Masalah Tertawa Terbahak-bahak
Ajaran Islam mengatur tata hidup para umat manusia sedemikian rupa, hingga sampai kepada masalah yg dianggap kecil seperti tertawa, dalam hal ini Allah Swt mengingatkan,"Maka hendaklah mereka sedikit tertawa dan banyak menangis sebagai pembalasan dari apa yang selalu mereka kerjakan.” (Q.S. At-Taubah Ayat : 82).
Allah Swt berfirman,“Apakah dengan ajaran ini, kalian ta’ajub (heran), kamu tertawa dan tidak menangis, sedangkan kalian terlengah.” (Q.S. An-Najm Ayat 59-61).
Menanggapi hal ini Rasulullah Saw juga bersabda,“Seandainya kamu mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya kamu akan sedikit tertawa.” (H.R. Bukhari dan Muslim).
Rasulullah Saw bersabda,”Jangan sering tertawa karena seringnya tertawa itu mematikan hati." dan ucapan beliau selanjutnya adalah,”Tertawanya seorang mukmin adalah bagian dari kelalaiannya, yaitu kelalaian terhadap perkara akhirat, dan jika dirinya tidak lalai maka tidaklah ia tertawa.” (H.R. Bukhari dan Muslim).
Tertawa yang berlebihan, berakibat buruk pada 3 (tiga) perkara, yaitu :
Selanjutnya setelah itu beliau berjalan lagi meninggalkan mereka, dan para sahabat tersebut segera bertaubat dan berazam (bertekad dengan sangat kuat) untuk tidak lagi tertawa terbahak-bahak.
Dalam suatu riwayat lain, Rasulullah Saw baru saja keluar dari masjid, ketika beliau melihat beberapa orang sahabat tengah berbincang sambil tertawa terbahak-bahak, maka Rasulullah Saw menghampiri mereka dan mengucap salam. Setelah mereka membalas salam, Rasulullah Saw bersabda, “Perbanyaklah kalian mengingat sesuatu yang memutuskan kelezatan (haadzimil ladzdzaat).” Salah seorang sahabat bertanya,“Apakah haadzmil ladzdzaat, ya Rasulullah?” Rasulullah Saw bersabda, “Al-aut (yakni, kematian).” Seketika para sahabat tersebut terdiam, dan Rasulullah Saw meninggalkan majelis mereka, belum jauh berjalan lagi, beliau melihat sekumpulan sahabat lainnya juga tengah berbincang-bincang dengan tertawa-tawa, beliau segera menghampiri mereka dan mengucap salam, setelah mereka menjawab salam, beliau bersabda, “Ingatlah, demi Dzat yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, seandainya kalian mengetahui sebagaimana apa yang aku ketahui, tentulah kalian akan sedikit tertawa dan lebih banyak menangis!!” Para sahabat itu seketika terdiam, tidak lagi tertawa-tawa seperti sebelumnya, Rasulullah Saw berpamitan meninggalkan mereka, yang tenggelam dalam tafakkur masing-masing, merenungi perkataan Rasulullah Saw tersebut, tetapi belum jauh beliau berjalan, ada lagi sekumpulan sahabat yang berbincang sambil tertawa-tawa juga.
Rasulullah Saw menghampiri mereka dan mengucap salam. Setelah mereka menjawab salam, beliau bersabda,“Sesungguhnya Islam itu pada mulanya asing dan nanti akan kembali menjadi asing ketika (telah dekat saat) hari kiamat, maka, beruntunglah bagi orang-orang yang asing pada (saat dekat) hari kiamat nanti.”
Salah seorang sahabat bertanya, “Ya Rasulullah, siapakah orang-orang yang asing pada (saat dekat) hari kiamat tersebut?” Rasulullah Saw bersabda, “Yaitu orang-orang yg apabila masyarakat berada dalam kerusakan (yakni tenggelam dalam kemaksiatan dan mengabaikan kewajiban), maka orang-orang itu berusaha untuk memperbaikinya (yakni melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar).”
Rasulullah Saw mencontohkan perilaku kehidupan sehari-hari dengan tidak pernah tertawa, kecuali hanya tersenyum, tidak menoleh kecuali dengan wajah penuh (maksudnya beliau tidak melirik) kepada orang lain dan lingkungannya namun langsung menghadapkan wajahnya yg selalu dihiasi dengan senyuman....ari kita renungkanlah dan kita paham bersama!...Wallahu a'lam bissawab.
