahar yang tidak di bayar kontan, sedangkan ia berniat dalam hati untuk tidak membayarnya, maka Allah menghitung laki-laki tersebut berdzina. Kalau ada orang meminjam uang kemudian dalam hatinya ada niat tidak mau membayar, Allah menghitungnya sebagai pencuri. Dari sini Allah menghukum seseorang berdasarkan niat yang bergetar di dalam hati, karena niat itu letaknya di dalam hati.
Marilah kita melihat apa peranan hati di dalam ruhani kita menurut beberapa riwayat : Rasulullah bersabda : “Hati itu bagaikan raja, dan hati itu memiliki bala tentara. Apabila raja itu baik, maka baiklah seluruh bala tentaranya dan kalau hati itu rusak, maka rusaklah seluruh bala tentaranya”.
Imam Ja’far Ash-shadiq juga mengatakan, “Sesungguhnya posisi qalb sama seperti pemimpin ditengah-tengah manusia.” Dalam hadits lain di sebutkan, “Sesungguhnya Allah punya wadah di bumi dan wadah itu adalah hati, maka sesungguhnya hati yang di cintai oleh Allah adalah hati yang lembut, yang bersih dan yang kokoh.” Kemudian Nabi melanjutkan, “Yang paling lembut adalah yang lembut terhadap sesama saudaranya dan yang bersih adalah yang bersih dari dosa-dosa, sedangkan yang kokoh adalah keteguhan seseorang dalam membela agama Allah sedang dia tidak takuk celaan orang yang mencelanya.” Dalam riwayat lain, Rasulullah bersabda, “Allah tidak melihat tubuh tubuh kamu, Allah tidak melihat harta- harta kamu tetapi Allah melihat hati dan amal amal kamu.”
Di sebutkan,“Hati ada tiga macam. Pertama, hati yang terbalik, yaitu hati yang tidak bisa menampung kebaikan sedikitpun dan itu adalah hati orang kafir. Kedua, hati yang di dalamnya ada titik hitam, yang di dalamnya bertarung antara kebaikan dan kejahatan. kalau salah satu kuat, maka yang kuat itulah yang menang. Ketiga hati yang terbuka yang di dalamnya ada lampu yang bersinar sinar sampai hari kiamat. itu hati orang mukmin. Kami jadikan baginya cahaya, yang dengan cahaya itu dia berjalan di tengah tengah ummat manusia.” (Q.S. 6 : 122). Imam Ali mengatakan : "Hati yang paling baik adalah hati yang paling bisa menyimpan kebaikan.”
Berikutnya di jelaskan bahwa hati kita inilah yang menentukan seluruh kepribadian kita. kalau hati kita bersih, akan bersihlah seluruh akhlak kita. Yang ini bukan hati dalam pengertian fisik, akan tetapi hati dalam pengertian ruhani. Oleh karena itu Kata Al-Ghazali, ada makna hati yang kedua, yaitu : Lathifah Rabbaniyah Ruhaniyyah. (sesuatu yang lembut yang berasal dari Tuhan dan bersifat ruhaniyah), lathifah itulah yang membuat kita mengetahui atau merasakan sesuatu kata Al-Qur’an, hati itu mengetahui merasakan, juga memahami, jadi hati adalah suatu bagian ruhaniyah yang kerjanya memahami sesuatu, itulah Qalb.
Menurut para sufi, hati juga merupakan bagian dari diri kita yang dapat menyingkap ilmu-ilmu ghaib, ada riwayat yang menyebutkan bahwa kita mempunyai dua pasang mata: yaitu mata lahir dan mata bathin, jadi hati adalah lathifah yang mempunyai mata untuk bisa melihat atau menembus hal-hal yang ghaib. Dengan hati juga kita dapat melihat tuhan, kata Imam Al-Ghazali, hati itu hati dapat membawa kita kepada ilmu mukasyafah yakni ilmu yang menyingkapkan hal-hal Gha’ib.
