Pengertian Mati Ma'nawi Melalui Muraqabah Ahdiyah
Rasulullah Saw bersabda,'Alaa kullu syai'in ma khalallahu bathiluun." Artinya : "Ketahuilah, segala sesuatu yang lain daripada Allah adalah bathil."
Dalam beribadah kepada Allah Swt haruslah sesuai dengan dasar dari Al-Qur'an dan As-Sunnah dan Hadist Rasulullah Saw yang shahih riwayatnya, pada amalan beribadah menurut ilmu tasawuf ada di kenal beberapa jenis dari "Mati" mati di sini maksudnya mati segala sesuatu di dunia ini sewaktu dalam beribadah, nah dalam kalangan para ahli ilmu tasawuf membeberkan jenis mati ini ada 2 (dua) macam, yaitu :
1. Mati Hissi, yakni mati yang sesungguhnya atau meninggal dunia.
2. Mati Ma'nawi, yakni mati dalam arti sifat madzmumah, seperti hawa, nafsu, sifat syaithan dan jenis sifat buruk lainnya, mati ma'nawi dapat juga di artikan dengan matinya hawa dan nafsu amarah, yaitu nafsu yang selalu mengajak kepada kemaksiatan dan ingkar kepada Allah Swt.Selanjutnya jika dapat menguasai sifat madzmumah tersebut, maka inilah yang di maksudkan oleh para ahli tasawuf dengan mati hakiki alias "Fana."
Rasulullah Saw bersabda,"'Annaasu niyamun fa'idza matu intabahu." Artinya : "Semua manusia itu sebenarnya dalam keadaan tidur, apabila mereka mati, barulah itu yang di namakan dengan bangun."
"Mutu qabla antamutu waman arada ayyanzhura ilal mayyitin yamsyi 'alaa wajhil ardhi falyanzhur ila abi bakrin." Artinya : "Matilah kamu sebelum kamu mati, siapa yang ingin melihat mayyit yang berjalan di permukaan bumi, maka lihaatlah Abu Bakar."
Dalam keadaan fana saat beribadah, maka seseorang tersebut akan mengalami beberapa pemahaman yang belum pernah di alami atau di pelajarinya, "Kullu man 'alaiha fanin wa yabqa wajhu rabbika dzuljalaali wal ikram...Semua orang adalah fana, sedangkan yang kekal abadi adalah hanya dzat Allah semata, tuhan yang memiliki kebesaran dan kemuliaan."
Rasulullah Saw bersabda,"'Annaasu niyamun fa'idza matu intabahu." Artinya : "Semua manusia itu sebenarnya dalam keadaan tidur, apabila mereka mati, barulah itu yang di namakan dengan bangun."
"Mutu qabla antamutu waman arada ayyanzhura ilal mayyitin yamsyi 'alaa wajhil ardhi falyanzhur ila abi bakrin." Artinya : "Matilah kamu sebelum kamu mati, siapa yang ingin melihat mayyit yang berjalan di permukaan bumi, maka lihaatlah Abu Bakar."
Dalam keadaan fana saat beribadah, maka seseorang tersebut akan mengalami beberapa pemahaman yang belum pernah di alami atau di pelajarinya, "Kullu man 'alaiha fanin wa yabqa wajhu rabbika dzuljalaali wal ikram...Semua orang adalah fana, sedangkan yang kekal abadi adalah hanya dzat Allah semata, tuhan yang memiliki kebesaran dan kemuliaan."
Binasa atau lenyapnya sesuatu dalam ayat di atas adalah arti daripada pengertian "Fana fil mustaqbal" yaitu masa yang akan datang dan "Fana fil hadhir" yaitu masa yang sekarang serta "Fana fil madhli" yaitu masa yang telah lalu, namun bila dalam ibadah menjumpai akan hal sedemikian, maka janganlah menjadi seseorang yang ahli ramal pula, sebab hal itu merupakan kerjanya iblis, jin dan syaithan, sedangkan kepada kita di susupkannya sifat sedemikian agar tersesat, walaupun kelihatan luarnya adalah baik, karena hal tersebut adalah "Kanallahu lam yakun syai'un ma'aahu," Artinya : "Adalah Allah itu tak ada satupun yang menyertai-Nya." maka janganlah sampai beranggapan bahwasanya Allah Swt itu selalu menyertai kita secara rutin, sebab sifat manusia selalu imannya naik turun dan terkadang melakukan maksiat, jadi mana mungkin Allah Swt menyertai hamba-Nya melakukan maksiat, maka ini adalah pemahaman yang salah menurut ajaran Islam.
