Mengapa Ghoror Haram?
Mungkin anda berkata, "Bukankah di bolehkan bagi pemilik harta untuk menghibahkan hartanya tanpa imbalan sama sekali? Lalu mengapa bila ia berspekulasi, sehingga bisa dapat imbalan dan bisa tidak atau mendapatkan imbalan yang tidak setimpal kenapa di haramkan?
Ketahuilah, bila sedari awal anda telah meniatkan sedekah atau hadiah, maka anda pasti tidak mengharapkan imbalan, bahkan harapan mendapatkan imbalan di dunia adalah suatu hal yang di haramkan, dengan demikian, bila orang yang anda beri hadiah atau sedekah tidak membalas budi baik anda, maka anda tidak akan kecewa, menyesal dan juga tidak akan menuntutnya.
Beda halnya dengan perniagaan, anda mengharapkan imbalan yang setimpal dengan apa yang anda bayarkan, dengan demikian, bila anda tidak mendapatkan imbalan atau mendapat imbalan yang tidak senilai, maka niscaya anda kecewa, menyesal dan menuntut saudara anda, bahkan tidak jarang, benih-benih permusuhan dan kebencian mulai bersemi dan tidak lama kemudian berbuah tindakan.
Simaklah firman Allah Ta'ala berikut ini : "Sejatinya syetan hanyalah ingin mengobarkan api permusuhan dan kebencian di antara kalian melalui minuman khamar dan perjudian." (Q.S. Al-Ma'idah : 91). Pada ayat ini dengan tegas Allah menjelaskan bahwa di antara alasan di haramkannya perjudian adalah karena perjudian memancing terjadinya kebencian dan permusuhan.
Tidak heran bila setiap hal yang dapat memicu terjadinya kedua hal ini di haramkan, cermatilah permusuhan dan kebencian yang terjadi di masyarakat anda, kebanyakannya bermula dari perniagaan yang tidak jelas, bukankah demikian saudaraku? Di samping itu, ada faktor-faktor lain yang menjadikan suatu perniagaan di larang, namun faktor-faktor tersebut merupakan faktor sekunder dan bersumber dari luar akad.
Faktor-faktor tersebut adalah :
1. Waktu
Seorang muslim di larang berniaga setelah muadzin mengumandangkan adzan kedua pada hari Jum'at. Ketentuan ini berdasarkan firman Allah Ta'ala : "Hai orang-orang yang beriman, apabila di seru untuk menunaikan shalat pada hari jum'at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli, yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui." (Q.S. Al-Jumu'ah : 9).
Al-Imam Ibnu Rusyd berkata, "Setahuku, ketentuan hukum ini telah disepakati oleh para ulama, yaitu haram berjual beli ketika azan pada hari Jum'at yang di kumandangkan ketika matahari telah tergelincir dan imam telah berada di atas mimbar .... Dan hukum ini hanya berlaku bagi orang yang berkewajiban menjalankan shalat Jum'at." (Bidayatul Mujtahid: 2/169).
2. Tempat
Rasulullah Saw bersabda : "Bila engkau mendapatkan orang yang menjual atau membeli di dalam masjid, maka katakanlah kepadanya, 'Semoga Allah tidak memberikan keuntungan pada perniagaanmu.' Dan bila engkau menyaksikan orang yang mengumumkan barang hilang di dalam masjid, maka katakanlah kepadanya, 'Semoga Allah tidak mengembalikan barangmu yang hilang." (H.R. At-Tirmidzi Hadits No. 1321).
Dahulu Atha' bin Yasar bila menjumpai orang yang hendak berjualan di dalam masjid, beliau menghardiknya dengan berkata, "Hendaknya engkau pergi ke pasar dunia, sedangkan ini adalah pasar akhirat." (Riwayat Al-Imam Malik dalam Kitab Al-Muwaththa' : 2/244 No. 601).
Berdasarkan ini semua, banyak ulama yang mengharamkan jual beli di dalam masjid dan perlu di ketahui bahwa menurut sebagian ulama hukum ini juga berlaku pada teras masjid, bila berada dalam pagar masjid, hal ini karena para ulama telah menggariskan satu kaidah yang menyatakan : "Sekeliling sesuatu memiliki hukum yang sama dengan hukum yang berlaku pada sesuatu tersebut." (Al-Asybah wa An-Nazho'ir oleh As-Suyuthi : 240).
