Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer
Allah Swt berfirman : "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang di beri ilmu pengetahuan beberapa derajat." (Q.S. Al-Mujadalah : 11). Rasulullah Saw bersabda : "Barang siapa yang menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia, wajiblah ia memiliki ilmu, barang siapa yang ingin selamat dan berbahagia di akhirat, wajiblah ia mengetahui ilmu dan barangsiapa yang menginginkan kedua-duanya, wajiblah ia memiliki ilmu kedua-duanya pula." (H.R. Bukhari dan Muslim).

Sekilas Hakikat Jin

Para umat muslimin dan muslimat sudah seharusnya meyakini akan adanya makhluk ciptaan Allah Swt yang namanya “Jin “ pada kehidupan dunia ini, hal ini termasuk salah satu aqidah yang mesti di ikuti oleh umat muslimin dan muslimat dalam hidup beragama, sebagaimana di jelaskan Allah Swt dalam Al-Qur’an pada Surah Al-Jin dan pada ada juga dapat di temui pada surah – surah lainnya.

Sebagian umat muslim juga ada yang mengingkari akan adanya makhluk ini di ciptakan Allah Swt dengan alasan bid’ah dan lain sebagainya, mereka di kenal dengan para ahli bid’ah dan juga para munafiqun serta hanya menurut pada kehendak hawa dan nafsunya belaka, akhirnya menolak akan keberadaan alam Jin dan alam halus lainnya karena memang tiada nyata secara lahiriah.

Menurut pemahamannya bahwa keberadaan para makhluk halus ini sebagai suatu sarana symbol pada bentuk kejahatan atau kemaksiatan belaka, hal ini banyak di temui pada tulisan-tulisan karangan dari pada para sebagian ahli filsafat serta aliran-aliran lainnya yang memang kurang tingkat keimanannya pada kategori rukun iman.

Jin ada yang kafir dan ada yang muslim atau beragama lainnya, menurut ajaran Islam Jin adalah mempunyai kewajiban yang sama terhadap Allah Swt dengan manusia, yaitu tidak lain di ciptakan hanya untuk menyembah kepadaNya, sebagaimana pada Al-Qur’an Surah Adz-Dzaariyat Ayat 56, yaitu : “Wamma khalaqtuljinna wal’insya illaa liya’buduun.” Artinya : “Dan aku ciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” Maka dengan ini sudah jelas bahwa mereka prosesnya kelak sama dengan manusia, yaitu segala amal perbuatan akan di hisab kelak pada hari berbangkit.

Sebagaimana manusia, merekapun mempunyai tingkat keimanan dan kekafiran yang saling berbeda, mereka juga mempunyai para guru-guru, ustadz-ustadz dan lain sebagainya untuk membimbing kepada jalan kebaikan dan di ridhai Allah Swt, mereka juga ada yang belajar langsung kepada manusia sebagaimana pada zaman Rasulullah Saw dahulu, dengan berdasarkan pada hal ini, maka mereka ada yang menjadi pengikut ahlussunnah dan ada juga menjadi pengikut ahli bid’ah atau para munafiq.

Dengan demikian belum tentu Jin yang muslim benar pemahamannya, sebab kita tidak akan tahu sejauh mana tingkat keberadaannya dalam mendalami agama karena mereka memang kasat mata bagi manusia, apabila ada manusia yang dapat komunikasi dengan mereka dan mereka memberikan sesuatu pemahaman agama atau apapun itu juga bentuknya, maka harus di timbang dengan akal pikiran yang jernih serta menggunakan dasar Al-Qur’an dan Assunnah Rasulullah Saw agar tidak tersesat karenanya.

Dalam perjalanan hidup manusia dari waktu kewaktu dapat kita temui cerita-cerita atau hikayat mengenai masalah hubungan interaksi manusia dengan jin, ada secara tidak sengaja bertemu, ada juga yang sengaja ingin bertemu dan menjalin kebersamaan dalam persahabatan untuk banyak hal keperluan, para manusia tidak ada di perintahkan atau di beri anjuran untuk dapat berinteraksi dengan mereka, namun bila memang tanpa di sengaja memang bertemu dengan mereka, maka langkah utama adalah menyeru mereka kepada kebaikan dan hanya menuju jalan kepada Allah Swt, bukan malah sebaliknya di manfaatkan untuk hal-hal yang tidak baik secara akhlak apalagi sampai jatuh kepada jurang kesyirikan, namun hanya untuk lebih dapat meningkatkan keimanan dan ketaqwaan hanya kepada Allah Swt sesuai dengan tuntunan-Nya dan Sunnah Rasulullah Saw.

