BEBASKAN RIA UNTUK MELIHAT KEBESARAN ALLAH SWT
Manusia di beri akal oleh Allah Swt, agar dengan akalnya ia bisa mengupayakan untuk mengetahui hakikat dirinya dan mengerti bahwa itu dekat dengan-Nya, hamba yang telah menerima yang sedemikian di namakan dengan “Syu’aa’ul Bashirah”, artinya mengerti akan hakikat dan mengenal dirinya selaku hamba yang lemah dan tidak berilmu apapun juga selain dari karunia dari-Nya. Seseorang hamba yang di karunia ilmu oleh Allah Swt, supaya dengan ilmunya ia bisa melihat dan mengerti bahwa dirinya tidak artinya pada wujud Allah Swt, sikap yang demikian di namakan dengan “Ainul Bashirah”, sedangkan yang dapat menyaksikan akan keberadaan wujudnya Allah Swt pada alam ini dengan ketidakberdayaan selaku seseorang hamba maka ini di namakan dengan “Haqqul Bashirah”, hal ini baru kategori pada pandangan akan kebesaran Allah Swt yang meliputi langit dan bumi serta segala isi ciptaanNya.
Hal yang sedemikian di atas sangat penting artinya bagi seseorang untuk dapat mengenal dan mengetahui hal tersebut (alam kebesaran) agar dapat mencapai tingkat keyakinan seseorang hamba terhadap khalikNya secara bertahap, dari tiga bekal berupa nur keyakinan penglihatan secara kasyaf tersebut di atas, maka seseorang hamba dapat mengetahui dan mensifati wujudnya Allah Swt.
Manusia senantiasa melazimkan amalannya guna mencapai maksud tersebut, tetapi hendaklah di dasari dengan ikhlas dan tanpa ada unsur ria sedikitpun jua, jadi jangan sampai amalan tersebut di campuri dengan ria, sebab amalan yang bercampur dengan ria sangat tercela di sisi Allah Swt, bahkan di katakan dengan sia – sia dan tidak akan mendapat bagian sama sekali (pahala).
Apabila amalan seseorang hamba tidak di sertai dengan ria namun kemudian dia mengharap dengan amalan tersebut di masukkan ke syurga, maka sesungguhnya hemba tersebut telah terpisah dari tujuan amalannya semula, yaitu hanya mengharapkan keridhaan Allah Swt belaka.
Jika amalan yang demikian yang di perbuat, maka amalan ini tergolong amalan yang kurang bersih, sebab masih mengharapkan pamrih dariNya, mengenai karunia syurga bagi Allah Swt sudah mutlak ganjarannya bagi hamba yang di terima amalannya, jadi sebaiknya seseorang hamba jangan mengharapkan apapun juga kepada Allah Swt jika hendak beramal, sebabnya syurga adalah makhluk dan ciptaan Allah Swt, jadi janganlah beramal karena mengharapkan syurga karena syurga adalah makhluk dan ciptaannya juga, tetapi sebaiknya beramallah hanya karena keridhaan Allah Swt.
Barang siapa yang beramal karena syurga maka sesungguhnya ia termasuk hambanya syurga, bukanlah hambanya Allah Swt, tetapi jika ia beramal karena Allah Swt semata, maka inilah yang di namakan hamba Allah Swt yang sejati dan murni, selama seseorang beramal itu masih menghendaki dan bertujuan selain dari Allah Swt, maka selama itu juga ia tidak akan dapat sampai kepada Allah Swt dan juga tidak akan kenal pada dirinya, padahal yang mesti yang di harapkan oleh seseorang hamba adalah sampai puncaknya kepada Allah Swt.
Sifat ria adalah salah satu penyakit ruhaniah yang di klasifikasikan oleh Rasulullah Saw dengan syirik kecil yang termasuk perbuatan menyekutukan Allah Swt walaupun bukan secara terang – terangan tetapi dapat menghancurkan amal ibadah.
Sesuai dengan firman Allah Swt : “Kepunyaan Allahlah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikan, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu, maka Allah mengampuni siapa yang di kehandakiNya dan menyiksa siapa yang di kehendakiNya, dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (Al-Qur’an Surah Al-Baqarah Ayat 284).