Dari segi zhahir bahwa bentuk dan rupa yang ada di dunia ini bukanlah berarti tuhan, namun itu adalah wujud "ain hak Allah Swt, misalnya buih pada lautan, nah itu adalah "ain wujud dari air" artinya secara rupa dan bentuk secara zhahir daripada buih tadi sebenarnya bukanlah dapat di sebut dengan air namanya, namun adalah cerminan dari air yang banyak di lautan tadi.
Apabila hak Allah Swt itu tertera pada sesuatu segi dari hamba, maka artinya adalah hak Allah Swt itu adalah zhahir atau nyata pada cermin keimanan hamba tersebut, maaka kondisi hamba saat itu adalah tersembunyi, begitu juga sebaliknya apabila hamba tertera pada suatu segi dari hak Allah Swt, maka maksudnya adalah hamba itu zhahir pada cermin hak Allah Swt dan hak itu adalah tersembunyi atau secara bathin juga, dengan demikian maka dapatlah di ambil sesuatu i'tibar atau gambaran terhadap segala sesuatu ini dengan mencari lawan setiap dari segala persoalan, sebab segala sesuatu tersebut ada lawannya, seperti pada sifat dua puluh.
Mari kita ungkap pengertiannya lagi apabila seseorang dalam keadaan fana, yaitu "Hamba nyata pada cermin hak dengan arti hamba adalah tertera atau wiqayah pada wujud Allah Swt", dan ini merupakan sinonim atau persamaan dengan istilah kaum sufi yaitu : "Syuhudul kastrah fil wahdah dan Syuhudul wahdah fil kastrah."(Pandang satu atas yang banyak dan pandang banyak atas yang satu).
Apabila masih bingung dalam hal sedemikian sehingga tidak mengerti akan mana yang zhahir dan mana yang bathin, maka saatnya berkonsultasi dengan penunjuk jalan (guru mursyid), namun dengan beberapa keterangan dan alasan di atas sudah mencukupi pemahamannya bagaimana kinerja dan proses sesuatu dalam keadaan fana atau mati ma'nawi yang di maksud di atas.
Keterbatasan pemahaman dan pengertian terhadap hak Allah Swt dalam keadaan fana tersebut tidaklah menjadi persoalan serius, bagi Allah Swt hal tersebut adalah ja'idz atau boleh, dan biasa terjadi pada seseorang hamba saat beribadah, namun yang perlu di ingat adalah amat nyata Allah Swt tidak berubah pada bathinnya dan memehami bahwa Allah Swt adalah ADA dan tiada sekutu bagiNya dan tetap sampaai kapanpun.
Pahamilah bahwasanya wujud lain adalah fana di bawah wujud Allah Swt, maka yang maujud ini adalah paada hakikatnya merupakan wujud Allah Swt dan wujud alam dan seisinya ini adalah madzhar atau bayangan dari wujudnya Allah Swt, contoh adalah buih, ombak dan laut atau danau adalah hakikatnya air, artinya buih, ombak dan laut tadi adalah nyata namanya adalah air, bila air itu bergerak tentu di namakan dengan ombak atau riak, kalau terlalu sibuk dan deras air tersebut maka akan menimbulkan buih dan namun dianya tetap adalah air, apabila kita ciduk wujud buih dan ombak tersebut dengan ember misalnya dan diamkan sejenak, tentu jelas dan nyata bahwasanya itu adalah air.
Jadi sudah jelas bahwa arti secara hakikat semuanya itu adalah air apabila telah hilang buih dan ombak tadi dan tinggal hanyalah air, dengan demikian fanalah alam ini dan hanya tinggal wujud Allah Swt yang meliputi atas bumi dan langit serta seisinya, Allah Swt adalah meliputi segala sesuatu.
Pengertian meliputi adalah Ia meliputi dengan dzatNya serta sifat, sebab Allah Swt adalah nama bagi dzat yang wajibul wujud, Dia memiliki sifat maha sempurna, selanjutnya pengertian meliputi itu adalah bukan dari arti ilmunya saja, namun secara luas seisi alam semesta ini,"Walillahil masyriqu wal maghribu fa'ainama tuwallu fassama wajhullah." Artinya : "Kepunyaan Allah barat dan timur, kemanapun berhadap maka di sanalah dzat Allah."
Demikian sekilas hasil dari ibadah dengan cara Dzikir Muraqabah Ahdiyah, yaitu mengenal akan pemahaman bagaimana fana atas segala sesuatu penciptaan Allah Swt ini adalah merupakan bayangan dari wujud Allah Swt atas segala sesuatu di alam ini.