Makhluk ini di ciptakan Allah Swt memang jauh lebih dahulu dari pada manusia, seperti pada Al-Qur’an Surah Al-Hijr Ayat 26-27 yang berbunyi : “Walaqad khalaqnal insyaanamin shalshalimmin hama’immasynuun.” Artinya : “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari tanah liat kering yang berasal dari lumpur hitam yang di beri bentuk.”

“Walja’anna kahalqnaahu mingqablu minnaarissyamuum.” Artinya : “Dan Kami telah menciptakan jin sebelum Adam dari api yang sangat panas.”

Berdasarkan pada keterangan ayat di atas maka jelaslah bahwasanya para jin di ciptakan lebih dahulu dari manusia dan di ciptakan dari unsur yang berbeda serta mereka pada awalnya adalah makhluk ciptaan yang taat kepada khalik-Nya.

Kumpulan makhluk ini merupakan suatu komunitas yang besar serta terbagi juga beberapa bagian sebagaimana manusia juga terbagi dari beberapa ras, dan Iblis adalah merupakan salah satu dari bangsa ini juga sebagaimana keterangan pada Surah Al-Kahfi Ayat 50, yaitu : “Wa’idzqulnaa lilmalaa’ikati asjudul ‘adama fasyajadul’illa ‘iblisya kaana minaljinni fafasyaqa ‘an’amri rabbihi, ‘afatattakhidzuunahu wadzurriyyatahu ‘awliyaa’aminduuni wahum lakum ‘aduwwu bi’sya lidzzaalimiin.” Artinya : “Dan ingatlah ketika Kami berfirman kepada para Malaikat : “Dan ingatlah ketika Kami berfirman kepada Para Malaikat : "Sujudlah kamu kepada Adam, maka sujudlah mereka kecuali iblis, dia adalah dari golongan jin, maka ia mendurhakai perintah Tuhannya. Patutkah kamu mengambil Dia dan turanan-turunannya sebagai pemimpin selain daripada-Ku, sedang mereka adalah musuhmu? Amat buruklah iblis itu sebagai pengganti (dari Allah) bagi orang-orang yang dzalim.’

Dengan dasar cerita di atas, maka jelaslah bahwasanya mereka telah ingkar kepada tuhannya dan mendurhakai perintahNya, pada ayat di atas juga cukup menyatakan bahwa tingkat kedudukan manusia lebih tinggi daripada jin, karena mereka di suruh oleh Allah Swt sujud kepada adam (manusia) dalam arti sujud menghormati dan bukan sujud dengan makna menyembah kepada manusia.

Umat manusia tidak dapat melihat rupa sebenarnya dari golongan bangsa jin ini karena sangat halusnya penciptaan Allah Swt atas mereka bagi manusia yang di ciptakan dengan sempurna serta bisa nyata secara lahiriyah, Al-Qur’an Surah Al-A’raaf Ayat 70, ”Qaalu ‘aji’tanaa lina’budullaaha wahdahu, wanadzaramaa kaana ya’budu ‘aaba’unaa, fa’tinaa ingkunta minasshaadiqiin.” Artinya : “Mereka berkata : "Apakah kamu datang kepada Kami, agar Kami hanya menyembah Allah saja dan meninggalkan apa yang biasa di sembah oleh bapak-bapak kami? maka datangkanlah adzab yang kamu ancamkan kepada Kami jika kamu termasuk orang-orang yang benar."

Para manusia di ciptakan keutamaannya lebih tinggi dan mulia daripada bangsa jin, hal ini juga terlihat dasarnya pada Al-Qur’an pada Surah Al-Israa Ayat 70 yang berbunyi sebagai berikut : “Walaqad karramnaa banii ‘aadama wahamalnaahum filbarri walbahri waradzaqnahum minatthayyibaati wafadhalnaahum ‘alaa kasyirim mimman khalaqnaa taqdiila.” Artinya : “Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.”

