Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer
Allah Swt berfirman : "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang di beri ilmu pengetahuan beberapa derajat." (Q.S. Al-Mujadalah : 11). Rasulullah Saw bersabda : "Barang siapa yang menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia, wajiblah ia memiliki ilmu, barang siapa yang ingin selamat dan berbahagia di akhirat, wajiblah ia mengetahui ilmu dan barangsiapa yang menginginkan kedua-duanya, wajiblah ia memiliki ilmu kedua-duanya pula." (H.R. Bukhari dan Muslim).

PIKIR DAN DZIKIR

Kaitan antara pikir dan dzikir

Manusia di anugerahi oleh Allah Swt dengan akal dan pikiran untuk penyempurnaan akhir dari kejadian fitrahnya sebagai makhluk, umat manusia di wajibkan untuk berpikir bagi kelangsungan kehidupannya di dunia dan di akhirat agar mendapatkan keselamatan sewaktu menjalani kehidupan di dunia dan untuk sebagai bekal menuju kepada kehidupan akhirat yang kekal abadi. Pikir maknanya secara umum adalah memberikan sesuatu yang keluar untuk suatu keputusan, dengan sarana akal yang sehat guna menemukan sesuatu jalan keluar dari suatu masalah, terlepas apapun masalahnya, termasuk masalah agama.

Dzikir maknanya secara umum adalah ingat, selanjutnya mempunyai pengertian untuk memerintahkan kepada akal, pikiran dan hati untuk mengingat hasil pikir yang di lakukan tadi, jadi saling ketergantungan secara bolak balik antara pikiran tadi dengan kinerja secara gotong royong antara akal, pikiran dan hati untuk mengingat sesuatu agar dapat lebih baik, tetapi dalam persoalan ini artinya lebih berat dan condong adalah untuk mengingat tuhan sang maha pencipta, yaitu Allah Swt.Pikir dan dzikir adalah satu kesatuan yang tidak bisa di pisahkan satu sama lainnya dalam hidup dan kehidupan ini, seseorang yang belajar sesuatu ilmu bisa di sebut juga sedang melakukan pikir dan dzikir, dalam hal ini adalah memikirkan dan mengingat semua pelajaran yang ia terima, sedangkan rangkaiannya dzikir untuk mendapatkan hidayah dari Allah Swt bagi sesuatu kegiatan tadi, dan dalam saat bersamaan kitapun di tuntut untuk melakukan dzikir atau mengingat mana yang harus di lakukan saat itu agar memperoleh keselamatan dan keberhasilan atas sesuatu perbuatan.

Hubungan dzikir dan pikir dalam kegiatan ibadah keagamaan atau dalam kehidupan seharI-hari sangat erat kaitannya, karena yang namanya dzikir dan pikir ini sudah di atur ketentuannya serta mutlak hadir di setiap insan (manusia), jika seseorang sampai salah dalam cara berpikirnya maka besar kemungkinan juga akan salah dalam dzikirnya, maka amalnya pun akan sia-sia, contohnya adalah suatu amal ibadah bid’ah yang tidak ada dasarnya dari Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah Saw, maka jika tidak di pikirkan secara jernih atas sesuatu amalan tersebut apakah sesuai dengan syari’at atau tidak maka tentu akan terjerumus kepada ibadah yang sesat, ibadah yang sesat adalah tertolak dan tidak akan di terima oleh Allah Swt, sesuai dengan sabda

Rasulullah Saw yang berbunyi : “Barangsiapa orang berbuat suatu amalan yang tidak ada perintah dari kami, maka perbuatannya itu di tolak.” (H.R. Muslim). Barangsiapa yang mengada - adakan dalam ajaran Islam ini yang tidak ada sumbernya dari Islam, maka urusan itu di tolak.” (H.R. Bukhari dan Muslim).

Berhati-hatilah dari perbuatan yang berlebihan dalam Islam. Karena sesungguhnya kehancuran umat - umat di masa lalu di akibatkan perbuatan yang berlebihan (dalam agamanya).” (H.R. Ahmad dari Ibnu Abbas). Tiap - tiap sesuatu yang di buat tanpa ada petunjuknya (Bid’ah) adalah sesat, dan tiap - tiap kesesatan itu di neraka.” (H.R. Muslim).