Kaidah ini di sarikan oleh para ulama ahli fiqh dari sabda Nabi Saw : "Sesungguhnya yang halal itu nyata dan yang haram pun nyata dan di antara keduanya (halal dan haram) terdapat hal-hal yang di ragukan (syubhat), banyak orang yang tidak mengetahuinya, maka barang siapa menghindari syubhat, berarti ia telah menjaga keutuhan agama dan kehormatannya, sedangkan barang siapa yang terjatuh ke dalam hal-hal syubhat, niscaya ia terjatuh ke dalam hal haram, perumpamaannya bagaikan seorang penggembala yang menggembalakan (gembalaannya) di sekitar wilayah larangan (hutan lindung), tak lama lagi gembalaannya akan memasuki wilayah itu, ketahuilah bahwa setiap raja memiliki wilayah larangan, ketahuilah bahwa wilayah larang Allah adalah hal-hal yang Dia haramkan." (H.R. Bukhari Hadits No. 52 dan Muslim Hadits No. 1599).
Akan tetapi, bila teras tersebut berada di luar pagar masjid atau terpisahkan dari masjid oleh jalan atau gang maka tidak berlaku padanya hukum masjid, penjelasan ini selaras dengan fatwa Komite Tetap Fatwa Kerajaan Arab Saudi (Al-Lajnah Ad-Da'imah) pada fatwa No. 11967.
3. Penipuan
Penipuan dalam segala urusan adalah haram, wajar bila penipuan terjadi pada akad perniagaan, maka menjadikan perniagaan tersebut di haramkan : "Kedua orang yang saling berniaga memiliki hak pilih (khiyar) selama keduanya belum berpisah dan bila keduanya berlaku jujur dan menjelaskan, maka akan di berkahi untuk mereka penjualannya, dan bila mereka berlaku dusta dan saling menutup-nutupi, niscaya akan di hapuskan keberkahan penjualannya." (H.R. Bukhari hadits No. 2069).
Pada hadits lain Nabi Saw menegaskan : "Barang siapa menipu kami, maka ia tidak termasuk golongan kami." (H.R. Muslim hadits No. 45).
4. Merugikan orang lain
َSahabat Abu Hurairah Ra menuturkan, "Rasulullah Saw bersabda, 'Janganlah engkau saling hasad, menaikkan penawaran barang (padahal tidak ingin membelinya), membenci, merencanakan kejelekan dan janganlah sebagian dari kalian melangkahi pembelian sebagian lainnya, jadilah hamba-hamba Allah yang saling bersaudara, seorang muslim adalah saudara muslim lainnya, tidak layak baginya untuk menzhalimi saudaranya, membiarkannya di aniaya orang lain dan menghinanya." (H.R. Bukhari hadits No. 6065 dan Muslim hadits No. 6695).
Di antara bentuk-bentuk perniagaan yang merugikan orang lain adalah :
a. Menimbun barang dagangan
Di antara bentuk aplikasi dari prinsip ini ialah di haramkannya menimbun barang kebutuhan masyarakat banyak, sebagaimana di sabdakan Nabi Saw : "Barang siapa yang menimbun maka ia telah berbuat dosa." (H.R. Muslim, hadits No: 4206).
b. Melangkahi penawaran atau penjualan sesama muslim : "Janganlah kamu menghadang orang-orang kampung yang membawa barang dagangannya (ke pasar). Janganlah sebagian dari kamu melangkahi penjualan sebagian yang lain. Jangan pula kamu saling menaikkan tawaran suatu barang (tanpa niat untuk membelinya) dan jangan pula orang kota menjualkan barang dagangan milik orang kampung." (H.R. Bukhari hadits No. 2150 dan Muslim hadits No. 3898).
c. Percaloan
َSahabat Jabir bin Abdillah Ra menuturkan, "Rasulullah Saw bersabda, 'Janganlah orang kota menjualkan barang-barang milik orang kampung. Biarkanlah masyarakat, sebagian di beri rezeki oleh Allah dari sebagian lainnya." (H.R. Muslim hadits No. 3902).
