MA'RIFAT AKAN DIRI...MA'RIFAT TERHADAP ALLAH
Mengenal diri dapat mengenal Tuhan, setelah mengenal Tuhan maka dia tidak mengerti lagi terhadap dirinya, ma’rifat itu adalah ta’alluq (berhubungan) dengan pengenalan terhadap diri, pengenalan diri berhubungan pula kepada pengenalan terhadap Allah, selanjutnya bila seseorang itu sudah ma’rifat kepada Allah, barulah dia menyadari bahwa diri sendiri sebenarnyatidak mempunyai pengetahuan apa-apa.
Rasullullah bersabda : “Orang yang benar-benar ma’rifat kepada Allah adalah yang lebih mengerti dan kenal terhadap dirinya.”
Yang di maksud dengan ma’rifat di sini adalah “kasyaf”, yaitu terbuka baginya akan hakikat segala sesuatu ini adalah sebenarnya Af’al Allah, fana pada dirinya, lalu fana pula fana itu, artinya bukan diri sendiri yang memfanakan tetapi Allah-lah yang memfanakan, dari tingkat ini langsung mencapai pada maqam baqabillah, artinya terpusat penuh hanya kepada Allah, dunia semuanya takluk termasuk akan pikiran, mengakui akan kebenaran bahwasanya Allah yang meliputi segala-galanya. Terasa kemanisan dan keindahan keimanan, lebih manis dari gula yang ada di seluruh dunia ini, lebih indah dari yang indah nan ada di seluruh dunia ini, itu indahnya jika ma’rifat terhadap diri dan Allah, sebaiknya jika ma’rifat terhadap kesyirikan dan kemasiatan maka, terpampang perolehan segala penderitaan dan kesusahan hiudp, baik di dunia maupun di akhirat, fana terbagi kepada 3 (tiga) tingkatan, yaitu :
1. Fana Ilmu, fana yang segala sesuatu ini pada hakikatnya terlihat dari segi ilmu pengetahuan;
2. Fana’Ain, fananya segala sesuatu ini sepanjang dengan mata hati yang bersih, dan
3. Fana Haq, fana dalam arti sebenarnya, fana dirinya dan fana yang di lihatnya menurut pengertian hakiki yang di berikan petunjuk oleh Allah dengan bagaimanapun cara Allah menunjukkan terhadap individu tersebut.
Untuk sampai kepada Tuhan, bukanlah karena sebab dan pengamatan akal pikiran, hal itu semua hanyalah semata-mata karena Allah yang Maha Lathif, dalam isyarat yakin dan tahkik iman yang mantap. Kelemahan menemukan pendapat dan isyarat, maka itulah yang sebenarnya merupakan penemuan, semua yang terlintas dan tergambar pada pikiran, semuanya adalah musnah karena itu khayalan semata yang menurut Thariqat An-Naqsyabandi khayal dan angan-angan harus di buang tatkala mengingat dan bermuraqabah terhadap Allah, karena Allah itu Maha Pasti, jadi tak bisa di temukan dengan khayal dan angan-angan dalam pikiran secara jasmani pada manusia. Seseorang yang sampai pada hening yakin adalah salah satu dari yang di katakan dengan tingkatan sampai dan ketahuilah, bahwa sampai atau bertemunya hamba dengan Tuhannya ada beberapa tingkatan sebagaimana pada tingkatan fana yang telah di sebutkan di atas, tentang pengertian sampai ini, terdapat pula perbedaan tingkatan, ada yang sampai pada titik perhentian Af’al, pada tajalli af’al maka fana-lah fi’il atau perbuatannya sendiri, juga perbuatan selain dirinya sendiri pada perhentianya yang di sertai af’al Allah, dalam hal keadaan sedemikian berarti dia telah keluar dari batas tadbir (pengaturan) dan ikhtiar atau usaha.