Inilah akibat yang di katakan oleh Rasulullah Saw karena tidak mau berpikir dengan baik dan jernih serta tidak mau belajar akan sesuatu tindak perbuatan sebelumnya, akhirnya malah terjun keneraka jahannam, padahal segala sesuatu tindak perbuatan di dunia ini muaranya tetap merupakan ibadah dan akan di hisab oleh Allah Swt kelak pada hari pembalasan yang sangat adil.

Rasulullah Saw sendiri pada mula kerasulannya di perintahkan untuk berpikir dan berdzikir (ingat), hal ini di buktikan dengan turunnya firman Allah Swt dalam Al-Qur’an Surah Al-Alaq Ayat 1 yang berbunyi :

1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,

Nah, perintah membaca pada ayat di atas adalah menyiratkan bukan hanya dalam persoalan di mana Nabi Saw hanya di suruh oleh Malaikat Jibril membaca saat turun wahyu pertama saja, akan tetapi bisa di tafsirkan secara luas dalam arti bahwa membaca adalah awal dari perintah untuk berpikir dan belajar, awal dari mencari tahu dan melakukan penyelidikan baik dan buruk, awal dari menganalisa serta awal dari suatu pemahaman ataupun kesimpulan, hal ini hanya bisa di laksanakan oleh seseorang yang memiliki akal, pikiran dan hati yang ada keimanan pada sang pencipta.

Perintah untuk berpikir ini sangat banyak dalam Al-Qur’an, salah satunya adalah :

28. “Dia membuat perumpamaan untuk kamu dari dirimu sendiri. Apakah ada di antara hamba - sahaya yang di miliki oleh tangan kananmu, sekutu bagimu dalam (memiliki) rezeki yang telah Kami berikan kepadamu, maka kamu sama dengan mereka dalam (hak mempergunakan) rezeki itu, kamu takut kepada mereka sebagaimana kamu takut kepada dirimu sendiri? Demikianlah Kami jelaskan ayat - ayat bagi kaum yang berakal.”

Sungguh sangat menarik, bahwa ayat – ayat yang turun justru memerintahkan kepada manusia agar berpikir dan berdzikir secara positif dan tidak asal – asalan beripikir dan dzikir, cara terbaik berpikir dan baru berdzikir, sebab jika dzikir dahulu tanpa sesuatu bekal ilmu yang sumbernya dari berpikir, maka akan menghasilkan dzikir atau ibadah yang sia – sia, sebab lebih dahulu ilmu baru dzikir atau ibadah, jika di dahulukan ibadah atau beramal tanpa berilmu (pikir) maka akan berantakan sesuatu pekerjaan amal ibadah tersebut.

Dalam hal beragama, sudah tentu berdzikir sering merupakan anjuran paling utama, sebab maknanya adalah ingat, shalat adalah maknanya juga ingat, jadi dengan dzikrullah atau mengingat Allah Swt yang di buat lebih secara khusus dan di terapkan dalam shalat atau bacaan - bacaan seperti tasbih, tahmid, tahlil, istighfar dan sebagainya, demikianlah sebagaimana yang di atur dalam syari’at agama. Jika kita kembalikan makna dzikrullah ini pada analogi sebelumnya, maka dzikrullah pun haruslah di dahului dengan tindakan pikir, yaitu menganalisa apa saja yang akan di lafadzkan atau di perbuatnya dalam kerangka dzikrullah, dengan pengertian lebih dalam adalah, bahwa untuk berdzikir kepada Allah Swt juga memerlukan ilmu atau pengetahuan yang cukup agar dzikir yang di lakukan menjadi benar dan amalnya tidak sia – sia, sedangkan ilmu pengetahuan kerangkanya adalah pikir, demikianlah kaitan eratnya antara dzikir dan pikir, ia tidak berpisah satu sama lain, hanya nama sajalah yang berbeda, tetapi satu dalam suatu kesatuan pada setiap satu tindakan.

Dengan demikian, pikir sebelum dzikir dalam urusan agama, memiliki hubungan yang sangat erat karena menentukan amalan yang di hasilkan dari dzikir tadi apakah di terima atau justru di tolak oleh Allah Swt sebagaimana firman-Nya juga dalam Al-Qur’an Surah Al-Kahfi Ayat : 104, yaitu :

104. Yaitu orang - orang yang telah sia - sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik - baiknya.

Posting Komentar untuk "PIKIR DAN DZIKIR"