Dari segi zhahir bahwa bentuk dan rupa yang ada di dunia ini bukanlah berarti tuhan, namun itu adalah wujud "ain hak Allah Swt, misalnya buih pada lautan, nah itu adalah "ain wujud dari air" artinya secara rupa dan bentuk secara zhahir daripada buih tadi sebenarnya bukanlah dapat di sebut dengan air namanya, namun adalah cerminan dari air yang banyak di lautan tadi.
Apabila hak Allah Swt itu tertera pada sesuatu segi dari hamba, maka artinya adalah hak Allah Swt itu adalah zhahir atau nyata pada cermin keimanan hamba tersebut, maaka kondisi hamba saat itu adalah tersembunyi, begitu juga sebaliknya apabila hamba tertera pada suatu segi dari hak Allah Swt, maka maksudnya adalah hamba itu zhahir pada cermin hak Allah Swt dan hak itu adalah tersembunyi atau secara bathin juga, dengan demikian maka dapatlah di ambil sesuatu i'tibar atau gambaran terhadap segala sesuatu ini dengan mencari lawan setiap dari segala persoalan, sebab segala sesuatu tersebut ada lawannya, seperti pada sifat dua puluh.
Mari kita ungkap pengertiannya lagi apabila seseorang dalam keadaan fana, yaitu "Hamba nyata pada cermin hak dengan arti hamba adalah tertera atau wiqayah pada wujud Allah Swt", dan ini merupakan sinonim atau persamaan dengan istilah kaum sufi yaitu : "Syuhudul kastrah fil wahdah dan Syuhudul wahdah fil kastrah."(Pandang satu atas yang banyak dan pandang banyak atas yang satu).
Apabila masih bingung dalam hal sedemikian sehingga tidak mengerti akan mana yang zhahir dan mana yang bathin, maka saatnya berkonsultasi dengan penunjuk jalan (guru mursyid), namun dengan beberapa keterangan dan alasan di atas sudah mencukupi pemahamannya bagaimana kinerja dan proses sesuatu dalam keadaan fana atau mati ma'nawi yang di maksud di atas.
Keterbatasan pemahaman dan pengertian terhadap hak Allah Swt dalam keadaan fana tersebut tidaklah menjadi persoalan serius, bagi Allah Swt hal tersebut adalah ja'idz atau boleh, dan biasa terjadi pada seseorang hamba saat beribadah, namun yang perlu di ingat adalah amat nyata Allah Swt tidak berubah pada bathinnya dan memehami bahwa Allah Swt adalah ADA dan tiada sekutu bagiNya dan tetap sampaai kapanpun.
Pahamilah bahwasanya wujud lain adalah fana di bawah wujud Allah Swt, maka yang maujud ini adalah paada hakikatnya merupakan wujud Allah Swt dan wujud alam dan seisinya ini adalah madzhar atau bayangan dari wujudnya Allah Swt, contoh adalah buih, ombak dan laut atau danau adalah hakikatnya air, artinya buih, ombak dan laut tadi adalah nyata namanya adalah air, bila air itu bergerak tentu di namakan dengan ombak atau riak, kalau terlalu sibuk dan deras air tersebut maka akan menimbulkan buih dan namun dianya tetap adalah air, apabila kita ciduk wujud buih dan ombak tersebut dengan ember misalnya dan diamkan sejenak, tentu jelas dan nyata bahwasanya itu adalah air.
Jadi sudah jelas bahwa arti secara hakikat semuanya itu adalah air apabila telah hilang buih dan ombak tadi dan tinggal hanyalah air, dengan demikian fanalah alam ini dan hanya tinggal wujud Allah Swt yang meliputi atas bumi dan langit serta seisinya, Allah Swt adalah meliputi segala sesuatu.
Pengertian meliputi adalah Ia meliputi dengan dzatNya serta sifat, sebab Allah Swt adalah nama bagi dzat yang wajibul wujud, Dia memiliki sifat maha sempurna, selanjutnya pengertian meliputi itu adalah bukan dari arti ilmunya saja, namun secara luas seisi alam semesta ini,"Walillahil masyriqu wal maghribu fa'ainama tuwallu fassama wajhullah." Artinya : "Kepunyaan Allah barat dan timur, kemanapun berhadap maka di sanalah dzat Allah."
Demikian sekilas hasil dari ibadah dengan cara Dzikir Muraqabah Ahdiyah, yaitu mengenal akan pemahaman bagaimana fana atas segala sesuatu penciptaan Allah Swt ini adalah merupakan bayangan dari wujud Allah Swt atas segala sesuatu di alam ini.
Alhamdulillah.
BalasHapus