Jadi alangkah tidak pantasnya jika ada manusia yang minta pertolongan kepada mereka apalagi dalam hal belajar pemahaman ilmu agama serta meminta pertolongan dengan dalih apapun juga kepada mereka, sebab Allah Swt sudah menjelaskan dalam Surah Al-Jin bahwasanya meminta pertolongan kepada mereka lebih banyak mudharat (keburukan) daripada kebaikannya, malah dapat lebih kuat menghela kepada kesyirikan sebab dalam hal ini bukanlah berarti minta tolong kepada Allah Swt malah melalui ritual yang tiada dasarnya sama sekali dalam ajaran Islam dan hanya lari dari mengharapkan pertolongan Allah Swt dan jauh dari keridhaanNya.

Pada zaman dahulu di kala zamannya Rasulullah Saw memang ada riwayat masalah ini, yaitu tentang datangnya pertemuan jin ini di hadapan Rasulullah Saw dengan sahabat-sahabatnya, namun dalam wujud samaran, yaitu berubah dalam bentuk rupa manusia lain atau dalam bentuk rupa binatang sebagaimana hal ini banyak di temui riwayat dalam kitab shahih para imam hadist terkemuka (muttafaq alaihi).

Mereka datang kepada manusia yang awam dan buta pada hukum agama serta pemahamannya dalam Al-Qur’an dan Assunnah Rasulullah Saw dengan rupa penyamaaran pada umumnya bersifat karakter orang shaleh dan mengatakan ini dan begitu, nah jika pemahaman agama kurang apalagi buta sama sekali aakan ilmu agama yang benar, tentu saja mereka ini yang di datangi akan percaya begitu saja sebab kebodohan dan kebutaan atas hukum-hukum aqidah dan lain sebagainya sebagaimana yang benar dalam Al-Qur’an dan Assunnah atau Al-hadist shahih dari Rasulullah Saw maupun dari atsar-atsar para sahabat, akibatnya sama-sama bodoh akan ilmu agama dan jatuh kepada kesesatan yang malah di dengung-dengungkan bahwa itu suatu kebenaran.

Hubungan manusia dengan jin tidak di anjurkan dalam ajaran Islam dan tidak ada dasarnya yang jelas, sebab hukum aqidah, akhlak atau pergaulan antar mahkluk ciptaan Allah Swt tidak ada yang jelas dalam masalah ini, mulai dari Al-Qur’an, Assunnah, Al-hadist, atsar para sahabat terdekat dan terkemuka Rasulullah Saw serta para ulama terdahulu yang lebih dan sangat kuat pemahaman agama tidak ada yang membahas serta mengamalkan hal ini, hal ini zaman sekarang di akibatkan dengan kemajuan zaman, maka dalam hal yang ghaib para manusia dapat dengan mudahnya tertipu dalam persoalan keyakinan pada hal-hal yang ghaib ini karena rendahnya keimanan dan minat untuk belajar agama secara syariah terlebih dahulu, umumnya lebih cenderung kepada hal-hal yang berbau mistis serta ghaib untuk mendapatkan kepuasan bathin serta kekuasaan yang semu demi meraih kepopuleran dalam agama dengan mengenyampingkan tatanan ibadah yang sudah sempurna di syi’arkan Allah Swt melalui para utusan-Nya, jika memang hal ini baik dan di anjurkan sudah tentu ada tuntunannya dalam Al-Qur’an dan Assunnah sebagaimana hukum-hukum syar’i dan tata cara peribadatan lainnya yang sudah jelas hukumnya, seperti masalah thaharah, wudhu’, shalat, puasa, zakat dan lain sebagainya sampai kepada rukun iman, semuanya sudah jelas aturan dan tuntunannya, ini tidak sedemikian, sama sekali tiada dasarnya yang jelas mengenai bolehnya hubungan interaksi antara manusia dan jin.

Para jin tidaklah mengetahui perkara ghaib, sedangkan manusia tidaklah di beri pemahaman melainkan hanya sedikit sekali, hal inipun sudah di jelaskan Allah Swt dalam Al-Qur’an dan Rasulullah Sawpun menerangkan sedemikian masalah ini, sebagaimana firman Allah Swt dalam Surah Saba’ Ayat 14, yaitu : “Maka tatkala Kami telah menetapkan kematian Sulaiman, tidak ada yang menunjukkan kepada mereka kematiannya itu kecuali rayap yang memakan tongkatnya, maka tatkala ia telah tersungkur, tahulah jin itu bahwa kalau sekiranya mereka mengetahui yang ghaib, tentulah mereka tidak akan tetap dalam siksa yang menghinakan.”