Hal itu erat kaitannya dengan ruh. Ruh juga mempunyai dua arti. ada ruh yang berkaitan dengan tubuh yang erat kaitannya dengan jantung ini, yang beredar bersama peredaran darah. Kalau darah sudah tidak beredar lagi dan jantung kita sudah berhenti ruh itupun tidak ada. Itulah ruh dalam bentuk jasmani yang terikat dengan jasad. Selain itu juga ada ruh dalam arti yang kedua yang ajaibnya definisinya sama dengan hati, yaitu lathifah Rubbaniyah Ruhaniyan, secara abstrak atau maknawi ruh sama dengan hati.
Ruh itulah yang merasakan penderitaan atau kebahagiaan. Orang barat mungkin menyebutnya mind, kita menyebutnya jiwa. Selanjutnya adalah persoalan hati. Menurut Al-Ghazali yang menjadi perhatian kita bukanlah hati fisik, biarlah itu menjadi urusan dokter saja, yang menjadi urusan kita adalah lathifah rabbaniyah ruhaniyah adalah suatu yang sangat lembut. Tuhan juga di sebut dengan Al-Latif (yang maha lembut). lahtifah berarti juga lutf yang artinya anugrah. Jadi Al-Latif berarti dzat yang memberi anugrah. Berikutnya adalah Akal. Ia juga memiliki dua nama, ada akal sebagai ilmu tentang sesuatu sehingga orang yang berakal adalah orang yang mengetahui ilmu tentang sesuatu, dalam makna ini, akal sama dengan ilmu, selain itu akal juga berarti sesuatu di dalam diri kita menjadi yang menjadi alat untuk memperoleh ilmu, jadi akal bisa di sebut sebagai ilmu itu sendiri, dan bisa juga sebagai alat untuk memperoleh ilmu, hal itu berarti sama artinya dengan hati, latifah rubbaniyah ruhaniyah mudrikah alimah arifah. jadi bagian dari kita untuk mengetahui sesuatu di sebut akal. Alhasil ternyata tidak ada perbedaan antara ruh, hati dan akal. ketiganya sama-sama merupakan sesuatu yang merasakan kepedihan atau kebahagiaan yang tidak berkaiatan dengan jasmani. Orang dapat merasakan pedih tampa mengalami gangguan fisik, sedikitpun. tubuhnya normal tetapi mengalami kepedihan yang luar biasa. Dalam penelitian modern di sebutkan bahwa yang merasalan sakit di tubuh kita sebetulnya bukan tubuh, akan tetapi ruh. Dalam dunia yang tidak modern juga, orang orang mengetahui bahwa kalau seseorang tidak mempunyai ruh, ia tidak akan merasakan sakit apapun, meski tubuhnya di potong-potong. Hal ini membuktikan bahwa yang merasakan sakit bukan tubuh kita, tetapi ruh kita atau qalb atau akal-dalam definisi lathif sesuatu yang merasakan kepedihan atau kebahagiaan yang tidak berkaitan dengan jasmani. Orang bisa merasa sangat pedih tanpa mengalami gangguan fisik sedikitpun. Tubuhnya normal tetapi ia mengalami kepedihan yng luar biasa. Dalam penelitian modern di sebutkan bahwa yang merasakan adalah lathifah rabbaniyah ruhiyyah. Orang-orang modern mencoba membuktikan hal ini dengan hipnotis, misalnya seseorang menghipnotis anda dan menyuruh anda tidur. Kemudian ia memberikan posthypnotic suggestion (sugesti pasca hipnotis) kepada anda, sehingga ketika bangun dari tidur, anda tidak merasakan apa-apa meskipun tubuh anda dikerat-kerat. meskipun anda sadar, anda tidak merasakan sakit sedikitpun, sebab ruh anda sudah diperintahkan untuk tidak merasakan sakit. Jadi yang merasakan sakit itu bukan tubuh kita, tetapi ruh. Yang mendengar, melihat dan merasa sakit adalah ruh. Jika ruhanda tidak mau merasakan, anda pun tidak akan merasakannya, kalau anda di kejar ular, lalu anda lari dengan cepat sehinggga menginjak pecahan-pecahan kaca, anda tidak akan merasakan sakit setelah anda selamat yakni ketika anda sudah tidak memperhatikan ular