Ada pula di antaranya sampai pada perhentian titik sifat, batas perhentian pada titik ini ada pada maqam haibah (rasa kagum yang mendalam), sehingga ia dapat menyaksikan sifat jalal dan jamal Allah. Selain itu ada pula di antaranya sampai pada tingkat Dzat karena terhias hatinya dengan nurul yakin (cahaya keyakinan) yang bersamaan dengan musyahadah, mereka inilah yang di katakan khawwas (dekat/istimewa) dan di katakan dengan istilah orang yang muqarrabin, begitulah yang di maksud dengan perbedaan tingkatan sampainya kedekatan seseorang dengan Tuhannya.
Ketahuilah, bahwa kebanyakannya tasawuf itu di katakan dengan ilmu rahasia, kenapa begitu? Sebenarnya tidak rahasia, tapi secara mayoritas selalu di perdebatkan, makanya jadilah terkesan rahasia, jarang yang dapat memahaminya kecuali orang-orang yang berkeinginan kuat pada kehidupan akhirat, jangankan orang yang keinginannya hanya pada dunia, orang yang seimbang saja antara dunia dan akhirat saja tidak juga bisa memahaminya, jadi hanya orang yang kuat pada akhirat saja yang bisa memahaminya.
Tersebab hal itu, maka yang benar-benar mempelajari dan mengamalkannya yang bisa dengan jelas menimba ilmu tasawuf, begitullah ilmu tasawuf yang di sampaikan kepada manusia, namun tidak dapat sembarangan yang memahaminya kecuali orang-orang yang tekun, gigih, sabar, tawakkal dan istiqamah terhadap Allah dan terhadap kehidupan kekal yang di janjikan Allah kepada seluruh manusia.
Para Nabi dan Rasul di perintahkan oleh Allah untuk berbicara kepada manusia menurut tingkat dan kecerdasan manusia sendiri, menyampaikan hal-hal yang halus itu bila tidak di lihat tingkat kecerdasannya, kemungkinan akan menimbulkan fitnah terhadap manusia itu sendiri yang malah bisa membuat ia jadi kufur, Rasululllah bersabda : “Apapun yang di bicarakan seseorang kepada suatu kaum, dengan pembicaraan yang tingkat kecerdasan mereka tidak mampu untuk memahaminya, hanya akan menimbulkan fitnah terhadap mereka.” Selanjutnya Rasulullah bersabda : “Sesungguhnya ada sebagian ilmu itu laksana mutiara yang tersembunyi, tak ada yang tahu kecuali orang yang arif billah.” Orang arif billah itu adalah orang mengenal dzat Allah, Sifat-Sifat-Nya, Asma-Nya dan Nama-Nya.
Allah menyertai ilmunya dan mereka amalkan dengan tekun apa yang mereka ketahui tanpa cacat syari’atnya, Imam Ghazali menjelaskan dalam kitabnya Ihya Ulumuddin, ia berkata “Larangan yang di maksud adalah berhubung sulit dan sukarnya suatu pemahaman bagi kaum kebanyakan” Rasulullah bersabda : “Kelebihan Abu Bakar daripadamu, bukanlah karena ia banyaknya shalat dan banyak puasa, tetapi kelebihan itu karena suatu rahasia yang terletak di dadanya (hatinya).” Apa yang di katakan rahasia? Dan apa pula yang di katakan ahlinya?
Menurut sepanjang kaji, pengamatan dan pengalaman, rahasia yang di maksud pada ucapan Rasulullah di atas tentang Abu Bakar ada dua segi, pertama rahasia yang dapat di katakan, di tulis dan di jabarkan olehnya, kedua rahasia yang tidak mungkin untuk di ucapkan, di tuliskan dan di jabarkan olehnya, itulah mengapa pada di lain waktu dan tempat seorang Abu Bakar ini di katakan Rasulullah dengan “Jika ingin melihat bangkai berjalan sebelum mati, maka lihatlah Abu Bakar.”
