Tentang Ucapan Selamat dan Wakaf Dari Non Muslim
WAKAF UNTUK MEREKA ATAU WAKAF MEREKA BUAT KAUM MUSLIMIN
Ibnul Qayyim رحمو الله berkata: Adapun wakaf mereka maka dilihat lagi. Apabila mereka mewakafkan untuk orang tertentu atau hal-hal yang diperbolehkan seorang muslim mewakafkannya, seperti sedekah kepada orang-orang miskin, fakir dan perbaikan jalan serta maslahat umum, atau untuk anak-anak dan keturunan mereka, maka wakaf ini sah.Hukumnya sama dengan hukum wakaf muslimin dalam hal ini. Akan tetapi apabila disyaratkan bahwa anak-anak dan kerabat mendapatkan wakaf tersebut dengan syarat harus berada dalam kekufuran mereka, misalnya syarat: 'Apabila mereka masuk Islam maka mereka tidak berhak mendapatkannya sedikitpun". Maka syarat ini tidak sah dan tidak boleh pemerintah memberlakukan hukum wakaf ini menurut kesepakatan umat Islam, karena menentang agama Islam dan berlawanan dengan ajaran yang menjadikan Allah عّزوج ّ ل mengutus Rasul-Nya.
Tidaklah kekufuran menjadi sebab dan syarat dalam kepemilikan hak dan juga bukan penghalang darinya. Seandainya seseorang mewakafkan untuk anaknya, bapaknya atau kerabatnya, maka mereka berhak atas hal itu walaupun masih dalam kekufuran mereka dan bila masuk Islam maka itu lebih berhak lagi.
Sedangkan wakaf untuk gereja dan tempat ibadah mereka serta tempat-tempat kekufuran yang mereka tegakkan padanya syiar kekufuran, maka tidak sah dari orang kafir dan juga dari orang muslim. Karena hal itu mengandung bantuan yang besar untuk mereka menegakkan kekufuran dan menguatkannya. Hal itu sangat bertentangan dengan agama Allah ( .عّزوج ّ ل Ahkam Ahlidz Dzimmah 1/299- 302 dan lihat Majmu'ah Rasa'il wal Masail 1/229).
MENJENGUK MEREKA YANG SAKIT
Imam Al-Bukhari رحمو الله meriwayatkan dalam kitab Al -Jana'iz dari Anas رضي الله عنه beliau berkata: Dahulu ada seorang anak Yahudi biasa membantu Nabi صلى الله عليه وسلم Suatu saat ia sakit, lalu Nabi menjenguknya dan duduk di dekat kepalanya seraya berkata kepadanya : Masuklah ke dalam Islam! Lalu anak tersebut melihat kepada bapaknya yang berada di sampingnya. Sang bapak berkata kepadanya: Taatilah Abul Qasim .صلى الله عليه وسلم Lalu ia masuk Islam. Kemudian Nabi صلى الله عليه وسلم keluar sembari berkata: "Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkannya dari neraka." (H.R. Al-Bukhari 3/219 No. 1356).
Adapun mengucapkan selamat kepada mereka dalam syiar-syiar kufur yang khusus untuk mereka, maka itu disepakati keharamannya. Contohnya menyambut hari raya mereka dengan mengucapkan: "Selamat Hari Raya" atau menyambut hari rayanya tersebut.
Ini apabila yang mengucapkannya selamat dari kekufuran, maka ia masuk dalam perkara terlarang. Hal ini seperti kedudukan orang yang mengucapkan selamat kepada orang kafir yang sujud kepada salib. Bahkan hal ini lebih besar dosa dan kemurkaannya di sisi Allah عّزوج ّ ل dari pada orang yang mengucapkan selamat kepada peminum minuman keras, pembunuh, pezina dan lain-lainnya.
Banyak orang yang tidak memiliki komitmen dengan agama terjerumus dalam hal ini dan tidak mengerti buruknya perbuatannya. Siapa yang mengucapkan selamat kepada seorang hamba dengan kemaksiatan, bid'ah atau kekufurannya, maka telah membuka diri untuk dimurkai Allah عّزوج ّ ل.