Allah Swt berfirman,“Apakah dengan ajaran ini, kalian ta’ajub (heran), kamu tertawa dan tidak menangis, sedangkan kalian terlengah.” (Q.S. An-Najm Ayat 59-61).
Menanggapi hal ini Rasulullah Saw juga bersabda,“Seandainya kamu mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya kamu akan sedikit tertawa.” (H.R. Bukhari dan Muslim).
Rasulullah Saw bersabda,”Jangan sering tertawa karena seringnya tertawa itu mematikan hati." dan ucapan beliau selanjutnya adalah,”Tertawanya seorang mukmin adalah bagian dari kelalaiannya, yaitu kelalaian terhadap perkara akhirat, dan jika dirinya tidak lalai maka tidaklah ia tertawa.” (H.R. Bukhari dan Muslim).
Tertawa yang berlebihan, berakibat buruk pada 3 (tiga) perkara, yaitu :
- Hati jadi buta dan membatu kepada hal ketaatan;
- Belum lapar sudah makan lagi (dalam arti negatif yg akan menghela) kepada kemaksiatan;
- Gemar omong kosong bicara ke sana kemari yang tak berguna dan akibatnya lebih suka umbar kebohongan, kedustaan dan kemunafikan, akhirat terlupakan.
Terkadang kita mendapati seseorang yang kesibukannya membuat orang tertawa-tawa, sehingga bukan semata menjadi hiburan hati, tapi sudah mengarah pada membuat orang menjadi lengah dan lupa, kepada yg berbuat seperti ini Rasulullah Saw memberi peringatan, “Celakalah orang yang berdusta supaya ditertawakan orang lain, celakalah dia, celakalah dia!” (H.R. Bukhari dan Muslim).Tertawa, tentu saja bukan sesuatu hal yang terlarang, namun ada batasan tertentu dan tidak terbahak-bahak atau meledak-ledak berlebihan, karena itu adalah perangai syaithan, siapa saja boleh tertawa selagi suka, dengan tertawa menunjukkan, bahwa seseorang sedang dalam keadaan situasi yang senang, akan tetapi, tertawa dalam pengertian mengeluarkan suara meledak-ledak oleh sebab rasa suka, geli apalagi mengandung unsur meledek bahkan menghina seseorang, ini akan lain ceritanya.
Terkadang tertawa menyebabkan kekufuran apabila tertawanya untuk mengejek apa-apa yang diturunkan Allah Swt atau sunnah Rasulullah Saw, tidak diperbolehkan berbohong untuk ditertawakan oleh orang lain, hal ini sebagaimana dijelaskan Rasulullah Saw,"Celaka bagi orang yg berkata kemudian berbohong supaya orang-orang tertawa, maka celaka baginya, maka celaka baginya." (H.R. Bukhari dan Muslim).Ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh orang yang secara umum pada dan atau di depan khalayak ramai pada lingkungan pergaulan tentang bercanda, bersenda gurau dan tertawa-tawa :
- Hendaknya menjaga perasaan orang lain;
- Tidak tenggelam dan terlewat batas;
- Tidak berbicara dengan perkataan yg buruk;
- Tidak bersenda gurau dengan memperolok-olok agama;
- Tidak bersenda gurau dengan orang-orang yg bodoh;
- Bersenda gurau dengan orang yang lebih tua dan alim dengan sesuatu yang pantas.
- Tidak terbuai sampai tertawa terbahak-bahak;
- Tidak memudharatkan diri sendiri.
