Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer
Allah Swt berfirman : "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang di beri ilmu pengetahuan beberapa derajat." (Q.S. Al-Mujadalah : 11). Rasulullah Saw bersabda : "Barang siapa yang menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia, wajiblah ia memiliki ilmu, barang siapa yang ingin selamat dan berbahagia di akhirat, wajiblah ia mengetahui ilmu dan barangsiapa yang menginginkan kedua-duanya, wajiblah ia memiliki ilmu kedua-duanya pula." (H.R. Bukhari dan Muslim).

LIMA TUGAS POKOK ULAMA

Para ulama ini senantiasa terbawa akan dan sifat ilmu pengetahuan agama yang di kuasainya juga dari belajar dan di amalkannya secara istiqamah terhadap Allah Swt dan mereka ini umumnya mempunyai sifat-sifat yang utama, yaitu sebagaimana yang tertulis dalam Al-Qur’an yang berupa firman Allah Swt tentang ini, yaitu : “Innamaa yakhssyallaaha min ‘ibaadihil ulama.” Artinya : “Bahwasanya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya adalah ulama.” (Q.S Fathir : 28).

Fungsi ulama adalah meneruskan tugasnya para Nabi dan Rasul untuk memberikan penerangan kepada umat manusia tentang ajaran agama yang berketuhanan yang Maha Esa, hal ini sebagaimana di jelaskan Allah Swt dengan firman-Nya dalam Al-Qur’an, yaitu : “Yaa ayyuhannabiyyu innaa arsalnakaa syaahidan wamubasysyiran wanadziiran, wada’iyan illaahibi’idznihii wasiraajan muniiran.” Artinya : “Hai Nabi, sesungguhnya Kami mengutusmu untuk menjadi saksi dan pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan, dan untuk jadi penyeru kepada agama Allah dengan izin-Nya dan untuk jadi cahaya yang menerangi.” (Q.S Al-Ahdzab : 45-46).

Maka berdasarkan ayat di atas, maka terdapat lima tugas pokok yang menjadi kewajiban para Nabi-Nabi dan Rasul-Nya, yang mana dengan sendirinya secara otomatis dan seiring waktu menjadi beban yang di pikul pula oleh para ulama, lima pokok tersebut adalah sebagai berikut :

1. Syaahidan (menjadi saksi), maksudnya memberikan bimbingan kepada umat untuk dalam kehidupan di dunia ini palagi untuk kehidupan akhirat.

2. Mubasysyiraan (pembawa berita gembira), maknanya selalu ia menggambarkan kepada hari depan yang baik dan yang mengandung semangat pengharapan atau optimis, selalu menanamkan keyakinan kepada umat bahwa mereka tak ubahnya seperti seorang petani yang giat menanam dan memelihara tanamannya agar menerima hasil yang baik nantinya ketika panen.

3. Nadziiran (pemberi peringatan), artinya selalu memberikan peringatan kepada umat, bahwa jalan yang terbentang di hadapan manusia hanya dua perkara, pertama jalan yang lurus dan di seberang jalan tersebut pulau kebahagiaan yang kekal dan abadi, kedua jalan bengkok yang di ujung jalan tersebut terletak kebinasaan dan kehancuran.

4. Daa’iyan (Penyeru ajaran), maksudnya bertindak sebagai da’I sebagai pembawa risalah berupa da’wah untuk mengajak dan mengingatkan umat untuk mengikut kepada jalan yang lurus, yaitu jalan kebenaran hanya kepada Allah Swt saja.

5. Siraajan muniiran (Cahaya penerang), artinya berlaku sebagai penerang atau pelita yang memancarkan cahaya yang terang benderang kepada alam sekelilingnya, sebagai manusia yang menjadi suri tauladan bagi para umat.

Analoginya tugas para Nabi dan Rasul yang di uraikan dalam Al-Qur’an itu, maka fungsi dan tugas para ulama adalah sangat berat sekali, boleh di katakan untuk sekarang ini adalah para ulama-lah yang bertanggung jawab untuk mengembangkan dan mempertahankan syi’ar serta memelihara kelangsungan hidup agama pada segenap umat manusia, ulama adalah ulil amriyang terkemuka dan tidak ada pertikaian faham tentang ini, kaum ulama-lah yang mempunyai kebahagiaan terbesar dalam mengurus hal-hal yang bersangkutan dengan umat Islam, ulama-lah yang sewajib-wajibnya untuk memegang pekerjaan yang amat terbesar ini dalam lingkungan umat, ulama-lah yang bertanggungjawab memikirkan maju mundurnya Islam di lingkungan umat manusia.

Islam menghendaki para ulama untuk selalu di barisan depan sebagai imam yang memberi contoh dan pedoman kepada lingkungan manusia dengan segenap ilmunya, mengingat beratnya tanggungjawab para ulama itu, maka timbul pula pertanyaan, yaitu apakah kriteria untuk memberikan predikat ulama kepada seseorang? Ukuran yang terpenting adalah dalam soal ini bukanlah menyangkut dengan ilmunya saja, tetapi terutama adalah kemantapan rohaniyahnya yang dapat tercerminkan dari kepribadiannya, wataknya, akhlaknya dan istiqamah pada segenap kelakuannya, apalagi tentang amalan-amalan, ukuran ini di titik beratkan kepada seseorang ulama untuk memenuhi kriteria sebagai predikat ulama tersebut, dan seseorang ulama harus mempunyai ketakutan dan ketundukan kepada Allah Swt seperti yang tersebut dalam Al-Qur’an sebagaimana pada Surah Fathir di atas, dalam hubungan mengenai tuntasnya pembahasan ini, maka terdapat beberapa patokan tentang ulama yang terbagi tiga jenis ulama, yaitu :

1. Alim pada sisi Allah Swt dan alim pada sisi umat manusia yang tampak melaksanakan perintah-perintah-Nya secara taat dan sesuai dengan Al-Qur’an, As-Sunnah dan Al-Hadist Shahih Rasulullah Saw serta mengikuti pada kelakuan para sahabat umat Rasulullah Saw (atsar-atsar) perbuatannya para sahabat Rasulullah Saw dalam menganut agama Islam di lingkungan masyarakat dan juga faham dan mengetahui batas-batas dan kewajiban-kewajiban yang di perintahkan Allah Swt.

