Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer
Allah Swt berfirman : "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang di beri ilmu pengetahuan beberapa derajat." (Q.S. Al-Mujadalah : 11). Rasulullah Saw bersabda : "Barang siapa yang menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia, wajiblah ia memiliki ilmu, barang siapa yang ingin selamat dan berbahagia di akhirat, wajiblah ia mengetahui ilmu dan barangsiapa yang menginginkan kedua-duanya, wajiblah ia memiliki ilmu kedua-duanya pula." (H.R. Bukhari dan Muslim).

Pengertian Tawassul

Menjawab beberapa kesalahan yang di lontarkan oleh pihak tertentu bahwa ajaran beribadah dalam agama islam yang di kembangkan oleh Thariqat Naqsyabandi berupa tawassul kepada para orang – orang shaleh ketika melaksanakan ibadah dzikirnya yang mereka nyatakan syirik, maka demikianlah jawaban atas dasar tawassul dalam ajaran thariqat tersebut, jadi tawassul tidaklah syirik hukumnya, melainkan di bolehkan dalam ajaran islam.

Seseorang hamba yang beriman tentu tidak melupakan berdo’a kepada Allah Swt, sebab islam mengajarkan bahwa setiap muslim haruslah senantiasa meminta atau berdo’a kepada tuhannya, karena harus di sadari bahwa seorang hamba tidaklah pernah bisa merasa cukup atau bisa mencukupkan dengan sendirinya akan keperluan dunianya maupun akhiratnya, melainkan Allah Swt lah yang maha mencukupkan dan maha pemberi karunia berupa nikmat kepada makhluk-Nya, do’a adalah otak ibadah kata Rasulullah Swt, dan Allah Swt sendiri menyatakan dalam Qur’an bahwasanya mintalah kepada-Ku, niscaya Aku akan mengabulkan permintaan atau permohonanmu, demikianlah Allah Swt dan Rasul-Nya menganjurkan kepada kita untuk minta atau bermohon kepada Allah Swt berupa nikmat apapun juga, terlebih lagi nikmat agar di mudahkan untuk selalu beribadah kepada-Nya.

Dalam berdo’a kepada Allah Swt adakalanya seseorang hamba merasa tidak sanggup untuk menghadapnya langsung kepada Allah Swt mengenai permohonannya (do’a), guna mengatasi kelemahan seseorang hamba tersebut maka di bolehkan ber Tawassul atau memakai perantara dalam bermohon kepada Allah Swt, seseorang hamba boleh menyampaikan keinginannya kepada Allah Swt melalui perantara para kekasih-Nya, para nabi, para syuhada’ dan orang – orang shaleh yang teruji keimanannya kepada Allah Swt, hal ini di namakan dengan Tawassul (perantara).

Sebahagian ulama mengatakan bahwa tawassul adalah syirik, sama dengan menyembah berhala atau meminta sesuatu selain kepada Allah Swt, sebagiannya lagi malah mengkafirkan sesama muslim saudaranya sendiri, jika dalam berdo’a menggunakan cara tawassul.

Hukum bertawassul atau berdo’a memakai perantara ada dalil dan dasarnya, kegunaan hal ini adalah sebagai salah satu cara supaya ketika berdo’a atau bermohon kepada Allah Swt cepat di kabulkan oleh Allah Swt, hukum tawassul ini di bolehkan karena para nabi dan rasul juga pernah berdo’a dengan tawassul, sebagaimana tersirat pada Al-Qur’an Surah Al-Maidah Ayat 35 yang berbunyi : "Ya ayyuhalldzina amanuttakullaha waabtaghu wa’ilaihi alwasilata wajahiduu fi sabilihi la’allakum tuflihuun." Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan.”

Dan juga pada Al-Qur’an Surah An-Nisaa’ Ayat 64 yang berbunyi : "Wama arsalna mirrasulin ‘illa liyutha’a bidznillahi walau ‘annahum idzdzhalamu wa’anfusahum ja’uka fastaghfarullaha wa’astaghfara lahumurrasulu lawa jadulllaha tawwaabarrakhimaa." Artinya : “Dan Kami tidak mengutus seseorang rasul melainkan untuk di taati dengan seizin Allah. Sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah dan Rasulpun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.”

Dari para sahabat Rasulullah Saw ada juga meriwayatkan mengenai hal tawassul ini pada cerita dari Anas Ra, ia mengatakan : Pada zaman Umar bin Khattab Ra, pernah terjadi musim kepayahan (paceklik), ketika melakukan shalat istisqa’, Umar pun bertawassul kepada pamannya Rasulullah Saw, yaitu Abbas bin Abdul Muthalib Ra : “Ya tuhan, dulu kami mohon kepada-Mu dengan wasilah Nabi-Mu dan engkau meurunkan hujan kepada kami, sekarang kami mohon kepada-Mu dengan tawassul paman Nabi-Mu, turunkanlah hujan kepada kami”, maka Allah Swt segera menurunkan hujan kepada mereka." (H.R. Imam Bukhari).

Melakukan tawassul kepada orang – orang tertentu atau langsung kepada nabi dan rasul bukanlah di katakan berarti menyembahnya atau minta kepada selain-Nya, tetapi hanya di maksudkan untuk lebih mempercepat ridha-Nya Allah Swt terhadap hamba-Nya yang beramal shaleh kepada-Nya, sebab mereka yang di sandarkan (tawassul) adalah para kekasihnya Allah Swt, sedangkan para sahabatnya saja yang terkenal ibadahnya taat dan istiqamah serta dekat dan mengenal akan Allah Swt saja melakukan hal ini, apalagi umat akhir zaman yang serba lalai dan kurang akan ketaatannya kepada Allah Swt malah tidak mau bertawassul, alangkah ruginya jika bersikap demikian seakan – akan merasa sudah dekat pada Allah Swt. Wallahu’alam…

2 komentar untuk "Pengertian Tawassul"

  1. tapi jika sebagai orang awaam tawassul malah akan manjerumuskan dan tidak perlu dilakukan, dari dalil yang ada tadi tidak serta merta kita harus bertawassul, dan jika kita pd sama gusti Allah kan nggak apa apa

    BalasHapus
  2. Kami sangat setuju dengan pendapat anda, jika tiada di mengerti dengan jelas melakukan tawassul, maka jangan lakukan, sebab bisa merusakkan tauhid terhadap Allah Swt.
    Wassalam...

    BalasHapus

Terimakasih atas kunjungan anda...