lagi, barulah ruh anda akan memperhatikan kaki anda. Semula tidak merasa, kini terasa sakit. Sebab, saat itu ruh sedang memperhatikan pecahan-pecahan kaca bukan ular lagi. Berikutnya adalah Nafs, di kalangan ulama, nafs itu bermakna dua. Pertama, nafs dalam arti jelek yakni Al-Hawa yang di dalam bahasa Indonesia sering di gabungkan menjadi satu, yakni hawa nafsu tugas kita adalah membersihkan hati kita dari nafsu. Hati yang bersih dari nafsu oleh Al-Qur’an di sebut dengan qalbun salim, tidak akan di ganggu syaithan. Kalau kita shalat lalu kita datang kepadanya dengan hati yang di penuhi oleh makanan syaithan, dzikir yang kita ucapkan tidak akan dapat mengusir syaithan, syaithan akan tetap bertengger di sekitar kita. Begitu kita lengah, ia akan masuk dan bersarang di hati kita memakan makanannya, yang di antaranya adalah Al-Hawa tersebut. Di ceritakan bahwa sesuatu ketika syaithan datang kepada Ibn Al-Aajjaj dan berkata, ia tidak menemukan makananya di dalam diri orang-orang salih. Ia kekurangan makanan karena orang mukmin yang salih itu menghancurkan hawa nafsunya. Kedua, nafs, yang berarti manusia secara keseluruhan. Hakikat diri kita itu adalah nafs kita, ego atau diri kita.
Dalam Al-Qur’an, pengertian nafs bermacam-macam. Paling tidak ada tiga : (1) Nafsu Ammarah, (2) Nafsu Lawwamah dan (3) Nafsu Muthma’innah.
Ammarah berasal dari kata amara. Dalam Surah Yusuf di sebutkan: “Sesungguhnya nafsu itu menyuruh (ammaratun ) berbuat jelek”. (Q.S. 12 : 53).
Ammarah artinya yang memerintahkan yang mendesahkan, atau yang mengajak. Nafsu ini merupakan nafsu dalam tingkatan yang paling rendah, nafsu yang masih suka menyuruh orang mengikuti hawa nafsunya yang tunduk kepada ghadab dan syahwat serta sifat-sifat kebinatangannya.
Nafsu yang kebih tinggi adalah nafsu lawwamah. Jika seseorang mengetahui dirinya selalu mengikuti nafsunya, lalu ia menyesali dan mengadili dosa-dosanya, itulah yang di sebut nafsu lawwamah, Allah bersumpah dengan macam pengadilan : “Aku bersumpah dengan hari kiamat dan aku bersumpah dengan nafsu lawamah”. (Q.S. 75 : 1-2). Ada tiga macam pengadilan, berurutan dari yang paling tidak adil hingga yang paling adil. Pengadilan yang paling tidak adil adalah pengadilan di dunia. Mungkin pengadilan di dunia ini merupakan pengadilan yang paling banyak tidak adilnya. Sebab di sini keadilan di ukur dengan seberapa kuat atau lemahnya seseorang. Lalu ada pengadilan yang agak adil, yakni pengadilan hati nurani, yang di sebut nafsu lawwamah. Diri kita menjadi hakim yang mengadili, yang membuat kita gelisah. Di situ tidak bisa lagi berbohong. Akan tetapi nafsu Lawwamah ini hanya bisa mengecam saja. Ia tidak bisa menjatuhkan hukuman kepada seseorang yang bersangkutan. Oleh karena itu, ada pengadilan yang paling adil, yaitu pengadilan hari kiamat. Di situ orang tidak bisa berdusta dan tidak bisa menghindar lagi. Di situ juga akan di tetapkan hukuman yang seadil adilnya. Tidak ada satupun orang yang luput dari pengadilan tuhan. Itulah pertama kali Allah bersumpah dengan hari kiamat. Yang terakhir, yakni diri yang paling tinggi adalah diri sesudah tunduk kepada kehendak Allah, yang sudah meninggalkan hawa nafsunya. Diri itulah yang kelak ketika kembali kepada tuhan hanya akan di sapa dengan penuh kemesraan : “Wahai jiwa yang tenang! Kembalilah kamu kepada tuhanmu dengan perasaan rela dan direlakan.” (Q.S. 89 : 27-28). Nafsu muthmainnah adalah orang yang datang kepada Allah dengan hati yang bersih.
