ADAB SEORANG IMAM
Seorang imam hendaknya meringankan shalat, di riwayatkan dari Anas bin Malik yang berkata,“Aku tidak melakukan shalat di belakang seorang pun yang lebih ringan dan lebih sempurna shalatnya dari pada shalatnya Rasulullah.” Seorang imam hendaknya tidak bertakbir sebelum muadzin membacakan iqamah dan sebelum shaf shalat lurus sempurna, ia harus meninggikan suara ketika bertakbir, sementara ma’mum tidak meninggikan suara kecuali sebatas yang bisa ia dengar sendiri. Imam harus berniat menjadi imam guna memperoleh keutamaan, jika sang imam tak berniat, shalat para jama’ah tetap sah dengan syarat mereka telah berniat mengikutinya, mereka juga memperoleh pahala shalat yang berjama’ah.
Imam tidak boleh menyaringkan bacaan iftitah dan ta'awudz sebagaimana dalam shalat sendirian, tapi ia menyaringkan bacaan Surah Al-Fatihah dan surat sesudahnya dalam shalat-shalat subuh, serta dalam dua raka’at pertama magrib dan isya, dalam shalat jahar (yang di baca secara keras), ma’mum menyaringkan ucapan amin dengan bersama-sama imam, bukan sesudah imam, lalu imam diam sejenak setelah membaca Surat Al-Fatihah. Di saat itulah makmum membaca Surat Al-Fatihah agar sesudahnya ia bisa mendengarkan bacaan imam, pada shalat jahar, ma’mum tidak membaca surat kecuali jika ia tidak mendengar suara imam. Hendaknya seorang imam tidak membaca tasbih dalam ruku’ dan sujud lebih dari tiga kali dan juga tidak memberikan tambahan dalam tasyahud awal setelah membaca shalawat kepada Nabi. Pada dua raka’at terakhir, imam cukup membaca Surat Al-Fatihah, tidak usah menambah-nambahnya lagi, juga ketika tasyahud akhir imam cukup membaca tasyahud dan shalawat kepada Rasulullah Saw, ketika salam, imam hendaknya berniat memberikan salam kepada semua jama’ah sedangkan jama’ah atau ma’mum dengan salamnya berniat menjawab salam imam.
Setelah itu imam diam sebentar dan menghadap kepada para jama’ah, jika yang ada di belakangnya adalah para wanita, maka ia tidak usah menoleh sampai mereka bubar, hendaknya ma’mum tidak berdiri sampai imam berdiri, lalu imam pergi entah ke arah kanan atau tapi lebih baik ke arah kanan. Imam tidak boleh berdo’a untuk dirinya sendiri dalam membaca qunut subuh tapi hendaknya ia mengucapkan Allahumma ihdina (Ya Allah, tunjukkan kami) dengan suara nyaring, sedangkan para ma’mum mengamininya tanpa mengangkat tangan mereka karena hal itu tak terdapat dalam riwayat.
Selebihnya ma’mum membaca sendiri sisa dari do’a qunut tersebut, yakni di mulai dari Innaka la yaqdhi wa la yuqdha’alaika. Ma’mum tidak boleh berdiri sendirian secara terpisah, ia harus masuk ke dalam barisan atau menarik orang lain untuk membuat barisan dengannya. Ma’mum tak boleh berdiri di depan iman, mendahului, atau bergerak secara bersamaan dengan gerakan imam, tapi, ia harus melakukannya sesudah imam, ia tak boleh ruku’ kecuali setelah imam sempurna dalam posisi ruku’, begitu juga, ia tak boleh sujud selama dahi imam belum sampai di tanah.
Imam tidak boleh menyaringkan bacaan iftitah dan ta'awudz sebagaimana dalam shalat sendirian, tapi ia menyaringkan bacaan Surah Al-Fatihah dan surat sesudahnya dalam shalat-shalat subuh, serta dalam dua raka’at pertama magrib dan isya, dalam shalat jahar (yang di baca secara keras), ma’mum menyaringkan ucapan amin dengan bersama-sama imam, bukan sesudah imam, lalu imam diam sejenak setelah membaca Surat Al-Fatihah. Di saat itulah makmum membaca Surat Al-Fatihah agar sesudahnya ia bisa mendengarkan bacaan imam, pada shalat jahar, ma’mum tidak membaca surat kecuali jika ia tidak mendengar suara imam. Hendaknya seorang imam tidak membaca tasbih dalam ruku’ dan sujud lebih dari tiga kali dan juga tidak memberikan tambahan dalam tasyahud awal setelah membaca shalawat kepada Nabi. Pada dua raka’at terakhir, imam cukup membaca Surat Al-Fatihah, tidak usah menambah-nambahnya lagi, juga ketika tasyahud akhir imam cukup membaca tasyahud dan shalawat kepada Rasulullah Saw, ketika salam, imam hendaknya berniat memberikan salam kepada semua jama’ah sedangkan jama’ah atau ma’mum dengan salamnya berniat menjawab salam imam.
Setelah itu imam diam sebentar dan menghadap kepada para jama’ah, jika yang ada di belakangnya adalah para wanita, maka ia tidak usah menoleh sampai mereka bubar, hendaknya ma’mum tidak berdiri sampai imam berdiri, lalu imam pergi entah ke arah kanan atau tapi lebih baik ke arah kanan. Imam tidak boleh berdo’a untuk dirinya sendiri dalam membaca qunut subuh tapi hendaknya ia mengucapkan Allahumma ihdina (Ya Allah, tunjukkan kami) dengan suara nyaring, sedangkan para ma’mum mengamininya tanpa mengangkat tangan mereka karena hal itu tak terdapat dalam riwayat.
Selebihnya ma’mum membaca sendiri sisa dari do’a qunut tersebut, yakni di mulai dari Innaka la yaqdhi wa la yuqdha’alaika. Ma’mum tidak boleh berdiri sendirian secara terpisah, ia harus masuk ke dalam barisan atau menarik orang lain untuk membuat barisan dengannya. Ma’mum tak boleh berdiri di depan iman, mendahului, atau bergerak secara bersamaan dengan gerakan imam, tapi, ia harus melakukannya sesudah imam, ia tak boleh ruku’ kecuali setelah imam sempurna dalam posisi ruku’, begitu juga, ia tak boleh sujud selama dahi imam belum sampai di tanah.
Posting Komentar untuk "ADAB SEORANG IMAM"
Terimakasih atas kunjungan anda...