Para manusia yang telah bersahabat dengan para jin ini di dalam kehidupaannya tidaklah normal sebagaimana manusia umumnya, bahkan mereka ini banyak telah di bohongi, di ajak berkhayal, membuat aturan ibadah sendiri dan selalu berusaha untuk memenuhi kehendak dan perintah dari sahabat manusianya, juga manusia yang begini di dustai dan di tipu daya atas kebenaran ajaran Allah Swt dan petunjuk Nabi dan Rasul-Nya, utamanya nabi dan rasul ini di utus oleh Allah Swt kepada para umat manusia dan sudah tentu bekal sumber ilmu pengetahuan dan ilmu agama hanya pada manusia tumpuannya, mereka ini bangsa jin dari dahulunya hanya mengintip kejadian-kejadian turunnya wahyu kepada RasulNya serta hanya mendengarkan pada kumpulan-kumpulan majelis ilmu manusia di muka bumi ini, dengaan bekal pengetahuan yang sedikit akan membuat fatwa dan ajaran yang menyimpang dari kebenaran Al-Qur’an dan Assunnah, hal ini hanya dapat di terima oleh segelintir manusia yang bodoh dan tidak mau tahu dan belajar akan ilmu agama yang benar terlebih dahulu, malah langsung saja kepokok pembelajaran pada hal-hal yang ghaib saja tanpa terlebih dahulu mau untuk memahami dasar-dasar pokok aqidah dan tauhidnya berketuhanan serta dasar pokok hukum agama yang jelas.

Rasululullah Saw bersabda,”Syaithan itu berjalan ketubuh manusia mengikuti aliran darah.” (H.R. Muttafaq alaihi). Al-Qur’an Surah Al-Baqarah Ayat 275 : “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila, keadaan mereka yang demikian itu, adalah di sebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba, orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah di ambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah, orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.”

Catatan : Riba itu ada dua macam : Nasiah dan Fadhl.

Riba nasiah ialah pembayaran lebih yang di syaratkan oleh orang yang meminjamkan.

Riba fadhl ialah penukaran suatu barang dengan barang yang sejenis, tetapi lebih banyak jumlahnya karena orang yang menukarkan mensyaratkan demikian, seperti penukaran emas dengan emas, padi dengan padi, dan sebagainya.

Riba yang di maksud dalam ayat ini adalah riba nasiah yang berlipat ganda yang umum terjadi dalam masyarakat arab zaman jahiliyah.

Orang yang mengambil riba tidak tenteram jiwanya seperti orang kemasukan syaitan dan riba yang sudah di ambil (di pungut) sebelum turun ayat ini, boleh tidak di kembalikan.

Jin terdiri dari jenis seperti manusia juga, ada laki-laki dan ada perempuan dan mereka melaksanakan perkawinan juga, sebagaimana pada Surah Al-Jin Ayat 6 dan berdasarkan dari sabda Rasulullah Saw pada adab masuk wc yang berbunyi, “Yaa Allah aku berlindung kepadaMu dari Jin laki-laki dan perempuan.” (H.R. Muttafaq alaihi).

Jin juga bersetubuh, dan umumnya para jin kafir melakukan hal ini sesukanya dan di muka umum sambil di nikmati suguhan tersebut sesama mereka, hal ini ada pada riwayat kitab-kitab hadist shahih para imam hadist terkemuka dan di akui keakuratannya, makanan mereka terdiri dari tulang-tulang dan kotoran serta makanan manusia yang dahulunya tidak di sebutkan nama Allah Swt sebelum memakan atau meminumnya, segala minuman yang memabukkan adalah minuman mereka, bagaimana bisa di percayai segala ucapan yang keluar dari hal-hal yang haram dan serba kotor, riwayat ini sangat banyak di temukan dalam kitab-kitab hadist shahih.

Umumnya mereka merasuk kedalam tubuh manusia dengan mengaku bahwa dia adalah si anu atau si anu, juga mengaku, wali ini, wali itu, syeikh ini, syeikh itu, celakanya mengaku malaikat ini malaikat itu serta nabi ini atau nabi itu, lebih fatal lagi mengaku tuhan, atau mengaku ruhaniyah si anu atau ruhaniyah syeikh ini atau tuhaniyah wali ini itu, maka jangan sekali-kali di percayai, sebab apabila seseorang manusia telah meninggal dunia, maka tiada lagi dapat kedunia ini dan bergaul dengan manusia kembali, sebab ia telah berada di alam barzakh yang merupakan tabir antara kehidupan dunia dan kehidupan akhirat, di sinilah penantian mereka sampai tatkala hari kiamat tiba dan masa hisab atas segala amal perbuatan di lakukan Allah Swt.