Niat seseorang yang di dasarkan kepada ria bisa di bungkus dengan bermacam cara untuk meyakinkan kepada orang lain bahwa niatnya itu ikhlas, akan tetapi tidak akan dapat di sembunyikan kepada Allah Swt dan tetap akan di pertanggung jawabkan kelak di hadapan mahkamah Allah Swt yang maha adil.
Rasulullah Saw bersabda : “Sesungguhnya yang paling aku takuti atasmu adalah syirik kecil, yaitu ria (beribadah) bukan karena Allah semata tetapi karena untuk di lihat orang.” (Hadist Riwayat Ahmad). Karena itu waspadalah.
Hal yang sedemikian di atas sangat penting artinya bagi seseorang untuk dapat mengenal dan mengetahui hal tersebut (alam kebesaran) agar dapat mencapai tingkat keyakinan seseorang hamba terhadap khalikNya secara bertahap, dari tiga bekal berupa nur keyakinan penglihatan secara kasyaf tersebut di atas, maka seseorang hamba dapat mengetahui dan mensifati wujudnya Allah Swt.
Manusia senantiasa melazimkan amalannya guna mencapai maksud tersebut, tetapi hendaklah di dasari dengan ikhlas dan tanpa ada unsur ria sedikitpun jua, jadi jangan sampai amalan tersebut di campuri dengan ria, sebab amalan yang bercampur dengan ria sangat tercela di sisi Allah Swt, bahkan di katakan dengan sia – sia dan tidak akan mendapat bagian sama sekali (pahala).
Apabila amalan seseorang hamba tidak di sertai dengan ria namun kemudian dia mengharap dengan amalan tersebut di masukkan ke syurga, maka sesungguhnya hemba tersebut telah terpisah dari tujuan amalannya semula, yaitu hanya mengharapkan keridhaan Allah Swt belaka.
Jika amalan yang demikian yang di perbuat, maka amalan ini tergolong amalan yang kurang bersih, sebab masih mengharapkan pamrih dariNya, mengenai karunia syurga bagi Allah Swt sudah mutlak ganjarannya bagi hamba yang di terima amalannya, jadi sebaiknya seseorang hamba jangan mengharapkan apapun juga kepada Allah Swt jika hendak beramal, sebabnya syurga adalah makhluk dan ciptaan Allah Swt, jadi janganlah beramal karena mengharapkan syurga karena syurga adalah makhluk dan ciptaannya juga, tetapi sebaiknya beramallah hanya karena keridhaan Allah Swt.
Barang siapa yang beramal karena syurga maka sesungguhnya ia termasuk hambanya syurga, bukanlah hambanya Allah Swt, tetapi jika ia beramal karena Allah Swt semata, maka inilah yang di namakan hamba Allah Swt yang sejati dan murni, selama seseorang beramal itu masih menghendaki dan bertujuan selain dari Allah Swt, maka selama itu juga ia tidak akan dapat sampai kepada Allah Swt dan juga tidak akan kenal pada dirinya, padahal yang mesti yang di harapkan oleh seseorang hamba adalah sampai puncaknya kepada Allah Swt.
Sifat ria adalah salah satu penyakit ruhaniah yang di klasifikasikan oleh Rasulullah Saw dengan syirik kecil yang termasuk perbuatan menyekutukan Allah Swt walaupun bukan secara terang – terangan tetapi dapat menghancurkan amal ibadah.
Sesuai dengan firman Allah Swt : “Kepunyaan Allahlah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikan, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu, maka Allah mengampuni siapa yang di kehandakiNya dan menyiksa siapa yang di kehendakiNya, dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (Al-Qur’an Surah Al-Baqarah Ayat 284).
Niat seseorang yang di dasarkan kepada ria bisa di bungkus dengan bermacam cara untuk meyakinkan kepada orang lain bahwa niatnya itu ikhlas, akan tetapi tidak akan dapat di sembunyikan kepada Allah Swt dan tetap akan di pertanggung jawabkan kelak di hadapan mahkamah Allah Swt yang maha adil.
Rasulullah Saw bersabda : “Sesungguhnya yang paling aku takuti atasmu adalah syirik kecil, yaitu ria (beribadah) bukan karena Allah semata tetapi karena untuk di lihat orang.” (Hadist Riwayat Ahmad). Karena itu waspadalah.
Posting Komentar untuk "BEBASKAN RIA UNTUK MELIHAT KEBESARAN ALLAH SWT"
Terimakasih atas kunjungan anda...