Ini maksudnya adalah, bahwa hawa dan nafsu Abu Bakar telah mati duluan sebelum jasmani aslinya dan ia belum wafat, hawa dan nafsunya yang jahat telah mati, yang ada di kalbunya hanya Allah dengan kehidupan akhirat-Nya yang kekal, perilaku inilah yang di tiru dan di tauladani oleh para kalangan orang-orang yang berkeinginan kuat untuk mengenal Allah
Rasullullah bersabda : “Orang yang benar-benar ma’rifat kepada Allah adalah yang lebih mengerti dan kenal terhadap dirinya.”
Yang di maksud dengan ma’rifat di sini adalah “kasyaf”, yaitu terbuka baginya akan hakikat segala sesuatu ini adalah sebenarnya Af’al Allah, fana pada dirinya, lalu fana pula fana itu, artinya bukan diri sendiri yang memfanakan tetapi Allah-lah yang memfanakan, dari tingkat ini langsung mencapai pada maqam baqabillah, artinya terpusat penuh hanya kepada Allah, dunia semuanya takluk termasuk akan pikiran, mengakui akan kebenaran bahwasanya Allah yang meliputi segala-galanya. Terasa kemanisan dan keindahan keimanan, lebih manis dari gula yang ada di seluruh dunia ini, lebih indah dari yang indah nan ada di seluruh dunia ini, itu indahnya jika ma’rifat terhadap diri dan Allah, sebaiknya jika ma’rifat terhadap kesyirikan dan kemasiatan maka, terpampang perolehan segala penderitaan dan kesusahan hiudp, baik di dunia maupun di akhirat, fana terbagi kepada 3 (tiga) tingkatan, yaitu :
1. Fana Ilmu, fana yang segala sesuatu ini pada hakikatnya terlihat dari segi ilmu pengetahuan;
2. Fana’Ain, fananya segala sesuatu ini sepanjang dengan mata hati yang bersih, dan
3. Fana Haq, fana dalam arti sebenarnya, fana dirinya dan fana yang di lihatnya menurut pengertian hakiki yang di berikan petunjuk oleh Allah dengan bagaimanapun cara Allah menunjukkan terhadap individu tersebut.
Untuk sampai kepada Tuhan, bukanlah karena sebab dan pengamatan akal pikiran, hal itu semua hanyalah semata-mata karena Allah yang Maha Lathif, dalam isyarat yakin dan tahkik iman yang mantap. Kelemahan menemukan pendapat dan isyarat, maka itulah yang sebenarnya merupakan penemuan, semua yang terlintas dan tergambar pada pikiran, semuanya adalah musnah karena itu khayalan semata yang menurut Thariqat An-Naqsyabandi khayal dan angan-angan harus di buang tatkala mengingat dan bermuraqabah terhadap Allah, karena Allah itu Maha Pasti, jadi tak bisa di temukan dengan khayal dan angan-angan dalam pikiran secara jasmani pada manusia. Seseorang yang sampai pada hening yakin adalah salah satu dari yang di katakan dengan tingkatan sampai dan ketahuilah, bahwa sampai atau bertemunya hamba dengan Tuhannya ada beberapa tingkatan sebagaimana pada tingkatan fana yang telah di sebutkan di atas, tentang pengertian sampai ini, terdapat pula perbedaan tingkatan, ada yang sampai pada titik perhentian Af’al, pada tajalli af’al maka fana-lah fi’il atau perbuatannya sendiri, juga perbuatan selain dirinya sendiri pada perhentianya yang di sertai af’al Allah, dalam hal keadaan sedemikian berarti dia telah keluar dari batas tadbir (pengaturan) dan ikhtiar atau usaha.
Ada pula di antaranya sampai pada perhentian titik sifat, batas perhentian pada titik ini ada pada maqam haibah (rasa kagum yang mendalam), sehingga ia dapat menyaksikan sifat jalal dan jamal Allah. Selain itu ada pula di antaranya sampai pada tingkat Dzat karena terhias hatinya dengan nurul yakin (cahaya keyakinan) yang bersamaan dengan musyahadah, mereka inilah yang di katakan khawwas (dekat/istimewa) dan di katakan dengan istilah orang yang muqarrabin, begitulah yang di maksud dengan perbedaan tingkatan sampainya kedekatan seseorang dengan Tuhannya.