Ketahuilah, bila sedari awal anda telah meniatkan sedekah atau hadiah, maka anda pasti tidak mengharapkan imbalan, bahkan harapan mendapatkan imbalan di dunia adalah suatu hal yang di haramkan, dengan demikian, bila orang yang anda beri hadiah atau sedekah tidak membalas budi baik anda, maka anda tidak akan kecewa, menyesal dan juga tidak akan menuntutnya.
Beda halnya dengan perniagaan, anda mengharapkan imbalan yang setimpal dengan apa yang anda bayarkan, dengan demikian, bila anda tidak mendapatkan imbalan atau mendapat imbalan yang tidak senilai, maka niscaya anda kecewa, menyesal dan menuntut saudara anda, bahkan tidak jarang, benih-benih permusuhan dan kebencian mulai bersemi dan tidak lama kemudian berbuah tindakan.
Simaklah firman Allah Ta'ala berikut ini : "Sejatinya syetan hanyalah ingin mengobarkan api permusuhan dan kebencian di antara kalian melalui minuman khamar dan perjudian." (Q.S. Al-Ma'idah : 91). Pada ayat ini dengan tegas Allah menjelaskan bahwa di antara alasan di haramkannya perjudian adalah karena perjudian memancing terjadinya kebencian dan permusuhan.
Tidak heran bila setiap hal yang dapat memicu terjadinya kedua hal ini di haramkan, cermatilah permusuhan dan kebencian yang terjadi di masyarakat anda, kebanyakannya bermula dari perniagaan yang tidak jelas, bukankah demikian saudaraku? Di samping itu, ada faktor-faktor lain yang menjadikan suatu perniagaan di larang, namun faktor-faktor tersebut merupakan faktor sekunder dan bersumber dari luar akad.
Faktor-faktor tersebut adalah :
1. Waktu
Seorang muslim di larang berniaga setelah muadzin mengumandangkan adzan kedua pada hari Jum'at. Ketentuan ini berdasarkan firman Allah Ta'ala : "Hai orang-orang yang beriman, apabila di seru untuk menunaikan shalat pada hari jum'at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli, yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui." (Q.S. Al-Jumu'ah : 9).
Al-Imam Ibnu Rusyd berkata, "Setahuku, ketentuan hukum ini telah disepakati oleh para ulama, yaitu haram berjual beli ketika azan pada hari Jum'at yang di kumandangkan ketika matahari telah tergelincir dan imam telah berada di atas mimbar .... Dan hukum ini hanya berlaku bagi orang yang berkewajiban menjalankan shalat Jum'at." (Bidayatul Mujtahid: 2/169).
2. Tempat
Rasulullah Saw bersabda : "Bila engkau mendapatkan orang yang menjual atau membeli di dalam masjid, maka katakanlah kepadanya, 'Semoga Allah tidak memberikan keuntungan pada perniagaanmu.' Dan bila engkau menyaksikan orang yang mengumumkan barang hilang di dalam masjid, maka katakanlah kepadanya, 'Semoga Allah tidak mengembalikan barangmu yang hilang." (H.R. At-Tirmidzi Hadits No. 1321).
Dahulu Atha' bin Yasar bila menjumpai orang yang hendak berjualan di dalam masjid, beliau menghardiknya dengan berkata, "Hendaknya engkau pergi ke pasar dunia, sedangkan ini adalah pasar akhirat." (Riwayat Al-Imam Malik dalam Kitab Al-Muwaththa' : 2/244 No. 601).
Berdasarkan ini semua, banyak ulama yang mengharamkan jual beli di dalam masjid dan perlu di ketahui bahwa menurut sebagian ulama hukum ini juga berlaku pada teras masjid, bila berada dalam pagar masjid, hal ini karena para ulama telah menggariskan satu kaidah yang menyatakan : "Sekeliling sesuatu memiliki hukum yang sama dengan hukum yang berlaku pada sesuatu tersebut." (Al-Asybah wa An-Nazho'ir oleh As-Suyuthi : 240).