Hadist Tentang Hati
Qalb mempunyai dua makna: Qalb dalam bentuk fisik dan qalb dalam bentuk ruh. Dalam arti fisik, Qalb dapat kita terjemahkan sebagai “jantung”. Dalam hubungan inilah Rasulullah bersabda,"Di antara tubuh itu ada mudghah, ada suatu daging; yang apabila ia baik, maka baiklah seluruh tubuh dan apabila ia rusak, maka rusaklah seluruh tubuh itu. Ketahuilah mudghah itu adalah qalb.” Orang sering menerjemahkan qalb di sini sebagai “hati”, sehingga mereka berkata, "Kalau hati kita ini bersih maka seluruh tubuh kita bersih.” Padahal sebenarnya yang di maksud di sini adalah hati dalam bentuk jasmani. Karena Rasulullah menyebutnya segumpal daging. Itulah yang di maksud oleh Rasulullah bahwa di dalam tubuh kita ada segumpal daging yang apabila daging itu baik, maka baiklah seluruh tubuh dan apabila rusak maka rusaklah seluruh tubuh. Dan segumpal daging itu adalah Al-Qalb, jantung dalam bentuk fisik. Ada juga qalb dalam arti kekuatan ruhaniah yang mampu melakukan peng-idrak-an.
Idrak adalah memahami, mempersepsi dan mencerapi. Misalnya perasaan sedih dan gembira, yang berpikir dan yang merenungkan itu kekuatan batin yang di sebut qalb. Dan ini dalam bahasa indonesia di sebut hati. Sehingga kalau ada sebutan, "Hatinya hancur,” maka yang di maksud bukan jantungnya hancur tetapi ada bagian jiwa orang itu yang hancur. Ketika Nabi mengatakan,”Ada segumpal daging dalam tubuh,” Nabi juga melambangkan peran hati dalam kesehatan jiwa. Sebagaimana jantung memegang peranan penting dalam kesehatan tubuh, maka begitu pula hati.
Ia memegang peranan amat penting dalam kesehatan ruhani kita. Kalau hati kita rusak, maka seluruh ruhani kita rusak dan kalau hati kita baik, seluruh ruhani kita baik.
Banyak hadits nabi yang membicarakan qalb ini. Di antaranya, Rasulullah mengatakan bahwa “Qalb ini karena sifat berubah-ubahnya bagaikan selembar bulu dipadang pasir yang bergantung pada akar pepohonan kemudian dibolak-balik oleh angin dari atas kebawah “. Ketika Rasulullah menggambarkan hati itu seperti selembar bulu yang tergantung di atas pohon yang di tiup angin, beliau mengingatkan kita agar berhati-hati menghadapi perubahan itu. Karena itu, ada do’a yang di ajarkan Nabi untuk mengokohkan hati, yaitu “Teguhkanlah hatiku dalam agama-mu”.