Masuk juga dalam hal ini pengagungan terhadap mereka dan memanggil mereka dengan istilah Sayyid (tuan) dan maula. Hal ini terlarang dengan dasar hadits yang marfu': "Jangan mengatakan kepada Munafiq panggilan Sayyid, karena kalaupun menjadi sayyid, maka kalian telah membuat murka Rabb kalian Azza wa Jalla. (H.R. Abu Dawud dalam Sunannya kitab al-Adab dan dinilai shahih oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud).
Tidak boleh juga menjuluki mereka dengan julukan sebagaimana disampaikan Imam Ibnul Qayyim Mu'izuddaulah atau fulan As-Sadid (yang lurus perilakunya) atau Ar-Rasyid (yang mendapat bimbingan) atau Ash-Shalih (yang shalih) dan sebagainya.
Sedangkan wakaf muslim untuk orang kafir, maka ini sah darinya selama sesuai dengan hukum Allah dan Rasul-Nya sehingga diperbolehkan mewakafkan untuk perorangan dari mereka atau untuk kerabatnya dan bani fulan dan sejenisnya.
Tidaklah kekufuran menjadi sebab dan syarat dalam kepemilikan hak dan juga bukan penghalang darinya. Seandainya seseorang mewakafkan untuk anaknya, bapaknya atau kerabatnya, maka mereka berhak atas hal itu walaupun masih dalam kekufuran mereka dan bila masuk Islam maka itu lebih berhak lagi.
Sedangkan wakaf untuk gereja dan tempat ibadah mereka serta tempat-tempat kekufuran yang mereka tegakkan padanya syiar kekufuran, maka tidak sah dari orang kafir dan juga dari orang muslim. Karena hal itu mengandung bantuan yang besar untuk mereka menegakkan kekufuran dan menguatkannya. Hal itu sangat bertentangan dengan agama Allah ( .عّزوج ّ ل Ahkam Ahlidz Dzimmah 1/299- 302 dan lihat Majmu'ah Rasa'il wal Masail 1/229).
MENJENGUK MEREKA YANG SAKIT
DAN MENGUCAPKAN SELAMAT
Imam Al-Bukhari رحمو الله meriwayatkan dalam kitab Al -Jana'iz dari Anas رضي الله عنه beliau berkata: Dahulu ada seorang anak Yahudi biasa membantu Nabi صلى الله عليه وسلم Suatu saat ia sakit, lalu Nabi menjenguknya dan duduk di dekat kepalanya seraya berkata kepadanya : Masuklah ke dalam Islam! Lalu anak tersebut melihat kepada bapaknya yang berada di sampingnya. Sang bapak berkata kepadanya: Taatilah Abul Qasim .صلى الله عليه وسلم Lalu ia masuk Islam. Kemudian Nabi صلى الله عليه وسلم keluar sembari berkata: "Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkannya dari neraka." (H.R. Al-Bukhari 3/219 No. 1356).Imam Al-Bukhari juga meriwayatkan kisah Abu Thalib ketika sakaratul maut, lalu Nabi صلى الله عليه وسلم mengunjunginya dan menawarkan Islam kepadanya. (Lihat Shahih Al-Bukhari 3/222 No. 1360).
Ibnu Bathal رحمو الله menyatakan: Menjenguk orang kafir yang sakit disyariatkan apabila diharapkan akan menerima untuk masuk Islam. Bila tidak diharapkan maka tidak boleh. (Fathul Bari 10/119). Sedangkan Ibnu Hajar رحمو الله berkata: Yang rajih adalah hal itu berbeda-beda sesuai dengan perbedaan maksud. Terkadang dengan menjenguknya akan muncul maslahat lainnya. (Fathul Bari 10/119).
Ibnu Bathal رحمو الله menyatakan: Menjenguk orang kafir yang sakit disyariatkan apabila diharapkan akan menerima untuk masuk Islam. Bila tidak diharapkan maka tidak boleh. (Fathul Bari 10/119). Sedangkan Ibnu Hajar رحمو الله berkata: Yang rajih adalah hal itu berbeda-beda sesuai dengan perbedaan maksud. Terkadang dengan menjenguknya akan muncul maslahat lainnya. (Fathul Bari 10/119).