Kaidah ini di sarikan oleh para ulama ahli fiqh dari sabda Nabi Saw : "Sesungguhnya yang halal itu nyata dan yang haram pun nyata dan di antara keduanya (halal dan haram) terdapat hal-hal yang di ragukan (syubhat), banyak orang yang tidak mengetahuinya, maka barang siapa menghindari syubhat, berarti ia telah menjaga keutuhan agama dan kehormatannya, sedangkan barang siapa yang terjatuh ke dalam hal-hal syubhat, niscaya ia terjatuh ke dalam hal haram, perumpamaannya bagaikan seorang penggembala yang menggembalakan (gembalaannya) di sekitar wilayah larangan (hutan lindung), tak lama lagi gembalaannya akan memasuki wilayah itu, ketahuilah bahwa setiap raja memiliki wilayah larangan, ketahuilah bahwa wilayah larang Allah adalah hal-hal yang Dia haramkan." (H.R. Bukhari Hadits No. 52 dan Muslim Hadits No. 1599).
Akan tetapi, bila teras tersebut berada di luar pagar masjid atau terpisahkan dari masjid oleh jalan atau gang maka tidak berlaku padanya hukum masjid, penjelasan ini selaras dengan fatwa Komite Tetap Fatwa Kerajaan Arab Saudi (Al-Lajnah Ad-Da'imah) pada fatwa No. 11967.
3. Penipuan
Penipuan dalam segala urusan adalah haram, wajar bila penipuan terjadi pada akad perniagaan, maka menjadikan perniagaan tersebut di haramkan : "Kedua orang yang saling berniaga memiliki hak pilih (khiyar) selama keduanya belum berpisah dan bila keduanya berlaku jujur dan menjelaskan, maka akan di berkahi untuk mereka penjualannya, dan bila mereka berlaku dusta dan saling menutup-nutupi, niscaya akan di hapuskan keberkahan penjualannya." (H.R. Bukhari hadits No. 2069).
Pada hadits lain Nabi Saw menegaskan : "Barang siapa menipu kami, maka ia tidak termasuk golongan kami." (H.R. Muslim hadits No. 45).
4. Merugikan orang lain
َSahabat Abu Hurairah Ra menuturkan, "Rasulullah Saw bersabda, 'Janganlah engkau saling hasad, menaikkan penawaran barang (padahal tidak ingin membelinya), membenci, merencanakan kejelekan dan janganlah sebagian dari kalian melangkahi pembelian sebagian lainnya, jadilah hamba-hamba Allah yang saling bersaudara, seorang muslim adalah saudara muslim lainnya, tidak layak baginya untuk menzhalimi saudaranya, membiarkannya di aniaya orang lain dan menghinanya." (H.R. Bukhari hadits No. 6065 dan Muslim hadits No. 6695).
Di antara bentuk-bentuk perniagaan yang merugikan orang lain adalah :
a. Menimbun barang dagangan
Di antara bentuk aplikasi dari prinsip ini ialah di haramkannya menimbun barang kebutuhan masyarakat banyak, sebagaimana di sabdakan Nabi Saw : "Barang siapa yang menimbun maka ia telah berbuat dosa." (H.R. Muslim, hadits No: 4206).
b. Melangkahi penawaran atau penjualan sesama muslim : "Janganlah kamu menghadang orang-orang kampung yang membawa barang dagangannya (ke pasar). Janganlah sebagian dari kamu melangkahi penjualan sebagian yang lain. Jangan pula kamu saling menaikkan tawaran suatu barang (tanpa niat untuk membelinya) dan jangan pula orang kota menjualkan barang dagangan milik orang kampung." (H.R. Bukhari hadits No. 2150 dan Muslim hadits No. 3898).
c. Percaloan
َSahabat Jabir bin Abdillah Ra menuturkan, "Rasulullah Saw bersabda, 'Janganlah orang kota menjualkan barang-barang milik orang kampung. Biarkanlah masyarakat, sebagian di beri rezeki oleh Allah dari sebagian lainnya." (H.R. Muslim hadits No. 3902).
Posting Komentar untuk "Mengapa Ghoror Haram?"
Terimakasih atas kunjungan anda...