Ketahuilah, bahwa kebanyakannya tasawuf itu di katakan dengan ilmu rahasia, kenapa begitu? Sebenarnya tidak rahasia, tapi secara mayoritas selalu di perdebatkan, makanya jadilah terkesan rahasia, jarang yang dapat memahaminya kecuali orang-orang yang berkeinginan kuat pada kehidupan akhirat, jangankan orang yang keinginannya hanya pada dunia, orang yang seimbang saja antara dunia dan akhirat saja tidak juga bisa memahaminya, jadi hanya orang yang kuat pada akhirat saja yang bisa memahaminya.
Tersebab hal itu, maka yang benar-benar mempelajari dan mengamalkannya yang bisa dengan jelas menimba ilmu tasawuf, begitullah ilmu tasawuf yang di sampaikan kepada manusia, namun tidak dapat sembarangan yang memahaminya kecuali orang-orang yang tekun, gigih, sabar, tawakkal dan istiqamah terhadap Allah dan terhadap kehidupan kekal yang di janjikan Allah kepada seluruh manusia.
Para Nabi dan Rasul di perintahkan oleh Allah untuk berbicara kepada manusia menurut tingkat dan kecerdasan manusia sendiri, menyampaikan hal-hal yang halus itu bila tidak di lihat tingkat kecerdasannya, kemungkinan akan menimbulkan fitnah terhadap manusia itu sendiri yang malah bisa membuat ia jadi kufur, Rasululllah bersabda : “Apapun yang di bicarakan seseorang kepada suatu kaum, dengan pembicaraan yang tingkat kecerdasan mereka tidak mampu untuk memahaminya, hanya akan menimbulkan fitnah terhadap mereka.” Selanjutnya Rasulullah bersabda : “Sesungguhnya ada sebagian ilmu itu laksana mutiara yang tersembunyi, tak ada yang tahu kecuali orang yang arif billah.” Orang arif billah itu adalah orang mengenal dzat Allah, Sifat-Sifat-Nya, Asma-Nya dan Nama-Nya.
Allah menyertai ilmunya dan mereka amalkan dengan tekun apa yang mereka ketahui tanpa cacat syari’atnya, Imam Ghazali menjelaskan dalam kitabnya Ihya Ulumuddin, ia berkata “Larangan yang di maksud adalah berhubung sulit dan sukarnya suatu pemahaman bagi kaum kebanyakan” Rasulullah bersabda : “Kelebihan Abu Bakar daripadamu, bukanlah karena ia banyaknya shalat dan banyak puasa, tetapi kelebihan itu karena suatu rahasia yang terletak di dadanya (hatinya).” Apa yang di katakan rahasia? Dan apa pula yang di katakan ahlinya?
Menurut sepanjang kaji, pengamatan dan pengalaman, rahasia yang di maksud pada ucapan Rasulullah di atas tentang Abu Bakar ada dua segi, pertama rahasia yang dapat di katakan, di tulis dan di jabarkan olehnya, kedua rahasia yang tidak mungkin untuk di ucapkan, di tuliskan dan di jabarkan olehnya, itulah mengapa pada di lain waktu dan tempat seorang Abu Bakar ini di katakan Rasulullah dengan “Jika ingin melihat bangkai berjalan sebelum mati, maka lihatlah Abu Bakar.”
Ini maksudnya adalah, bahwa hawa dan nafsu Abu Bakar telah mati duluan sebelum jasmani aslinya dan ia belum wafat, hawa dan nafsunya yang jahat telah mati, yang ada di kalbunya hanya Allah dengan kehidupan akhirat-Nya yang kekal, perilaku inilah yang di tiru dan di tauladani oleh para kalangan orang-orang yang berkeinginan kuat untuk mengenal Allah
Posting Komentar untuk "MA'RIFAT AKAN DIRI...MA'RIFAT TERHADAP ALLAH"
Terimakasih atas kunjungan anda...