2. Alim pada sisi Allah Swt, tetapi tidak alim dalam melaksanakan perintah-perintah Allah Swt, artinya dia takut dan tunduk kepada Allah Swt, tetapi tidak mengetahui dan melaksanakan urusan-urusan yang di perintahkan Allah Swt secara dalam.


3. Alim terhadap perintah-perintah Allah Swt tetapi tidak alim pada sisi Allah Swt, artinya dia mengetahui atas ilmu agama dan segala batas-batas dan kewajiban-kewajiban yang di tentukan Allah Swt, tetapi tidak tunduk dan tidak terlalu patuh kepada Allah Swt dalam hal ketaatan, artinya ia tidak istiqamah menerapkan pengetahuannya tersebut pada dirinya sendiri, namun ia mengetahui dan faham akan segala seluk beluk ilmu agama dan ketuhanan.

Jadi untuk ukuran dan tolok ukur bagi seseorang ulama yang terbaik adalah ada pada point nomor satu di atas, yaitu ia patuh dan taat serta taqwa dan faham segala hal tentang ilmu agama dan di terapkannya secara perilaku hidupnya sehari-hari secara rutin atau istiqamah, berapa banyak para ulama yang pintar, tapi tidak mempunyai watak, tidak berpendirian teguh, mudah di pengaruhi dan di atur-atur penguasa yang dzalim serta lalai, jadi ilmunya yang banyak dan luas tentang agama tidak bermanfaat dan suatu kesalahan bagi dirinya sendiri, apalagi ilmunya erat kaitannya dengan bid’ah, makin parah dan umat yang mengikut padanya akan kian melenceng pemahaman agama dan ibadahnya.

Ulama yang baik adalah hanya memikirkan persoalan akhirat saja walaupun dia hidup di dunia ini dan beramal secara ikhlas siang dan malam, ia hanya butuh bekerja hanya sekedar untuk keperluan hidup dan dia tahu itu di perintahkan Allah Swt juga, pantang mengemis dan pantang menerima pemberian dari penguasa yang tidak jelas sumber sesuatu tersebut apakah halal atau haram, dia tahu setiap sesuatu hal yang haram masuk keperutnya maka semua ibadahnya adalah sia-sia, oleh sebab itu dia selalu menolak pemberian dari penguasa dan tidak akan dekat penguasa kecuali hal yang sangat darurat dan hanya jika menyangkut akan kemaslahatan kehidupan agama saja.

Ulama yang baik adalah selalu ikhlas dalam setiap tindak perbuatan, dia beramal dan beribadah kepada Allah Swt pada setiap kesempatan dalam kehidupannya, karena setiap gerak laku hidup ada amalnya dan itu berfaedah mendulang pahala, sebab hal ini dia sangat faham, membimbing keluarganya, handai taulan, teman dan sahabat serta masyarakat sekitar yang membutuhkan petuah dan ilmunya, sifatnya selalu pasif jika tentang persoalan syari’at agama, ia menyampaikan hanya secara sekedar saja, tidak berlebihan dan hanya sebatas ilmu, ilmu dia ilmukan, amal dia amalkan, itulah ulama yang selalu memenuhi terlebih dahulu tentang kewajiban haq pertama kepada Allah Swt, dirinya dan umat manusia sekitarnya, prinsipnya berpegang teguh pada kalam illahi, yaitu Allah Swt berfirman : “Barang siapa yang menghendaki keuntungan di akhirat, akan Kami tambah keuntungan itu baginya, dan barang siapa yang menghendaki keuntungan di dunia dan tidak ada baginya suatu kebahagiaanpun di akhirat.” (Q.S Asy-Syuura : 20).

Demikian pula pada riwayat perkataan Rasulullah Saw tentang hal ini, yaitu : riwayat dari Abu Hurairah Ra, ia berkata bahwasanya Rasulullah Saw bersabda : “Barang siapa menuntut ilmu tidak mengharap dengan ilmu itu akan keridhaan Allah, berarti ia tidak menuntutnya kecuali untuk memperoleh hajad keduniaan, lagipula ia tidak akan mendapatkanbau syurga besok pada hari kiamat.” (H.R Muttafaqun’alaihi).

Apabila menyusahkan kamu sebab tidak adanya orang-orang mengharap kepadamu, maka hal itu kembalikan kepada ilmu Allah Swt pada dirimu, jika tidak memuaskan kamu ilmunya, maka musibah akan menimpamu itu lebih berat sebab tidak adanya kepuasanmu akan ilmu-Nya daripada musibah yang menimpamu dengan adanya cercaan yang menyakitkan dari mereka.

Bilamana ada orang yang merasa di susahkan sebab banyaknya orang yang tidak mau mengikuti kepadanya atau sebab banyaknya orang yang menyoroti dirinya pribadinya dengan berbagai cercaan dan cemo’ohan, maka hal itu janganlah bersedih hati, kembalikan semuanya itu kepada Allah Swt dan bersabarlah serta tetaplah istiqamah dalam segala tindak laku dan perbuatan hanya karena Allah Swt semata.

Posting Komentar untuk "LIMA TUGAS POKOK ULAMA"