Pada suatu riwayat di zaman Rasulullah Saw, ketika beberapa orang sahabat terlibat beberapa pembicaraan sehingga mereka tertawa terbahak-bahak, kebetulan saat itu Rasulullah Saw berjalan melintasi mereka, seketika beliau bersabda, “Mengapa kalian tertawa terbahak-bahak, sedangkan api neraka menanti di belakang kalian? Demi Allah aku tidak senang melihat kalian tertawa seperti itu.”Setelah itu Rasulullah Saw berjalan lagi meninggalkan mereka, yang tampak bersedih dan sangat menyesal melihat "ketidak-sukaan" beliau atas sikap mereka itu, dengan tanggapan beliau seperti itu, mereka merasa telah berdosa besar, dan hanya neraka yang menjadi balasannya, mereka hanya diam dengan kepala tertunduk, seolah-olah ada burung yang bertengger di kepala mereka dan khawatir burung itu akan terbang jika menggerakkan kepalanya, tetapi tidak lama setelah itu tampak Rasulullah Saw hadir lagi di antara mereka dengan berjalan mundur, kemudian dengan nada yang lebih lembut, tanpa meninggalkan ketegasan, beliau bersabda, “Malaikat Jibril datang kepadaku dan mengatakan, bahwa Allah Swt berfirman kepadaku : Mengapakah engkau mematahkan hati hamba-hamba-Ku dari rahmat-Ku? Kabarkan kepada hamba-hamba-Ku, bahwa Aku adalah Dzat Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang, akan tetapi Siksa-Ku (pun) adalah siksaan yang amat pedih.” Jadi artinya apabila telah terlanjur melakukan tertawa-tawa terbahak-bahak maka segeralah bertaubat kepada Allah Swt yang Maha Penerima Taubat.
Selanjutnya setelah itu beliau berjalan lagi meninggalkan mereka, dan para sahabat tersebut segera bertaubat dan berazam (bertekad dengan sangat kuat) untuk tidak lagi tertawa terbahak-bahak.
Dalam suatu riwayat lain, Rasulullah Saw baru saja keluar dari masjid, ketika beliau melihat beberapa orang sahabat tengah berbincang sambil tertawa terbahak-bahak, maka Rasulullah Saw menghampiri mereka dan mengucap salam. Setelah mereka membalas salam, Rasulullah Saw bersabda, “Perbanyaklah kalian mengingat sesuatu yang memutuskan kelezatan (haadzimil ladzdzaat).” Salah seorang sahabat bertanya,“Apakah haadzmil ladzdzaat, ya Rasulullah?” Rasulullah Saw bersabda, “Al-aut (yakni, kematian).” Seketika para sahabat tersebut terdiam, dan Rasulullah Saw meninggalkan majelis mereka, belum jauh berjalan lagi, beliau melihat sekumpulan sahabat lainnya juga tengah berbincang-bincang dengan tertawa-tawa, beliau segera menghampiri mereka dan mengucap salam, setelah mereka menjawab salam, beliau bersabda, “Ingatlah, demi Dzat yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, seandainya kalian mengetahui sebagaimana apa yang aku ketahui, tentulah kalian akan sedikit tertawa dan lebih banyak menangis!!” Para sahabat itu seketika terdiam, tidak lagi tertawa-tawa seperti sebelumnya, Rasulullah Saw berpamitan meninggalkan mereka, yang tenggelam dalam tafakkur masing-masing, merenungi perkataan Rasulullah Saw tersebut, tetapi belum jauh beliau berjalan, ada lagi sekumpulan sahabat yang berbincang sambil tertawa-tawa juga.
Rasulullah Saw menghampiri mereka dan mengucap salam. Setelah mereka menjawab salam, beliau bersabda,“Sesungguhnya Islam itu pada mulanya asing dan nanti akan kembali menjadi asing ketika (telah dekat saat) hari kiamat, maka, beruntunglah bagi orang-orang yang asing pada (saat dekat) hari kiamat nanti.”
Salah seorang sahabat bertanya, “Ya Rasulullah, siapakah orang-orang yang asing pada (saat dekat) hari kiamat tersebut?” Rasulullah Saw bersabda, “Yaitu orang-orang yg apabila masyarakat berada dalam kerusakan (yakni tenggelam dalam kemaksiatan dan mengabaikan kewajiban), maka orang-orang itu berusaha untuk memperbaikinya (yakni melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar).”
Rasulullah Saw mencontohkan perilaku kehidupan sehari-hari dengan tidak pernah tertawa, kecuali hanya tersenyum, tidak menoleh kecuali dengan wajah penuh (maksudnya beliau tidak melirik) kepada orang lain dan lingkungannya namun langsung menghadapkan wajahnya yg selalu dihiasi dengan senyuman....ari kita renungkanlah dan kita paham bersama!...Wallahu a'lam bissawab.
subhanallah, postingannya bagus
BalasHapus