Apabila seseorang manusia telah menemui kematiannya, maka segala urusan hanya Allah Swt yang tahu, sedangkan manusia di beri pemahaman dengan sedikit sekali hanya untuk sekedar membuat keimanan umat manusia bertambah dengan dasar pada rukun iman yang memang wajib bagi muslim.

Jika manusia menemukan hal-hal di atas maka jang di percayai, sebab itu adalah kerjanya para iblis, jin dan syaithan untuk menyesatkan umat manusia dari kebenaran apapun dalih mereka dan sebagai apapun dia datang, mau sebagai wali, orang yang shaleh, ulama-ulama, nabi atau malaikat, sepanjang keluar dari jalur syariat yang relah jelas dasar hukumnya maka jaangaan di percayai, untuk membentengi hal inilah maka umat manusia harus belajar dengan sungguh-sungguh ilmu agam berikut pemahamannya, karena mereka hanyalah dapat merusakkan aqidah dan tauhid uluhiyah dan rububiyah yang benar, seterusnya ada sekumpulan manusia yang saling beri gelar dalam hal keagamaan yang bersifat khusus, maka hal ini tidaklah juga ada dasarnya sama sekali, sebab Rasulullah Saw tidak pernah sekalipun melantik seseorang sahabat dan kaum muslimin dan muslimat serta manusia manapun juga untuk menjadi suatu petinggi dengan gelar tertentu dalam agama, sebab tingkay ketaqwaan seseorang hanyalah Allah Swt yang tahu, jika memang ada tingkatan gelar dalam agama andai seseorang telah berhasil dalam suatu pembelajaran agama, tentu ada dasarnya yang jelas dalam Al-Qur’an dan Assunnah Rasulullah Saw sebagaimana pada hukum-hukum agama (fiqh) lainnya baik yang wajib maupun sunnah.

Banyak umat sekarang yang mempunyai gelar identik dalam hal keagamaan, sumber pemberi petunjuk hal ini secara ritual ibadah kebathinan tidaklah lain daripada kerjaannya para iblis, jin dan syaithan belaka, segala sesuatu yang muncul di luar dari koridor hukum Al-Qur’an dan Assunnah Rasulullah Saw adalah bid’ah yang nyata serta sesat dan menyesatkan aqidah, akhlak dan tauhid.

Mereka selalu menyelipkan dalam ritual ibadah manusia seperti bacaan-bacaan, wangsit, petunjuk, wirid-wirid ritual, ilham, dzikir-dzikir tertentu di luar ketentuan Al-Qur’an dan Assunnah Rasulullah Saw, mantera-mantera dan lain sebagainya, dan hal ini sangat membuat manusia semangat dan rajin melaksanakannya melebihi dari semangat melaksanakan rukun islam dan rukun iman yang jelas dasar hukumnya daripada ini, mereka lebih cenderung untuk mengekalkan (istiqamah) amalan-amalan tertentu yang di dapatkan tadi, sementara sebegitu banyak amalan untuk mendekatkan seseorang hamba dengan tuhannya yang di perintahkan Al-Qur’an dan Assunnah Rasulullah Saw sangat banyak di tinggalkan di sebabkan hal ini, sungguh sangat tertipu daya dan menyedihkan kondisi umat yang sedemikian, malah menjual keimanan dengan hal ini, walaupun berupa ayat suci, namun jika tidak ada dasarnya dari Al-Qur’an dan Assunnah Rasulullah Saw maka ibadah tersebut adalah tertolak (bid’ah) dan hukumnya adalah sesat, jika sesat maka adalah neraka jahannam perolehannya kelak.

Mengenai hal di atas Allah Swt berfirman dalam Surah Al-An’am Ayat 121, sebagai berikut : Sesungguhnya syaitan itu membisikkan kepada kawan-kawannya agar mereka membantah kamu dan jika kamu menuruti mereka, sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang yang musyrik.”