Dalam pertanggung jawaban yang berkaitan dengan amal manusia, Allah menghukum bukan hanya amal lahiriyah dalam bentuk perbuatan yang jelek tetapi juga niat yang jelek yang tersembunyi dalam hati. Al-Qur’an mengatakan : “Allah mennghukum kamu dengan apa yang dilakukan oleh hati kamu.” (Q.S. 2 : 225). Dalam ayat lain di sebutkan "Janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui, sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati kamu akan di mintai pertanggungjawaban.” (Q.S. 17 : 36). Jadi, jangan mengira kalau kita punya niat yang jelek itu tidak di mintai pertanggungjawaban. Itu juga di hukum. "Tidakkah mereka mengetahui bahwa Allah mengetahui segala yang mereka sembunyikan dan segala yang mereka nyatakan". (Q.S. 2 : 27).
Jadi, termasuk niat yang ada dalam hati pun akan di hitung Allah, oleh karena itu, berhati-hatilah dengan niat itu. Dalam suatu perjalanan yang panjang dengan udara yang panas, para sahabat kelelahan. Waktu itu Rasulullah mengatakan,“Ada orang yang tinggal di Madinah dan tidak ikut berangkat dengan kita tetapi ia mendapatkan ganjaran seperti ganjaran amal yang sedang kita laksanakan”. Ketika para sahabat bertanya : ”Mengapa?” Rasulullah menjawab,“Karena dia telah berniat pergi bersama kita, tetapi karena uzur yang tidak dapat di tolak, dia tidak bisa berangkat bersama kita, dan Allah membalas mereka semua dengan niatnya.” Bila ada laki-laki menikah dengan mahar yang tidak di bayar kontan, sedangkan ia berniat dalam hati untuk tidak membayarnya, maka Allah menghitung laki-laki tersebut berdzina. Kalau ada orang meminjam uang kemudian dalam hatinya ada niat tidak mau membayar, Allah menghitungnya sebagai pencuri. Dari sini Allah menghukum seseorang berdasarkan niat yang bergetar di dalam hati, karena niat itu letaknya di dalam hati.
Marilah kita melihat apa peranan hati di dalam ruhani kita menurut beberapa riwayat : Rasulullah bersabda : “Hati itu bagaikan raja, dan hati itu memiliki bala tentara. Apabila raja itu baik, maka baiklah seluruh bala tentaranya dan kalau hati itu rusak, maka rusaklah seluruh bala tentaranya”.
Imam Ja’far Ash-shadiq juga mengatakan, “Sesungguhnya posisi qalb sama seperti pemimpin ditengah-tengah manusia.” Dalam hadits lain di sebutkan, “Sesungguhnya Allah punya wadah di bumi dan wadah itu adalah hati, maka sesungguhnya hati yang di cintai oleh Allah adalah hati yang lembut, yang bersih dan yang kokoh.” Kemudian Nabi melanjutkan, “Yang paling lembut adalah yang lembut terhadap sesama saudaranya dan yang bersih adalah yang bersih dari dosa-dosa, sedangkan yang kokoh adalah keteguhan seseorang dalam membela agama Allah sedang dia tidak takuk celaan orang yang mencelanya.” Dalam riwayat lain, Rasulullah bersabda, “Allah tidak melihat tubuh tubuh kamu, Allah tidak melihat harta- harta kamu tetapi Allah melihat hati dan amal amal kamu.”
Di sebutkan,“Hati ada tiga macam. Pertama, hati yang terbalik, yaitu hati yang tidak bisa menampung kebaikan sedikitpun dan itu adalah hati orang kafir. Kedua, hati yang di dalamnya ada titik hitam, yang di dalamnya bertarung antara kebaikan dan kejahatan. kalau salah satu kuat, maka yang kuat itulah yang menang. Ketiga hati yang terbuka yang di dalamnya ada lampu yang bersinar sinar sampai hari kiamat. itu hati orang mukmin. Kami jadikan baginya cahaya, yang dengan cahaya itu dia berjalan di tengah tengah ummat manusia.” (Q.S. 6 : 122). Imam Ali mengatakan : "Hati yang paling baik adalah hati yang paling bisa menyimpan kebaikan.”
Posting Komentar untuk "PENGERTIAN QALB, AQL, NAFS DAN RUH"
Terimakasih atas kunjungan anda...