Adapun mengucapkan selamat kepada mereka dalam syiar-syiar kufur yang khusus untuk mereka, maka itu disepakati keharamannya. Contohnya menyambut hari raya mereka dengan mengucapkan: "Selamat Hari Raya" atau menyambut hari rayanya tersebut.
Ini apabila yang mengucapkannya selamat dari kekufuran, maka ia masuk dalam perkara terlarang. Hal ini seperti kedudukan orang yang mengucapkan selamat kepada orang kafir yang sujud kepada salib. Bahkan hal ini lebih besar dosa dan kemurkaannya di sisi Allah عّزوج ّ ل dari pada orang yang mengucapkan selamat kepada peminum minuman keras, pembunuh, pezina dan lain-lainnya.
Banyak orang yang tidak memiliki komitmen dengan agama terjerumus dalam hal ini dan tidak mengerti buruknya perbuatannya. Siapa yang mengucapkan selamat kepada seorang hamba dengan kemaksiatan, bid'ah atau kekufurannya, maka telah membuka diri untuk dimurkai Allah عّزوج ّ ل.
Dahulu para ahli wara' dari kalangan ulama menjauhi ucapan selamat kepada orang-orang zhalim yang mendapatkan kekuasaan dan ucapan selamat kepada orang-orang bodoh yang mendapatkan jabatan Qadhi, pengajaran dan fatwa, karena menjauhi murka Allah dan jatuhnya mereka dari pandangan Allah عّزوج ّ ل. Apabila seseorang ditimpa seperti itu maka ia melakukannya untuk menolak keburukan yang akan terjadi dari mereka, sehingga berjalan menemui mereka dan tidak berkata kecuali yang baik dan mendoakan mereka mendapatkan taufiq dan kelurusan, maka itu tidak mengapa. (Ahkam ahli Adz-Dimmah 1/205-206).
Masuk juga dalam hal ini pengagungan terhadap mereka dan memanggil mereka dengan istilah Sayyid (tuan) dan maula. Hal ini terlarang dengan dasar hadits yang marfu': "Jangan mengatakan kepada Munafiq panggilan Sayyid, karena kalaupun menjadi sayyid, maka kalian telah membuat murka Rabb kalian Azza wa Jalla. (H.R. Abu Dawud dalam Sunannya kitab al-Adab dan dinilai shahih oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud).
Tidak boleh juga menjuluki mereka dengan julukan sebagaimana disampaikan Imam Ibnul Qayyim Mu'izuddaulah atau fulan As-Sadid (yang lurus perilakunya) atau Ar-Rasyid (yang mendapat bimbingan) atau Ash-Shalih (yang shalih) dan sebagainya.
Siapa yang menamakan dirinya dengan salah satu dari nama-nama tersebut, maka seorang muslim dilarang memanggil dengan namanya tersebut. Seandainya ia seorang Nashrani maka panggil saja dengan Wahai Nashrani dan untuk Yahudi dengan wahai orang Yahudi:
Kemudian Ibnul Qayyim رحمو الله berkata lagi: Adapun sekarang sungguh aku mendapati zaman orang-orang tersebut (kaum non Muslim) muncul di bagian terdepan berbagai majlis, disambut dengan berdiri dan diciumi tangan-tangan mereka, serta menempati jabatan mengatur gaji para tentara dan harta-harta kerajaan. (Ahkam Ahlidz-Dzimmah 2/771).
Apabila ini adalah ucapan Imam Ibnul Qayyim yang wafat tahun 751 H, maka hendaknya seorang Muslim melihat zaman ini pada kumpulan buih yang banyaknya bagaikan buih banjir. Mereka menisbatkan diri kepada Islam padahal mereka mengikuti musuh Allah dalam segala urusannya, baik yang kecil maupun yang besar, hingga seandainya musuh Islam tersebut masuk ke dalam lubang kadal gurun tentulah mereka masuk mengikutinya. Bukan sekedar mengekor pada mereka semata, bahkan mengekor dengan segala ketakjuban dan kebanggaan terhadap mereka. Tidaklah terjadi acara dan momen musuh-musuh kita, kecuali dipenuhi dengan ucapan selamat dari segala penjuru.
Posting Komentar untuk "Tentang Ucapan Selamat dan Wakaf Dari Non Muslim"
Terimakasih atas kunjungan anda...