Sangat banyak beredar sekarang ini amalan-amalan dzikir buatan dan karangan entah dari siapa di zaman sekarang ini, namun tiada dapat di jumpai dasarnya yang jelas dalam Al-Qur’an dan Assunnah Rasulullah Saw, amalan dzikir yang sesuai tuntunannya dari Al-Qur’an dan Assunnah Rasulullah Saw malah banyak di tinggalkan, seperti Dzikir Subhanallah, Alhamdulillah, Allahuakbar, laa ilaaha illallah dan lain sebagainya yang jelas dasarnya malah di tinggalkan dan terkesan di lalaikan, wallahu’alam bissawwab.

Islam sudah sempurna ajarannya di turunkan Allah Swt melalui RasulNya, maka jikalau di dalam hal pengobatanpun ada tuntunannya yang jelas, janganlah mengada-ngada jika memang dasarnya dari ayat-ayat Allah Swt, janganlah memperalat Al-Qur’an untuk hal ini jika tidak adal dasarnya, malah laknatlah yang di dapat, sebab sama saja dengan menganggap Al-Qur’an dan Assunnah Rasulullah Saw belum sempurna pengajarannya, terhadap orang-orang yang terkena buruk pengaruh Jin (sihir), kesurupan ataupun mengusir Jin haruslah di lakukan dengan cara-cara yang sudah di jelaskan syari'at, bukan meminta bantuan melalui dukun yang bersekongkol dengan Jin yang lain sebagainya.

Janganlah pula dengan menyusun wirid-wirid tertentu yang menyerupai mantera-mantera sihir yang berisikan kesyirikan ataupun unsur-unsurnya, di antara yang benar adalah dengan ruqyah syar'iyyah, Al-Qur’an dan Assunnah Rasulullah Saw, janganlah terpukau oleh cerita atau informasi yang di sampaikan oleh Jin yang dapat di kuasai atau dapat berkomunikasi dengannya, seolah-olah mereka mengetahui perkara ghaib, karena itulah tipu dayanya mereka, mimpi atau dalam dzikir secara nyata di datangi oleh seseorang yang kelihatan shaleh, jubah dan surban melambai-lambai akan kebesarannya, lalu mengajar amalan ini dan itu, maka janganlah di percayai perkataannya itu, apalagi jika dia mengaku adalah suatu ruhaniyah seseorang wali atau ulama bahkan nabi, sebab segala ruh yang telah meninggal dunia adalah mutlak dalam kuasa Allah Swt dan tidak akan pernah turun kedunia untuk kedua kalinya, demikian yang di katakan Allah Swt dalam firmanNya di Al-Qur’an dan sebagaimana yang telah di jelaskan dahulu oleh Rasulullah Saw, yang datang ini tidaklah lain daripada penipuan gaya klasik dari dahulu sampai akhir zaman oleh golongan penyesat umat adalah iblis, jin dan syaithan, kita berlindung kepada Allah Swt atas godaan mereka.

Salah satu yang dapat di percaya secara jelas dan nyata adalah jika bermimpi bertemu Rasulullah Saw, sebab sesuai dengan hadist shahih bahwasanya mereka ini telah di buat ketentuan oleh Allah Swt tidak akan mampu untuk menyerupai Rasulullah Saw, jika memang bermimpi bertemu Rasulullah Saw, maka itu benar adanya sesuai riwayat yang shahih, namun hadist ini hanya berlaku juga bagi umat manusia yang tidak mengenal Rasulullah Saw, apalagi umat zaman sekarang, amak harus telah memahami ciri-ciri Rasulullah Saw dengan mempelajari dari kitab shahih hadist yang terpercaya, jika orang awam dan tidak tahu akan ilmu agama dan pemahamannya, maka akan tertipu juga dengan pengakuan seseorang bahwa ia Rasulullah Saw atau nabi lainnya dalam mimpinya, namun hal ini sangat langka zaman sekarang, sebab tingkat keimanan dan ketaqwaan seseorang hamba dalam segala bidang dan penerapannya dalam keseharian secara istiqamah adalah faktor sangat menentukan untuk dapat bermimpi jumpa dengan Rasulullah Saw.

Segala syari’at yang di tugaskan oleh Allah Swt kepada Rasulullah Saw telah di sampaikannya secara keseluruhan, artinya telah sempurna dan cukup serta di ridhai Allah Swt apa yang termuat dalam Al-Qur’an dan Assunnah Rasulullah Saw, umat manusia tiada boleh sedikitpun menambah atau menguranginya, nanti sama saja dengan menganggap bahwasanya Al-Qur’an dan Assunnah Rasulullah Saw belum sempurna, dan sama juga telah menganggap jadi tuhan dan nabi baru untuk menambah syari’at, janganlah sampai bersikap sedemikian, pelajarilah yang telah ada dan laksanakan secara istiqamah walau sedikit, Allah Swt senang juga atas ibadah hambaNya walau yang sedemikian.

Umumnya semuanya kebolehan yang di dapat umpamanya kebal, ramalan, kesaktian dan lain sebagainya adalah merupakan perangkap mereka untuk membuat umat, manusia menjadi temannya yang banyak untuk kekal di neraka kelak, jangan heran dan kagum atas itu semua hal-hal keajaiban yang semu dan hanya kebahagiaan dunia saja, itu merupakan ujian belaka bagi hamba yang beriman serta tetap lurus niatnya murni ikhlas ibadatnya hanya kepada Allah Swt, jangan sampai lari dari niat hanya kepada Allah Swt ini, Salah seorang ulama terkemuka dalam ilmu fiqh dan gembong pada jalur ilmu tasawuf atau sufi yang mana beliau ini adalah zuhud dan wara’, yaitu Abu Yazid Busthami berkata dalam menyikapi hal ini, yaitu,”Jangan kamu heran melihat seseorang bisa terbang di udara, burungpun dapat terbang melebihi kamu dan kehidupaannya sebagian besar di angkasa, janganlah kamu heran melihat seseorang bisa berjalan di atas air atau di dalamnya, ikanpun bisa bahkan kehidupannya di dalam air, janganlah kamu heran dan takjub melihat seseorang yang bisa ini dan bisa itu, tetapi perhatikanlah apakah dalam kesehariannya sesuai perilakunya dengan Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah Saw??? Jika tiada sedemikian jangan ikuti petuahnya dan tinggalkanlah dia, sesungguhnya itu adalah syaithan.” Beliau adalah seorang yang pada zamannya sangat terkenal dan termasuk hamba yang taat dan taqwa serta menjunjung syari’at sesuai dengan Al-Qur’an dan Assunnah Rasulullah Saw, dengan selalu di liputi oleh kemanisan ibadah dan iman yang teguh dan atas dasar dari lurusnya ibadah beliau kepada Allah Swt, maka banyak karomahnya terlihat sebagai pembelajaran bagi umat di masanya dan masa kemudian hingga sekarang, tentu bisa kita nilai dari mana datang “Kebisaannya” tersebut.

Maka dari itulah laksanakan ibadah yang benar sesuai ajaran Al-Qur’an dan Assunnah Rasulullah Saw maka dapatlah kita pada kategori penjagaan Allah Swt sebagaimana firmanNya dalam Al-Qur’an “Ia dan Ia (Allah Swt) beserta kamu di masa saja berada.” Sesungguhnya Dia menjaga hambaNya yang benar dan shalihin.” Jika tidak sedemikian, maka itu adalah hambanya iblis, jin dan syaithan.

Lakukan saja dengan baik dan istiqamah dengan apa yang sanggup dan ada dasar tuntunannya dari Al-Qur’an dan Assunnah Rasulullah Saw
karena itulah ujian bagi kita, kedekatan seseorang hamba dengan tuhannya tergantung dari ketaqwaannya kepada Allah Swt dalam melaksanakan hukum syari'at sesuai dengan Al-Qur’an dan Assunnah Rasulullah Saw, jika lari dari dua tuntunan ini, maka kesesatan nyatalah yang di dapat dan jangan sampai tergolong kepada manusia yang telaah di cap hatinya dengan kegelapan sebagaimana firman Allah Swt pada awal Surah Al-Baqarah,”Khaatamallaahu’ala kulu bihim wa’alaa sam’ihim wa’alaa abshaarihim”…dstnya.

Senantiasalah memperdalam ilmu agama di berbagai bidang dengan di iringi oleh ketaatan serta pelaksanaan ibadah sesuai dengan Al-Qur’an dan Assunnah Rasulullah Saw walaupun sedikit, usahakan selalu menaikkan grafik ibadah dengan benar dan ikhlas, mudah-mudahan Allah Swt akan memberi hidayah berupa pemahaman yang jelas dan benar dalam hidup berketuhanan untuk mencapai kebahagiaan di akhirat kelak.

Posting Komentar untuk "Sekilas Hakikat Jin"